Liputan6.com, Flores Timur - Pemerintah Daerah Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini sedang melirik salah satu lokasi di Desa Lewolaga, kecamatan Titehena untuk merelokasi ribuan penyintas bencana Gunung Lewotobi Laki-laki.
Ironisnya, rencana penunjukkan lahan di Lewolaga itu tak pernah didiskusikan terlebih dahulu dengan tokoh masyarakat. Tanah seluas 100 hektar itu dilirik Pemda Flores Timur setelah lokasi pertama di Kobasoma dibatalkan Pemerintah Pusat.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Salah satu tokoh masyarakat Desa Lewolaga, Etmundus Deornay (58), meminta Pemerintah membuka ruang dialog bersama masyarakat pemilik lahan. Ia belum tahu lokasi mana yang dilirik pemerintah, namun lahan-lahan tersebut sebagian besarnya milik sejumlah suku secara komunal.
"Intinya harus bertemu kami dulu, kita perlu berdiskusi terkait penunjukkan lahan, ada di bagian mana juga kami belum tahu. Tanah itu bukan milik orang-perorangan saja, tapi milik ulayat suku bersama," ujar Etmundus, Rabu 20 November 2024.
Ia mengaku tidak ada niat menghalangi niat pemerintah untuk rencana relokasi ini. Namun, ia meminta ada dialog bersama agar tak ada konflik sosial di kemudian hari.
"Itu tanah milik suku bersama, 'Koten Kelen Hurit Maran'. Harus sampaikan ke pemerintah desa untuk memfasilitasi pertemuan kita," katanya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Rencana Relokasi
Penjabat Bupati Flores Timur, Sulastri Rasyid mengatakan pendekatan terhadap tokok adat sedang berjalan.
"Dari kita sudah fix (beres), sekarang sedang melakukan pendekatan," ungkap Sulastri.
Sulastri mengatakan, rencana relokasi terpadu di Desa Lewolaga menunjukkan tanda-tanda positif. Dia meminta dukungan semua pihak agar pembangunan sekira 2.900 unit rumah secepatnya dikerjakan.
"Insya Allah, doa banyak-banyak (kepastian lokasi di Lewolaga)," ucapnya.
Dia menambahkan, penyintas akan diberi surat pernyataan relokasi. Di dalam surat tertera tiga opsi, yaitu mengungsi terpadu dengan lahan yang disiapkan pemerintah, direlokasi mandiri di atas lahan sendiri, atau tak mau mengungsi dengan catatan tak menyoalkan pemerintah saat terjadi bencana susulan di kemudian hari.
Menurut Sulastri, penyintas bisa berkebun di lokasi lama, namun untuk tinggal permanen akan menimbulkan kekhawatiran jika bencana susulan kembali terjadi.
Advertisement