Penjelasan Ridwan Kamil soal Penggunaan APBD untuk Bangun Masjid: Kewenangan Penyelenggara Negara

Diketahui, masjid yang terletak di Gedebage, Bandung itu dibangun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai Rp1 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jan 2023, 14:26 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2023, 14:18 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Aula Barat, Gedung Sate, Kamis (21/4/2022) dalam acara Peringatan Hari Kartini Tingkat Provinsi Jabar.

Liputan6.com, Bandung - Baru-baru ini, nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kembali menempati trending topic di Twitter. Dilihat Liputan6.com, Kamis (5/1/2023), ada salah satu akun warganet @Outstandjing yang mengulas biaya pembangunan salah satu masjid megah di Kota Bandung yang belum lama ini diresmikan Pemprov Jabar.

Diketahui, masjid yang terletak di Gedebage, Bandung itu dibangun dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) mencapai Rp1 triliun. Adapun akun Twitter @Outstandjing mengkritik langkah gubernur yang lebih memilih membangun Masjid Al Jabbar daripada membenahi transportasi umum di Bandung raya.

Mengingat proyek pembangunan masjid menelan anggaran sekitar Rp1 triliun, tetapi pada saat bersamaan, warga mengeluh dengan kondisi transportasi publik di kawasan Bandung yang buruk. Padahal, Kang Emil dalam kampanyenya ingin memprioritaskan masalah penanganan macet.

"Bikin mesjid itu perbuatan mulia, dengan berwakaf jadi amal jariyah. Tapi kalau mesjid pakai dana APBD? Pembayar pajak itu berbagai kalangan. Akad bayar pajak BUKAN akad wakaf. Kalau di agama Islam, tdk sembarang dana bisa dipakai utk Mesjid!," tulis akun tersebut pada Minggu (1/2/2023).

Ridwan Kamil pun akhirnya buka suara. Mantan Wali Kota Bandung itu tak menampik bahwa ada masyarakat yang tak setuju atas pembangunan masjid itu karena niatnya adalah membayar pajak, bukan wakaf.

"Betul. Kewajiban anda adalah membayar pajak, namun hukum positif mengatakan, penggunaannya adalah wilayah kewenangan penyelenggara negara," kata Emil dikutip dalam akun Instagram pribadinya yang ditulis pada Rabu (4/1/203).

Ridwan Kamil kemudian mengatakan pada akun tersebut menyangkut urusan transportasi publik.

"Jika akang senang isu transportasi publik dan tidak suka masjid, silakan saja," ungkapnya.

Namun, menurut Emil, jutaan warga Jawa Barat melalui berbagai ormas Islam telah menitipkan aspirasi rakyat untuk membangun Masjid Raya Provinsi sejak tujuh tahun yang lalu. Mengingat selama ini Masjid Raya Provinsi mengkudeta masjid Agung Kota Bandung.

"Dan itulah yang kami lakukan: memenuhi dan membangun aspirasi rakyat. Demikian penjelasan saya, sekaligus edukasi untuk semua yang mau jernih berpikir dan belajar," ujar Ridwan Kamil.

Percakapan di Twitter yang dipindahkan Ridwan Kamil ke akun Instagram miliknya dengan menautkan akun @Outstandjing ternyata berdampak luas. Pemilik akun @Outstandjing mendapat banyak makian dari pengikut akun Ridwan Kamil.

Akun tersebut pun akhirnya membawa bukti komentar berisi makian di Instagram ke Twitter lagi. Sontak, isu itu menjadi ramai hingga Ridwan Kamil harus membuat klarifikasi di lini masa.

"Berinteraksi di media sosial pasti penuh dinamika. Apapun platformnya. Sukanya di Twitter silakan. sukanya di IG, di Tiktok silakan. Tdk ada satu platform lebih superior dari yang lain. Yang penting silakan kritisi/dialog. Dalam dialog selalu ada respon bijak, datar bahkan kasar," katanya lewat akun Twitter, @ridwankamil, Rabu (4/1/2023).

Emil mengaku, memang lebih sering berinteraksi dengan warga di Instagram daripada di Twitter. Alasan teknis itulah yang membuatnya membawa percakapan di Twitter ke Instagram.

Lagi pula, Ridwan Kamil mengaku tak ingin terjadi perang kicauan di lini masa jika perdebatan itu dilanjutkan.

"Saya berdialog dg @Outstandjing di IG kerena memang rutinitas update di sana, kemudian di mirror di Twitter. Debat dengan kritikus? Selalu coba direspon, tapi tidak perlu panjang kali lebar ala Twitwar. Saya cukup menyampaikan hak jawab saya. Setelahnya, pemirsa simpulkan masing-masing," jelasnya.

Ridwan Kamil pun kemudian mengutip hasil survei beberapa waktu lalu, yang menempatkan warganet Indonesia paling tidak sopan se-Asia. Gubernur juga tak ingin debat di Twitter malah sampai memicu emosi dan terucap kata kasar dari warganet.

"Kenapa netizen pada julid suka ngerujak? Ya itulah masalah kita bersama. Bahkan juara terkasar se-Asia Pasifik. Tipe begitu ada di kelompok mana-mana. Pemilik akun tidak ada daya mengontrol jempol follower. Yang ada adalah konsisten mengedukasi agar selalu sopan penuh adab," ucapnya.

Dia pun menjelaskan, warganet Twitter kerap lebih senang menyerang daripada fokus berdebat.

"Pengamatan saya, seringkali yang dibahas 'too much focusing on style over substance'. Apalagi fenomena akun-akun bodong atau akun nol posting selalu meriuhkan hal-hal nonsubstanstif, Padahal substansi debatnya sudah dibahas dan saling berargumentasi dengan baik. Hatur Nuhun," tegasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya