45 Anggota DPRD Sultra Mengaku Tolak Kenaikan BBM, Mahasiswa Kendari: Itu 'Prank'

Mahasiswa dan sopir angkot di Kota Kendari berdemonstrasi menolak keputusan pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 05 Sep 2022, 21:48 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2022, 20:17 WIB
Mahasiswa dan sopir angkot di Kota Kendari berdemonstrasi menolak keputusan pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Demonstrasi di Kota Kendari terkait penolakan kenaikan BBM, mahasiswa meneriaki prank ke arah anggota DPRD Sulawesi Tenggara.

Liputan6.com, Kendari - Sopir angkutan kota (angkot) dan mahasiswa di Kota Kendari, menggelar demonstrasi menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), Senin (5/9/2022). Berorasi di depan Kantor DPRD, polisi mengawal aksi mereka sejak pukul 10.00 Wita hingga menjelang sore.

Tuntutannya, meminta kepada anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, agar ikut menyuarakan protes penolakan keputusan presiden mengumumkan kenaikan BBM, Sabtu (3/6/2022). Peserta demonstrasi, selain sopir angkot, peserta juga berasal dari puluhan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kendari dan HMI MPO Kendari.

Saat berada di depan kantor DPRD, mahasiswa dicegat pihak kepolisian. Sehingga, upaya mereka menduduki kantor DPRD gagal karena kurang jumlah dibanding kepolisian.

Sekitar setengah jam berorasi, sejumlah anggota DPRD keluar menemui demonstran. Di antaranya, Ketua Komisi III Suwandi Andi, Wakil Ketua DPRD Jumardin dan La Tariala, anggota asal Partai Nasdem.

Suwandi Andi menyatakan, dia dan 44 orang anggota DPRD Sultra Sulawesi Tenggara, sepakat menolak keputusan kenaikan BBM dari pemerintah. Menurutnya, dia mencoba berusaha melakukan komunikasi dan koordinasi bagaimana pemerintah bisa mendengarkan suara masyarakat dan mahasiswa.

"Kenaikan BBM bukan solusi menyejahterakan rakyat, kami masih berkoordinasi," teriak Suwandi Andi di tengah demonstran.

Dia juga menyatakan, mengapresiasi gerakan mahasiswa menolak kenaikan BBM. Menurutnya, mahasiswa merupakan harapan rakyat menyuarakan protes dan tuntutan publik terkait kenaikan BBM.

Mendengar pernyataan tersebut, sejumlah mahasiswa di pintu samping kantor DPRD Sulawesi Tenggara menyatakan tidak percaya. Malah, mereka berusaha masuk dan menerobos pagar penjagaan.

"Itu prank, itu prank, jangan percaya. Isu kenaikan BBM ini sudah sejak lama, kenapa baru sekarang mereka mau koar-koar ikut menolak, kenapa tidak dari dulu," ujar Sukardi, salah seorang mahasiswa.

Mereka juga menuntut, anggota DPRD tidak menemui mahasiswa di luar kantor. Mahasiswa dan sopir angkot meminta agar anggota mempersilahkan mereka berdiskusi di dalam ruangan.

Permintaan mahasiswa tidak berhasil hingga aksi demonstrasi selesai. Selama sisa waktu aksi di tengah hujan deras, anggota polisi dan pihak DPRD Sulawesi Tenggara, terus melakukan komunikasi terhadap demonstran.

Curhat Sopir Angkot

Mahasiswa dan sopir angkot di Kota Kendari berdemonstrasi menolak keputusan pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Demonstrasi di Kota Kendari terkait penolakan kenaikan BBM, mahasiswa meneriaki prank ke arah anggota DPRD Sulawesi Tenggara.

Seorang sopir angkot di Kota Kendari, Sumarlin Akbar (54) menceritakan keluhannya terkait kenaikan BBM. Menurutnya, pemerintah kota harus cepat mengambil tindakan terkait keputusan menaikan sewa angkot.

Dia meminta walikota, segera mengambil keputusan soal nasib mereka. Menurutnya, kenaikan harga pertalite hingga Rp 10.000 per liter dari harga sebelumnya Rp7.650 per liter dianggap menyiksa sopir angkot.

"Kami harus segera kasih naik sewa, untuk mahasiswa, pelajar dan umum, tapi belum punya pegangan surat keputusan wali kota," ujar Sumarlin.

Pria dengan satu orang anak ini, menganggap kebijakan pemerintah tidak mendukung rakyat kecil seperti mereka. Padahal, ratusan sopir angkot di Kendari baru saja leluasa setelah pandemi mulai surut.

"Kasihan kami selama pandemi, pendapatan hanya Rp50 ribu sehari karena sekolah kampus dan kantor sering tutup, belum lagi harus menyetor ke pemilik mobil, bayar bensin, kami mau makan apa," katanya.

Dia membeberkan, setelah pandemi, pendapatan kotor sopir angkot di Kota Kendari rata-rata sekitar Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. Jumlah sebanyak ini didapatkan dari 15 jam kerja.

Namun, sopir masih harus mengurangi pendapatan dengan setoran ke pemilik mobil Rp120 ribu setiap hari. Selain itu, mereka juga wajib mengisi bensin hingga Rp100 ribu untuk melayani rute angkutan bolak-balik sejauh 12 kilometer sekali jalan.

"Kalau kami bawa pulang, paling banyak Rp50 ribu tiap hari," ujarnya.

Dia berharap, Wali Kota segera mengeluarkan keputusan terkait tarif angkot. Sehingga, mereka bisa memberi tahu kepada penumpang dan menghindari protes.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya