Pencabulan Guru Tari Pria di Sleman Dilakukan Sejak 2019, Korban Terpapar Lama Sampai Anggap Itu Hal Biasa

Menurut AKP Sandro, kebanyakan korban pencabulan guru tari pria berasal dari lingkungan tempat tinggal pelaku alias tetangganya sendiri di Sleman.

oleh Kukuh Setyono diperbarui 10 Okt 2024, 13:09 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2024, 13:09 WIB
Pencabulan Anak Sleman
Pelaku EDW di Polsek Gamping, Rabu (9/10/2024). Aksi pencabulan yang memakan 22 korban sudah dilakukan sejak 2019. (Kukuh Setyono).

Liputan6.com, DIY - Kapolsek Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta AKP Sandro Dwi Rahadian membenarkan sekitar 10 dari 22 korban pencabulan anak telah berhubungan seksual menyimpang dengan pelaku EDW. Dilakukan sejak 2019, beberapa korban mengalami perubahan pola pikir dan menganggap hubungan seksual menyimpang hal biasa.

"Pengakuan EDW, sebelumnya ia korban pencabulan berupa hubungan seksual menyimpang dari tetangga. 22 korban yang kita rilis kemarin merupakan para korban aksinya sejak 2019 sampai 2024," kata AKP Sandro, Kamis (10/10/2024).

Sedangkan korban lainnya, sebanyak 12 orang, Kapolsek menegaskan mereka mendapatkan pelecehan seksual berupa oral dan maturbasi seks oleh EDW. Kapolsek menyebut ada korban mengaku diajak berhubungan seksual menyimpang dengan pelaku 10-15 kali, dan ada pula yang seminggu dua kali.

Sedangkan dari berbagai komputer, polisi menemukan 15 video dan 10 foto rekaman hubungan menyimpang korban dan pelaku. Kemudian di handphone pelaku didapatkan lima video.

"Diketahui sebelum menjalankan aksinya, pelaku mengajak korban makan-makan bersama. Kemudian korban sasaran diajak masuk, dipertontonkan video porno untuk merangsang korban. Setelah terangsang baru pelaku bertindak," katanya.

Kebanyakan korban menurut AKP Sandro berasal dari lingkungan tempat tinggal pelaku alias tetangganya. Memang tercatat satu atau dua anak yang beralamatkan di Kota Yogyakarta.

Karena berlangsung lama dan berulang kali, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sleman, Wildan Solichin menyatakan hal itu berdampak pada perubahan pola pikir korban.

"Anak-anak yang menjadi korban, karena terpapar lama menganggap hal itu hal yang biasa, bukan sesuatu yang salah atau menyimpang. Perilaku ini tidak normal, menganggap perbuatan tidak normal sebagai sesuatu kegiatan yang normal," katanya.

Pendampingan Korban

Dinas P3AP2KB Sleman
Kepala Dinas P3AP2KB Sleman Wildan Solichin, Kamis (10/10/2024), pencabulan berulang kali berdampak berubahnya pola pikir korban dan menganggap itu hal biasa. (Dok Pribadi)

Saat ini pihaknya tengah memberi pendampingan kepada tiga korban yang direncanakan akan mendapatkan modifikasi perilaku untuk menormalkan kembali alam pikir dan menjadikan para korban anak-anak normal. Wildan menyatakan untuk waktu pemulihan belum dapat diperkirakan.

Dari kasus ini, Dinas P3AP2KB Sleman menurut Wildan mencatat hal penting yaitu orang tua tidak boleh abai pada aktivitas anak-anak mereka dan terus berkomunikasi dengan siapa dia menjalin relasi.

"Aktivitas di rumah pelaku tidak neko-neko seperti meminum minuman keras maupun narkoba. Kegiatannya positif, tapi ada kejahatan lain yang lebih jahat dari miras maupun narkoba," jelasnya.

Akibat perilaku seksual menyimpang lebih membahayakan dan mempengaruhi jiwa serta pola pikir korbannya yang merusak prinsip abadi kemanusiaan. Dinas P3AP2KB Sleman ingin melakukan gerakan massif menyadarkan ada bahaya mengancam di lingkungan sekitar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya