Madunta, Madu Hutan Kalimantan Spesial dari Suku Dayak Punan

Brand madu bernama Madunta milik Komunitas Adat Terpencil (KAT) Lati, Kampung Sambakungan, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten berau kini terus berkembang di bawah binaan PT Berau Coal.

oleh Abdul Jalil diperbarui 25 Des 2021, 17:00 WIB
Diterbitkan 25 Des 2021, 17:00 WIB
Madu Hutan
Melalui pendampingan yang dilakukan PT Berau Coal, Komunitas Adat Terpencil Suku Dayak Punan Basap bisa menghasilkan madu berkualitas dengan kemasan yang menarik dan higienis. (foto: ist)

Liputan6.com, Berau - Namanya Madunta, Brand Madu yang berasal dari bahasa Berau yang memiliki arti “Madu Kita”. Madu ini diproduksi oleh Komunitas Adat Terpencil (KAT) Lati, Kampung Sambakungan, Kecamatan Gunung Tabur yang menjadi dampingan CSR PT Berau Coal.

Madu Hutan Kalimantan merupakan salah satu madu yang terkenal di Indonesia akan khasiatnya yang baik untuk kesehatan. Madunta adalah Madu Hutan yang diproduksi oleh Suku Dayak Punan Basap KAT Lati yang memang akrab dengan hutan.

KAT Lati adalah salah satu diantara banyak KAT yang tersebar di wilayah Kabupaten Berau. Pendampingan oleh PT Berau Coal dilakukan sejak warga KAT masih menggunakan pakaian tradisional, tidak memiliki kepercayaan (agama) serta tidak memiliki tempat tinggal.

Madu hutan adalah kekayaan alam Berau yang dimanfaatkan oleh warga KAT dalam menyambung hidup. Baik untuk dikonsumsi langsung bersama keluarga, maupun dijadikan sebagai mata pencaharian.

Melihat adanya potensi madu KAT, PT Berau Coal melalui program pendampingan dan pemberdayaan masyarakat, mengelola madu yang didapat warga KAT tersebut untuk membantu perekonomian warga yang rata-rata bergantung dari hasil madu, serta mempersiapkan kemandirian ekonomi pasca tambang.

Ketua Adat Suku Dayak Punan Basap KAT Lati, Saat, mengaku senang dengan adanya program ini. Warga KAT Lati yang sudah sangat akrab dengan hutan, maka madu merupakan kekayaan alam yang mereka miliki bisa dimaksimalkan potensinya.

"Begitu ada Berau Coal jadi lebih memudahkan, khususnya menjamin bagian hilir (pasar) produksi madu. Karena sebelumnya bawa sendiri berkeliling kemana-mana. Yang mau beli, di situlah dijual," ujar Saat.

Berau Coal bukan hanya melakukan pendampingan untuk mengembangkan produksi madu hutan KAT Lati semata. Tapi juga fokus memperhatikan aspek kebaruan inovasi madu hutan yang merupakan salah satu sumber mata pencaharian suku Dayak Punan Basap ini.

Aspek inovasi itu adalah metode pemanenan yang berkelanjutan dengan tidak memotong seluruh sarang lebah untuk menjaga larva lebah dan populasi lebah. Proses panen pun didaampingi dengan memberikan sarana dan prasarana yang higienis.

Simak juga video pilihan berikut

Inovasi Madunta

Madu hutan
Madu Hutan yang menjadi sumber kehidupan Suku Dayak Punan Basap KAT Lati, Berau dipanen dengan cara dipanjat. (foto: ist)

Madu hutan Kalimantan memiliki potensi yang besar. Permasalahan yang dialami oleh KAT Lati adalah proses penanganan madu yang kurang higienis sehingga membuat produk kurang laku dan menarik.

Harga jual yang tidak stabil dan rendah akibat tidak memiliki pasar serta teknik pemanenan konvensional yang mengakibatkan berkurangnya sumber pengambilan madu juga menjadi perhatian pendamping PT Berau Coal.

Madu hutan merupakan sumber mata pencaharian warga KAT yang telah menjadi bagian dari kearifan lokal. Potensi sumber madu juga yang besar sehingga dapat menjadi peluang ekonomi warga KAT.

Untuk mendukung dalam produksi madu KAT, Berau Coal melakukan pendampingan pengelolahan madu hutan. Dukungan dimulai dari  pemberian ala-alat pendukung panen madu untuk menjami higienitas handling madu.

Warga KAT juga mendapatkan dukungan pengetahuan dan teknologi berupa pelatihan dan pemetaan potensi madu. Berau Coal juga menjamin hilir (pasar) dan mendirikan Rumah Kemas Berau Creative sebagai tempat produksi dan pengemasan yang menarik.

Saat ini Madunta telah mendapat izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT) dan izin edar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Karena sekarang ada Berau Coal, ada yayasan, di sana yang menampung. Jadi kita tidak perlu lagi yang namanya mencari kemana kita jual. Jadi kami tidak bingung lagi," ujar Saat.

Mewakili Kelompok Pemanen Madu KAT Lati, Saat menyampaikan ucapan terima kasih kepada PT Berau Coal ataupun Yayasan Dharma Bhakti Berau Coal, yang sudah sangat mendukung penuh masyarakat setempat.

Dalam kesempatan itu pula, Saat berharap dari semua apa yang telah didukung oleh Berau Coal, bisa turut memajukan dan membuat warga menjadi mandiri.

Wujudkan Ekonomi Berkelanjutan

Madu Berau
Melalui pendampingan yang dilakukan PT Berau Coal, Komunitas Adat Terpencil Suku Dayak Punan Basap bisa menghasilkan madu berkualitas dengan kemasan yang menarik dan higienis. (foto: ist)

Pendampingan yang dilakukan oleh Berau Coal terhadap Komunitas Adat Terpencil (KAT) Lati, Kampung Sambakungan telah berlangsung lama. Awalnya Berau Coal memberikan edukasi untuk warga adat tersebut membuka diri dan dukungan logisitik dan layanan kesehatan.

Ketua adat suku Dayak Punan Basap KAT Lati, Saat, menceritakan awalnya warga Dayak Punan  tinggal di hutan. Ketika itu masih terdiri dari 8 Kepala Keluarga (KK) dan menggantungkan kebutuhan sehari-hari hanya dari hasil alam.

"Berburu, memancing, cari madu hutan itu sudah menjadi kebiasaan warga KAT sejak dulu," kata Saat.

Saat ini warga KAT telah memiliki rumah, memiliki identitas, bersekolah bagi usia sekolah dan memiliki pekerjaan, sehingga fokus program selanjutanya yaitu mewujudukan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.

Testimoni dari sejumlah tokoh publik pun sudah mengakui dan mengenal produk dari KAT Lati. Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, yang turut mengapresiasi pengembangan madu hutan berupa produk Madunta yang dilakukan oleh PT Berau Coal bersama KAT Lati.

Gubernur Bank Indoneisa, Perry Warjiyo memfavoritkan madu kalma, madu ini adalah salah satu produk eksklusif dari Madunta. “Banyak Madu tapi hanya satu-satunya yang dahsyat yaitu madu kalma,” ujarnya.

Community Base Development Manager PT Berau Coal, Hikmawaty mengatakan, ada tiga varian madu yang dihasilkan oleh warga KAT yakni Madu Suling, Madu Nyamut, dan Madu Hitam.

“PT Berau Coal melakukan branding untuk madu ini dengan nama “Madunta” yang diambil dari bahasa Banua (suku asli Berau) yang artinya madu kita,” ungkapnya.

PT Berau Coal menjamin pasar untuk madu yang dihasilkan oleh warga KAT dengan melakukan pembelian madu yang dihasilkan. “Kami sudah menjadi konsumen pasti dari produk tiga KAT tersebut. Harapan kami tentu masyarakat KAT bisa mandiri,” tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya