Jadi Tersangka Aborsi, Wanita Setengah Baya di Purbalingga Ajukan Praperadilan

Atas saran dukun bayi, tersangka aborsi diminta menghadirkan kayim (petugas rohaniwan desa) untuk mendoakan janin itu sebelum pemakaman

oleh Rudal Afgani Dirgantara diperbarui 31 Mar 2021, 00:30 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2021, 00:30 WIB
ilustrasi-aborsi-131124b.jpg
ilustrasi-aborsi

Liputan6.com, Purbalingga - Warga Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, RN (49) mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang ditetapkan Polres Purbalingga, Senin (29/3/2021). Wanita setengah baya ini ditetapkan sebagai tersangka kasus aborsi yang sempat menghebohkan warga di lingkungan sekitar tempat tinggalnya pada 8 Februari 2021.

Menurut penuturan suami tersangka yang berinisial SY, kasus ini bermula dari penemuan gumpalan daging yang belakangan diketahui sebagai janin manusia di persawahan Kecamatan Rembang. Ketika itu, ia tidak menyadari bahwa benda itu adalah janin manusia.

"Gedene sejengkol kemureb, pinggire pun garing, pun ireng sedoyo (Besarnya sejengkol, tepinya sudah kering, sudah hitam semua)," kata SY kepada wartawan, Senin (29/3/2021).

Tak berselang lama, datang istrinya mengirimkan bekal makanan untuk SY. Saat suaminya makan, tersangka dugaan aborsi itu berkeliling sawah. Saat itulah tersangka menemukan benda yang diduga janin itu. Ia berinisiatif membawa pulang gumpalan,

"Tirose angger jaman gemiyen nemu kados ngaten kan rejekine gampang, dados dibekto wangsul dirumat bener-bener (Katanya zaman dahulu kalau menemukan hal seperti itu kan rezekinya mudah,jadi dibawa pulang dirawat baik-baik)," kata dia.

Tersangka sempat menunjukkan benda itu kepada penjaga SMK Rembang dalam perjalanan pulang. Menurutnya, tersangka menanyakan barangkali ada siswi sekolah itu yang terkait dengan janin itu. Namun pegawai sekolah menyatakan semua siswa dalam keadaan baik.

Tersangka kemudian menghubungi dukun bayi untuk menanyakan gumpalan daging itu. Namun si dukun bayipun tak bisa menjawab.

Ia kemudian membersihkan dan mensucikan janin itu sebelum dikubur. Atas saran dukun bayi, tersangka aborsi diminta menghadirkan kayim (petugas rohaniwan desa) untuk mendoakan janin itu sebelum pemakaman. Saran itu kemudian dituruti tersangka.

Tersangka menyobek kain kerudung bekas untuk membungkus janin itu sebagai pengganti kain kafan. Janin itu kemudian dikubur, digelar selamatan, dan bahkan diberi nama.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Polisi Menduga Ada Tindakan Aborsi

Ilustrasi Aborsi
Ilustrasi Aborsi (iStockphoto)​

Namun penemuan janin ini justru berbuntut panjang. Sore harinya anggota Polsek Rembang meminta tersangka datang ke Kantor Polsek Rembang untuk memberikan keterangan. Petugas Polsek sempat meminta KTP tersangka untuk menyusun laporan.

Selepas magrib, anggota Polsek dan Polres Rembang datang ke rumah tersangka untuk mengambil janin yang telah dikubur. Sehabis isya, mereka ke kuburan untuk mengambil janin itu.

Pukul 24.00 WIB anggota polsek meminta baju yang dipakai tersangka saat menemukan janin. Namun tersangka mengambil baju yang berbeda.

"Ibu mengambil di mesin cuci, nggak mikir pakai baju mana. Mungkin pikiran capek, mau tidur tapi ada yang datang, jadi asal ambil aja. Nggak tahu ternyata bajunya beda," kata putri tersangka, kepada awak media.

Sekitar pukul 01.30 WIB, anggota Unit PPA dan Polsek datang. Mereka sempat mengetes urin tersangka.

Tersangka diminta datang ke Polres untuk di-BAP keesokan harinya. Ia berangkat pukul 10.00 WIB bersama anggota Polsek Rembang.

Di jalan ia tidak langsung ke Mapolres Purbalingga, tetapi mampir ke RSI Umu Hani. Tiba di Umu Hani, sudah ada anggota polisi yang menunggu.

Ia dibawa masuk ke ruang dokter. Tersangka hanya masuk bersama Kanit PPA. Menurut penuturan tersangka, ia di-USG dan dites urin. Hasil tes diminta Kanit PPA.

Tersangka kemudian dibujuk untuk operasi dengan alasan ada daging yang sudah bernanah di dalam rahim. Namun tersangka menolak.

Namun atas bujukan putrinya, tersangka bersedia dioperasi. Ia membujuk ibunya agar bersedia dioperasi karena diberitahu urusan dengan Polres telah selesai. Selain itu, ia khawatir kalau tidak dioperasi akan timbul penyakit yang membahayakan.

"Jam 07.00 malam operasi," kata putri tersangka yang juga anggota Polres Purbalingga.

 

Kasus Dugaan Aborsi Berlanjut

Ilustrasi Aborsi
Ilustrasi Aborsi (iStockphoto)​

Saat operasi datang dua anggota Unit PPA Polres Purbalingga. Ia kaget karena sejauh yang ia tahu, urusan dengan Polres telah selesai. Namun, kasus ini ternyata berlanjut.

Keesokan harinya, tersangka meminta daging tumbuh sisa operasi. Namun tidak diberikan. Ia justru dimintai sampel darah oleh polisi.

"Tidak dijelaskan untuk keperluan apa," kata dia.

Polres Purbalingga meneruskan penyelidikan dengan mengerahkan anjing pelacak untuk mencari jejak dilokasi penemuan janin. Ia sempat diberitahu bahwa anjing pelacak mengendus jejak hingga ke rumah tersangka.

Ia mengatakan, tersangka dan suaminya dimintai keterangan dan di-BAP di Polsek Rembang tapi tanpa surat panggilan pada tanggal 5 Oktober 2020.

"Tanggal 22 Desember janin itu dikembalikan untuk dikubur lagi. Menurut ibu saya pas dikembalikan katanya ada darah segar, padahal saat ditemukan kondisinya sudah kering," tuturnya.

Tanggal 20 Januari dapat surat panggilan untuk tanggal 21 Januari. Di kantor polisi petugas menunjukkan hasil tes DNA.

Tanggal 27 Januari polisi mengambil daster yang dikenakan tersangka sesuai CCTV. Sebab pakaian yang diserahkan sebelumnya bukanlah baju yang dikenakan saat menemukan janin itu.

Tanggal 28 Januari tersangka ke RS Umu Hani. dr Agus, dokter spesialis kandungan menjelaskan yang terjadi pada tersangka adalah penebalan dinding rahim akibat faktor usia dan haid tidak lancar karena menjelang monopouse.

"Dokter tidak menjelaskan ada bekas kehamilan atau keguguran," ujarnya.

Tanggal 4 Februari 2021 tersangka menerima surat panggilan sebagai saksi untuk tanggal 5 Februari. Namun karena tekanan darah naik, terdangka baru datang tanggal 8 Februari. Namun saat di-BAP, ia telah berstatus tersangka.

"BAP sebagai tersangka, padahal surat panggilan sebagai saksi," ucapnya.

Kasus ini kini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Purbalingga. Kejaripun menyatakan kasus ini telah P21 dan menunggu jadwal persidangan.

Pengacara tersangka, Hannato Widagdo, mengatakan ada prosedur yang dilanggar pada proses penetapan tersangka. Karena itu, ia mengajukan gugatan praperadilan proses penetapan tersangka.

Ia mengaku kecewa dengan Pengadilan Negeri Purbalingga karena penetapan agenda sidang praperadilan tak sesuai harapan. Ia telah mendaftarkan gugatan tanggal 12 Maret 2021.

Sesuai aturan, agenda sidang paling lama 7 hari kerja setelah tanggal pendaftaran gugatan atau sekitar tanggal 19 Maret. Namun padakenyataannya, sidang diagendakan tanggal 29 Maret.

 

Respons Kapolres Purbalingga

Kapolres Purbalingga, AKBP Fannky Any Sugiharto. (Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Dirgantara)
Kapolres Purbalingga, AKBP Fannky Any Sugiharto. (Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Dirgantara)

Ia mengaku dirugikan karena ia berkejaran dengan jaksa yang juga telah mengajukan agenda sidang. Sebab, jika sidang pokok perkara yang diajukan jaksa digelar, maka upaya praperadilan yang tengah ditempuh akan batal dengan sendirinya.

"Faktanya betul, hari Kamis (1/4/2021) besok sudah ada agenda sidang. Yang sampai detik ini kami belum mendapat surat pemberitahuan," kata dia.

Dengan fakta ini, ia mengajukan permohonan pemadatan agenda sidang yang semestinya butuh waktu seminggu, dipersingkat menjadi tiga hari sebelum hari Kamis.

Tersangka dijerat pasal 308 KUHP. Pasal ini berbunyi: “Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.”

Pasal 305 KUHP (tentang menaruh anak di bawah umur tujuh tahun di suatu tempat agar dipungut orang lain dengan maksud terbebas dari pemeliharaan anak itu) adalah lima tahun enam bulan.

Sedangkan ancaman pidana maksimum yang terdapat dalam Pasal 306 ayat (1) KUHP (tentang melakukan perbuatan dalam Pasal 305 KUHP hingga menyebabkan si anak luka berat) adalah tujuh tahun enam bulan. Pasal 306 ayat (2) KUHP (tentang melakukan perbuatan dalam Pasal 305 KUHP hingga menyebabkan si anak mati) adalah sembilan tahun.

Tersangka juga dijerat pasal alternatif, yaitu pasal 181 KUHP yang berbunyi "Barangsiapa mengubur, menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah."

Kapolres Purbalingga, AKBP Fannky Any Sugiharto, menanggapi praperadilan ini dengan santai. Ia mempersilakan tersangka menempuh upaya hukum.

"Ya nggak papa, monggo silakan. Kalau ada ketidakepuasan silakan nggak papa," kata dia ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (30/3/2021).

Ia menjelaskan penyidik telahbekerja profesional. Alat bukti juga telah lengkap sehingga kasus ini dinyatakan P21. Kejaksaan negeri juga telah mendaftarkan perkara ini untuk disidangkan.

Saatu di antara bukti yang dimiliki penyidik antara lain hasil tes DNA. Hasil tes DNA mengarah pada terangka.

"Sekecil apapun janin itu punya roh, Gusti Allah pasti bertindak mboh gimana caranya," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya