Liputan6.com, Gunungkidul - Masyarakat Gunungkidul menghadapi tantangan besar dalam menjaga keberlanjutan telaga-telaga sebagai sumber daya air utama. Saat ini, sejumlah telaga dilaporkan mengalami penurunan debit air bahkan kekeringan.
Kondisi ini dipicu oleh perubahan pola pemanfaatan air oleh masyarakat, yang kini lebih banyak mengandalkan sumber air alternatif seperti PDAM dan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas).
Akibatnya, banyak telaga yang terbengkalai, kehilangan fungsi ekologisnya, dan mulai ditinggalkan sebagai sumber air utama. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gunungkidul, Hari Sukmono, menyoroti bahwa perubahan pola ini menjadi penyebab utama menurunnya perhatian terhadap telaga.
Advertisement
"Sumber air di telaga yang dahulu menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat kini mulai kurang terpelihara," ujar Hari, Kamis (2/1/2025).
Hari menjelaskan bahwa ketergantungan masyarakat pada air permukaan dan sumber alternatif menyebabkan telaga-telaga kurang dimanfaatkan dan akhirnya terabaikan. Selain itu, endapan lumpur akibat sedimentasi serta pertumbuhan tanaman liar di sekitar telaga semakin mengurangi kapasitasnya untuk menyimpan air.
Kondisi ini diperparah oleh curah hujan yang semakin tidak menentu akibat dampak perubahan iklim global. Di wilayah dengan pola hujan musiman seperti Gunungkidul, perubahan ini berdampak signifikan terhadap ketersediaan air.
"Kerusakan lingkungan di sekitar telaga, seperti penggundulan hutan dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan, turut mengurangi kemampuan daerah tangkapan air untuk menyuplai air ke telaga," jelas Hari.
Faktor lain yang berkontribusi adalah eksploitasi sumber daya air tanah secara berlebihan, minimnya upaya konservasi, dan tingginya tingkat evaporasi di wilayah beriklim panas dan kering seperti Gunungkidul.
"Penguapan air dari telaga sangat tinggi, terutama ketika debit air sudah rendah," tambahnya.
Untuk mengatasi masalah ini, DLH menilai pentingnya edukasi kepada masyarakat tentang pelestarian telaga dan pentingnya menjaga daerah tangkapan air. Hari mendorong pemanfaatan teknologi untuk memanen air hujan sebagai salah satu solusi.
"Dengan bak penampungan air yang lebih efisien, masyarakat dapat kembali memanfaatkan air hujan seperti dulu. Berdasarkan kajian pakar dari UGM, air hujan memiliki pH yang aman untuk dikonsumsi," ujarnya.
Langkah Strategis
Di sisi lain, Sekretaris Daerah Gunungkidul, Sri Suharyanta, menyatakan bahwa pemerintah telah mengambil langkah strategis untuk meningkatkan akses air bersih. Pembangunan infrastruktur perpipaan melalui PDAM dan Pamsimas terus dilakukan, termasuk instalasi pengolahan air untuk mendukung kebutuhan masyarakat.
"Salah satu program unggulan kami adalah pembangunan instalasi pengolahan air (IPA), yang sudah beroperasi untuk menyediakan air bersih secara berkelanjutan," ungkap Sri.
Selain itu, upaya konservasi dilakukan melalui penanaman pohon di sekitar telaga, termasuk pohon flamboyan, yang berfungsi meningkatkan daya serap air tanah serta memperbaiki kualitas lingkungan. Sri menegaskan bahwa pelestarian telaga membutuhkan kolaborasi dari semua pihak, termasuk masyarakat dan kalangan investor.
"Setiap investasi di Gunungkidul harus melalui kajian lingkungan yang ketat untuk memastikan keberlanjutan fungsi hidrologi," tegasnya.
Pemerintah optimis bahwa kombinasi pendekatan konservasi, inovasi teknologi, dan edukasi masyarakat dapat mengatasi persoalan telaga di Gunungkidul. Langkah ini diharapkan tidak hanya memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat tetapi juga melestarikan ekosistem telaga sebagai bagian penting dari warisan lingkungan Gunungkidul.
Advertisement