Liputan6.com, Ciamis - Upacara adat nyangku yang digelar masyarakat Panjalu, Ciamis, sudah ada sejak zaman Kerajaan Panjalu. Setiap tahunnya, masyarakat setempat akan rutin menggelar upacara adat ini.
Bukan tanpa alasan, masyarakat percaya upacara adat ini memiliki nilai-nilai yang baik bagi kehidupan mereka. Sehingga, masyarakat pun melestarikan tradisi warisan leluhur tersebut hingga saat ini.
Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, upacara adat nyangku dilaksanakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Upacara adat yang digelar pada Senin atau Kamis terakhir di Bulan Maulud (Rabiul Awal) ini juga dimaksudkan untuk mengenang jasa Prabu Sanghyang Borosngora sebagai Raja Panjalu.
Advertisement
Baca Juga
Prabu Sanghyang Borosngora memeluk agama Islam dan menyebarkan agama Islam di Panjalu. Dalam prosesinya, upacara adat nyangku dilakukan dengan prosesi adat penyucian benda-benda pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora dan para Raja.
Selain itu, benda-benda pusaka peninggalan Bupati Panjalu penerusnya yang tersimpan di Pasucian Bumi Alit juga disucikan. Benda-benda pusaka tersebut di antaranya pedang zulfikar, cis, keris komando, keris, pancaworo, bangreng, goong kecil, kujang, trisula. dan lainnya.
Pembersihan benda pusaka ini juga menjadi bentuk penghormatan masyarakat Panjalu terhadap leluhur Panjalu yang telah menyebarkan agama Islam. Lebih jauh lagi, upacara ini merupakan waktu untuk berpikir dan mengevaluasi diri dengan cara mengkritisi diri sendiri serta mengakui perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan norma adat dan agama.
Upacara adat ini juga melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari Yayasan Borosngora, sesepuh Panjalu, pemerintah desa, tokoh masyarakat, juru kunci makam keramat, keturunan Raja Panjalu, dan pihak terkait lainnya. Adapun prosesi upacara dimulai dari pengambilan air keramat (tirta kahuripan) dari paling sedikit tujuh mata air.
Air tersebut nantinya digunakan untuk membersihkan benda-benda pusaka. Mata air tersebut dipercaya sebagai petilasan Prabu Sanghyang Borosngora yang letaknya tersebar di dalam Desa Panjalu dan di luar Desa.
Mata air tersebut adalah mata air Situ Lengkong, Karantenan, Kapunduhan, Cipanjalu, Kubang Kelong, Pasangrahan, serta Kulah Bongbang Rarang dan Bombang Kancana. Air yang telah diambil kemudian disimpan di dalam tempat khusus dan ditawasul (diberi doa) oleh para santri selama 40 hari hingga hari pelaksanaan upacara adat nyangku tiba.
Tirta Kahuripan
Kemudian, dilaksanakan prosesi penyerahan tirta kahuripan dari sesepuh adat pengambil air kepada Ketua Yayasan Borosngora sebagai penanggung jawab pelaksanaan upacara adat nyangku. Pada malam sebelum upacara, diadakan pengajian dan pembacaan salawat Nabi di Pasucian Bumi Alit.
Kemudian, acara dilanjutkan dengan penampilan seni tradisi gembyung dan debus. Selanjutnya, prosesi upacara adat nyangku dimulai dengan pengambilan benda-benda pusaka yang tersimpan di Pasucian Bumi Alit.
Benda-benda pusaka terdebut kemudian dikirab menuju ke Pulau Nusa Gede yang berada di tengah danau yang bernama Situ Lengkong Panjalu.
Tempat tersebut merupakan tempat dimakamkannya Raja Panjalu, Prabu Hariang Kancana, dan Bupati Galuh terakhir, Cakranagara III, yang merupakan keturunan Prabu Sanghyang Borosngora. Benda-benda pusaka utama dibawa dengan cara digendong seperti menggendong bayi. Keturunan Raja Panjalu bertugas membawa benda pusaka tersebut.
Para sesepuh dan tokoh masyarakat Panjalu mengiringi kirab disertai dengan iringan kesenian gembyung dan lantunan salawat Nabi. Sesampai di Pulau Nusa Gede, dilakukan ritual tawasul atau pembacaan doa bagi arwah leluhur Panjalu di hadapan pusara Prabu Hariang Kancana.
Setelah itu, benda pusaka dibawa menuju Taman Borosngora untuk ritual pembersihan. Puncak upacara adat nyangku adalah pembersihan benda-benda pusaka dengan menggunakan tirta kahuripan dan jeruk nipis, kemudian dikeringkan dengan menggunakan tungku yang berisi kemenyan yang dibakar.
Kemudian, benda-benda pusaka tersebut diolesi minyak kelapa murni, dibungkus dengan daun kelapa muda, serta dililit kain putih. Setelah ritual pembersihan dalam upacara adat nyangku selesai, benda-benda pusaka tersebut diarak untuk disimpan kembali di Pasucian Bumi Alit.
Penulis: Resla Aknaita Chak
Advertisement