Fusi 'Berbahaya' 2 Perupa Perempuan Bali, Antara Gelombang Rambu, Tabu, dan Teror

“WAVE” Women Project #1, merupakan pameran lukisan dari duo perupa perempuan Bali yang diadakan dalam rangka Hari Perempuan Sedunia.

oleh Mina Megawati diperbarui 29 Mar 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2022, 18:00 WIB
WAVE - Women Project #1
WAVE - Women Project #1

Liputan6.com, Denpasar - “WAVE” Women Project #1, merupakan pameran lukisan dari duo perupa perempuan Bali yang diadakan dalam rangka Hari Perempuan Sedunia. Acara pameran ini digelar mulai 18 Maret - 21 Mei 2022, di Galeri Zen1 Kesiman, Jalan Bypass Ngurah Rai No 86, Ketalangu, Kesiman.

Pameran ini menampilkan karya-karya Ni Nyoman Sani, seorang perempuan kelahiran Denpasar dan Ratih Astria Dewi (RAD Art) perupa berasal dari Muara Badak. Karya keduanya dinarasikan dengan apik oleh sastrawan dan jurnalis dari tanah Bali, Oka Rusmini.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

RAD Art (kiri), Oka Rusmini, Melanie Subono (kanan)
RAD Art (kiri), Oka Rusmini, Melanie Subono (kanan)

Simak juga video pilihan berikut ini:

Gelombang Rambu, Tabu, dan Teror

Perempuan jika mau jujur sesungguhnya gairah yang ada dalam palung otak, dan pori-pori darahnya dibentuk oleh teror. Teror itulah yang membuat perempuan memiliki nyawa lebih banyak untuk menabur beragam benih tabu dan rambu menjadi benih-benih karya-karya yang lebih hidup dan menggairahkan.

Gelombang kehidupan yang makin hari makin tidak ramah kepada perempuan tidak pernah mengalami paceklik. Jika mereka mau lebih bekerja keras dan memetik beragam gelombang-gelombang yang bertebaran di tengah grubug, ini membuat perempuan memiliki ruang waktu dan tempat untuk menunjukkan eksistensinya di dalam berkarya.

Melanie Subono yang hadir pada malam pembukaan pameran mengatakan dua hal terindah yang Tuhan berikan padanya, pertama dia terlahir sebagai orang Indonesia, kedua dia terlahir perempuan.

“Hari ini, tanpa batasan perempuan bisa jadi apa saja. Mereka berhak merasakan, berhak mengekspresikan diri juga berhak jadi apa saja yang mereka mau,” ujar Melanie.

 

Ni Nyoman Sani (kiri), Oka Rusmini, RAD Art (kanan)
Ni Nyoman Sani (kiri), Oka Rusmini, RAD Art (kanan)

Antara Nilai Budaya dan Eksistensi Perupa Perempuan

Perempuan Perupa Indonesia telah berkiprah sejak era Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) pada 1930-an bahkan Kartini telah belajar melukis naturalis dari guru Belanda. Di sisi lain hingga saat ini, secara kuantitas jumlah perempuan yang mengikuti pendidikan tinggi seni rupa dari tahun ke tahun terus meningkat jumlahnya.

Lalu, kemana perempuan-perempuan itu?

Nilai budaya berdampak terhadap sikap perempuan Indonesia yang di satu sisi sangat menghargai stereotip ideal tersebut, namun di sisi lain menggugat yang dianggap tidak menghasilkan kesetaraan gender.

Cara pandang perempuan perupa terhadap nilai budaya Indonesia mempengaruhi nilai estetis karya dalam dua hal yaitu mempengaruhi tema yang dipilih dan visualisasi karya. Efeknya, banyak perempuan yang tidak memiliki ruang jembar untuk berdialog dengan diri, berkontemplasi atau meningkatkan eksistensi mereka sebagai manusia.

Karya Ni Nyoman Sani & RAD Art (Ratih Astria Dewi)

12 karya (5 karya dari Ni Nyoman Sani dan 7 dari RAD Art) menghadirkan tema gelombang membuat mata, hati, pikiran perempuan harus lebih terbuka lebih berani memanggul risiko dengan pilihan hidup yang dipilihnya.

Ni Nyoman Sani, selalu mahir memoles “gelombang” hidup dan pikirannya dengan menunjukkan komposisi transisi gelombang dengan permainan warna. Sekali pun memilih warna-warna gelap dengan figure seorang model membuat karya ini memiliki estetika berbeda dan menarik.

RAD Art (Ratih Astria Dewi) lebih terlihat manis dengan teknik permainan warna yang lebih beragam. Warna yang dipilih cenderung pastel. Dia lebih nyaman bermain dengan decorative detail figurative mix dengan ragam simbol yang misterius.

 

Arief Bagus Prasetyo (kiri), Ni Nyoman Sani, Oka Rusmini (kanan)
Arief Bagus Prasetyo (kiri), Ni Nyoman Sani, Oka Rusmini (kanan)

Narasi Atas Karya Ni Nyoman Sani & RAD Art (Ratih Astria Dewi)

Oka Rusmini sangat terkesan ketika mendapat kesempatan untuk bisa menarasikan dua karya perupa perempuan Bali tersebut.

“Sungguh menarik karena saya bisa menarasikan ide-ide terdalam dari palung-palung rahasia terdalam mereka sebagai pekerja seni perempuan khususnya seni lukis,” kata Oka Rusmini pada Liputan6.com pekan lalu.

“Ni Nyoman Sani, perempuan perupa Bali yang memilih menggunakan gaya fashion untuk mendedahkan beragam onak dalam dirinya. Bahwa liku kehidupan perempuan yang tidak selalu baik-baik saja bisa dibuat indah dengan menggunakan bahasa garis dan warna,”

“Sedangkan RAD Art (Ratih Astria Dewi) memilih warna kuning untuk memberi ruang pada komunitas perupa yang banyak didominasi lelaki bahwa warna bisa juga menjadi diksi perempuan untuk menguras seluruh energi hidup perempuan menjadi karya-karya yang riang, tetapi memiliki filosofi dan relegiusitas yang memberi penyedap bagi perjalanannya sebagai perempuan lajang. Beda dengan Sani yang merupakan ibu tunggal dari dua orang anak. Ini dua sisi yang menarik bagi saya selalu perempuan yang menulis dan mewacanakan karya mereka dengan pikiran-pikiran saya,” ujar Oka Rusmini atas dua perupa yang karya-karya dinarasikannya.

Perupa Perempuan dan Sebuah Harapan

Ragam harap yang hendak disampaikan mereka terutama untuk perupa dan perempuan di luar sana. Seni apa pun bentuknya adalah wadah yang ramah untuk perempuan menyuarakan kegelisahannya, problem hidupnya, KDRT, beragam tabu, rambu, teror secara sosial. Seni terutama seni rupa perempuan bisa dengan nyaman menjadi outlet — sekaligus terapi psikologis bagi perempuan.

Karena biasanya image jika perempuan berkarya itu ada anggapan suara mereka hanya urusan privat. Ini membuka mata publik, bahwa peran perempuan juga besar untuk memperbaiki beragam kerusakan yang telah terjadi di semesta kehidupan kemanusian ini. Dari ekologi, sosiologi, filosofi, sampai relegiusitas yang jadi trend saat ini.

Nasib Seni di Tengah Grubug

Seni itu memiliki nasib sendiri dan jalan hidup sendiri. Di tengah grubug yang menandai bahwa banyak koreksi dan perenungan yang harus dibuat manusia di seluruh dunia. Seni ambil bagian untuk menenangkan, membuat terapi yang menjadi cahaya dan spirit hidup kemanusiaan. COVID-19 ini membuat manusia tergerus dan saat ini waktunya melakukan dekontruksi untuk semesta kehidupan yang lebih ramah melalui seni. Ini bernilai ekonomi dan perempuan sudah terbukti ikut berperan aktif melakukan banyak hal-hal luar biasa, di tengah situasi dunia yang tidak pasti ini.

“Melalui seni sudah waktunya perempuan dilibatkan lebih banyak lagi di dalam mengambil keputusan penting untuk perbaikan hidup kemanusian yang lebih ramah. Tidak maskulin,” pungkas Oka Rusmini pada peliput.

Infografis

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya