4 Meninggal Akibat DBD Tapi Warga Dompu Enggan Periksa karena Takut 'Dicovidkan'

Seharusnya masyarakat tidak perlu resah meski memiliki tanda-tanda yang sama antara DBD dan Covid-19 yaitu demam tinggi, karena keduanya merupakan peyakit yang berbeda

oleh Miftahul Yani diperbarui 10 Apr 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2021, 11:00 WIB
Pasien DBD rawat inap di RSUD Dompu. (Foto: Liputan6.com/Miftahul Yani)
Pasien DBD rawat inap di RSUD Dompu. (Foto: Liputan6.com/Miftahul Yani)

Liputan6.com, Dompu - Tercatat 243 kasus dan 4 meninggal dunia akibat serangan demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Rekor itu langsung menempatkan Dompu sebagai daerah penyumbang kasus DBD tertinggi untuk skala Provinsi NTB selama bulan Januari hingga Maret 2021.

Sekretaris Dinas Kesehatan Dompu, Maman menyebutkan, untuk bulan Januari terdapat 120 kasus, Februari 78 kasus dan Maret mencapai 45 kasus. Kendati ada korban jiwa dan kasus tertinggi di NTB, Pemkab Dompu tidak menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.

“Harusnya, satu saja yang meninggal dunia akibat serangan DBD sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan KLB,” katanya, Kamis (8/4/2021).

Penetapan status KLB merupakan tanggung jawab bupati berdasarkan usulan dari Dinas Kesehatan. Namun keputusan itu tidak diambil dengan bebagai pertimbangan.

Ia mengaku sudah memberikan telaahan kepada Bupati Dompu, namun tidak mengerti apa yang menjadi dasar bupati tidak menetapkan kasus DBD menjadi KLB.

Dugaan sementara warga tidak mau memanfaatkan layanan kesehatan terdekat untuk memeriksakan diri merupakan faktor tingginya angka demam berdarah. Sebab, dengan tanda-tanda deman tinggi warga khawatir akan menjalani tes antigen.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Kemiripan Gejala DBD dengan Covid-19

Gejala Flu Tulang pada Orang Dewasa
Nyamuk Aedes aegypti / Sumber: Pixabay

“Saya menduga masyarakat takut terkena Covid-19 karena setiap warga yang mendatangi layanan kesehatan dengan demam tinggi pasti menjalani tes antigen,” jelasnya.

Seharusnya masyarakat tidak perlu resah meski memiliki tanda-tanda yang sama antara DBD dan Covid-19 yaitu demam tinggi, karena keduanya merupakan peyakit yang berbeda.

Sebab, sedini mungkin diketahui seseorang terserang DBD maupun Covid-19, maka penangannya akan lebih optimal. Penanganan dan pengobatan dini dua penyakit ini akan membantu pasien tidak terlau parah dan bisa secepatnya sembuh.

Selain khawatir akan di-covid-kan, tingginya kasus ini disebabkan hantaman banjir bandang. Akibatnya, menimbulkan sanitasi yang buruk berujung pada genangan air dimana-mana.

Upaya foging fokus meski dapat meminimalisir DBD tapi tidak sepenuhnya membantu. Sebab yang mati akibat foging fokus itu hanya nyamuk dewasa yang usia hidupnya hanya sekitar 14 hari.

Belum lagi curah hujan masih tinggi berakibat banyaknya titik genangan air. BMKG memperkirakan hujan masih turun hingga akhir April. Sebab itu, dalam menghadapi DBD dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan menerapkan 3 M plus.

"Sebab dengan 3 M Plus akan mampu membunuh jentik-jentik nyamuk sebelum menjadi nyamuk dewasa. Seluruh Puskesmas sudah kami perintahkan menyebar abate ke masyarakat guna membantu membunuh jentik-jentik nyamuk itu agar tidak berkembang," kata Maman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya