Jalan Sulit Margareta, Tenggelam Sawah Beralih ke Batu Pecah

Kemiskinan dirasakan langsung oleh perempuan di desa sekitar Danau Poso akibat perubahan elevasi danau tersebut setelah pembendungan dilakukan. Kisah Margareta salah satunya.

oleh Heri Susanto diperbarui 12 Sep 2022, 01:00 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2022, 01:00 WIB
Perempuan Beralih kerja Serabutan Karena Kemiskinan
Margaret, salah satu perempuan yang menjadi pemecah batu di Desa Meko setelah sawahnya terendam luapan Danau Poso. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Poso - Margareta tetap mengayunkan palu di tangannya saat hari terik. Sekali memukulkan palu, batu berukuran 10 sentimeter dan tebal 5 sentimeter itu pecah menjadi kerikil. Hari itu satu kubik batu pecah adalah tujuannya. Di sanalah ekonominya bergantung sejak tahun 2020.

Batu-batu kerikil itu lebih mirip sebagai tabungannya. Di pondok belakang rumahnya di Desa Meko, Poso batuan kali itu menunggu diambil pembeli. Entah oleh siapa dan kapan. Terlebih warga lainnya juga berharap seperti dia. Sama-sama pemecah batu.

“Satu kubik saya selesaikan selama 2 minggu. ini saya jual Rp250 ribu. Sebulan paling banyak ada 2 kali pesanan,” kata Margareta, Sabtu (10/9/2022).

Di lain hari perempuan 53 tahun itu akan menggarap sawah atau kebun milik orang demi Rp80 ribu upah yang diterimanya.

Menanggung 2 anak, mustahil cukup jika hanya berharap memecah batu yang tidak tentu. Satu anaknya bahkan mengalah untuk tidak lanjut kuliah. Gangguan kesehatan sang suami membuat Margareta tak punya pilihan lain selain kerja serabutan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Perempuan Meko Merindukan Persawahan

Perempuan Beralih kerja Serabutan Karena Kemiskinan
Margaret, salah satu perempuan yang menjadi pemecah batu di Desa Meko setelah sawahnya terendam luapan Danau Poso. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Aktivitas memecah batu adalah pemandangan baru di desa tersebut. Sebelumnya hasil sawah dan kebun sudah cukup menopang ekonomi keluarga Margareta dan warga desa lain. Hingga mereka kehilangan sumber ekonomi sebagai petani lantaran sawah-sawah rusak karena pengembangan PLTA di Danau Poso.

Margareta kehilangan 2 hektare sawahnya karena bencana itu. Setelah protes dan proses panjang dia terpaksa menerima kompensasi dari perusahaan yang baru dibayarkan awal tahun 2022 meskipun tidak mengubah kondisinya. Di desa mendapat mata pencarian baru selain bertani bagi perempuan sepertinya bukan hal yang mudah.

Di Desa Meko, Kabupaten Poso sendiri kini terdapat 10 perempuan yang terpaksa beralih menjadi pemecah batu akibat kemiskinan yang muncul setelah sawah-sawah terdampak luapan Danau Poso sebagai akibat pembendungan sejak tahun 2019.

“Berubah semua kondisinya setelah tidak bertani, apalagi saya. Harapan kami cuma sawah,” Margareta menuturkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya