Asal-usul hingga Pesan Moral Cerita Legenda Danau Maninjau Sumatera Barat

Di kampung yang sama, hiduplah seorang pemuda bernama Giran, putra dari Datuk Limbatang, yang juga merupakan paman dari Bujang Sembilan

oleh Panji Prayitno diperbarui 03 Feb 2025, 14:00 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2025, 14:00 WIB
Asal-Usul Hingga Pesan Moral Cerita Legenda Danau Maninjau Sumatera Barat
Pemandangan Danau Maninjau dari Kelok 34 (Liputan6.com/Novia Harlina)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Danau Maninjau merupakan sebuah danau indah di Sumatera Barat yang memiliki legenda yang turun-temurun diceritakan oleh masyarakat setempat.

Dirangkum dari berbagai sumber, legenda Danau Maninjau berkisah tentang asal-usul terbentuknya danau yang dipercaya berasal dari letusan dahsyat Gunung Tinjau. Dahulu kala, di sebuah perkampungan di kaki Gunung Tinjau, hiduplah sepuluh orang bersaudara yang dikenal sebagai Bujang Sembilan.

Mereka adalah sembilan saudara laki-laki dan satu adik perempuan bungsu bernama Sani. Kakak tertua mereka bernama Kukuban, yang dikenal sebagai pemimpin dalam keluarga dalam legenda Danau Maninjau.

Di kampung yang sama, hiduplah seorang pemuda bernama Giran, putra dari Datuk Limbatang, yang juga merupakan paman dari Bujang Sembilan. Suatu hari, ketika Datuk Limbatang berkunjung ke rumah Bujang Sembilan, tanpa diduga, Sani dan Giran saling jatuh hati.

Sejak saat itu, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Seiring berjalannya waktu, tibalah musim panen, dan sebagai bagian dari perayaan, diadakan pertandingan silat di kampung tersebut.

Para pemuda terbaik ikut serta dalam acara ini, termasuk Kukuban dan Giran. Saat pertandingan berlangsung, Kukuban harus berhadapan dengan Giran. Keduanya memiliki keterampilan silat yang luar biasa, sehingga pertarungan berlangsung sengit.

Namun, dalam satu kesempatan, Giran berhasil mengalahkan Kukuban dengan menangkis serangannya, hingga membuat Kukuban terjatuh dan mengalami patah kaki. Kekalahan itu menimbulkan rasa dendam yang mendalam di hati Kukuban.

Beberapa hari setelah pertandingan, Datuk Limbatang datang untuk melamar Sani bagi putranya, Giran. Namun, Kukuban menolak lamaran tersebut dengan alasan dendamnya terhadap Giran.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Nilai Penting

Ia bahkan menunjukkan bekas kakinya yang patah sebagai bukti kekalahannya di tangan Giran. Penolakan itu membuat Sani dan Giran sangat sedih. Mereka tidak ingin terpisah karena cinta mereka begitu tulus.

Untuk mencari jalan keluar, keduanya sepakat bertemu secara diam-diam di ladang. Saat sedang berbicara di ladang, sepotong ranting berduri tersangkut di sarung Sani hingga melukai pahanya.

Giran segera mengambil daun obat untuk menyembuhkan lukanya. Namun, tiba-tiba puluhan orang muncul dan menuduh mereka telah melakukan perbuatan terlarang. Meski Sani dan Giran mencoba membela diri, masyarakat yang telah dipengaruhi oleh Bujang Sembilan tetap menjatuhkan hukuman.

Mereka berdua diarak ke puncak Gunung Tinjau untuk dijatuhi hukuman. Sebelum menerima hukuman, Giran mengucapkan doa yang mengguncang alam.

"Jika kami bersalah, biarkan tubuh kami hancur di dalam kawah gunung ini. Namun, jika kami tidak bersalah, biarlah gunung ini meletus dan mengutuk Bujang Sembilan menjadi ikan."

Setelah berdoa, Giran dan Sani melompat ke dalam kawah gunung. Beberapa saat kemudian, gunung itu meletus dengan dahsyat, menghancurkan seluruh kampung. Bujang Sembilan yang sebelumnya menuduh mereka, dikutuk menjadi ikan-ikan yang kini mendiami Danau Maninjau.

Letusan itu menyisakan kawah besar yang lambat laun dipenuhi air dan membentuk danau yang indah, yang kemudian dikenal sebagai Danau Maninjau. Legenda tersebut memiliki makna dan mengajarkan beberapa nilai penting manusia semasa hidup.

Nilai penting tersebut yakni agar tidak mudah berprasangka buruk terhadap orang lain, karena bisa berujung pada ketidakadilan. Kemudian tidak menyimpan dendam, sebab kebencian hanya akan membawa kehancuran.

Terakhir adalah cinta sejati harus diperjuangkan, tetapi tetap harus diiringi dengan kebijaksanaan dan kesabaran. Danau Maninjau, selain menjadi destinasi wisata yang memukau, juga menyimpan kisah legenda yang penuh makna.

Kisah ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar selalu menjunjung tinggi keadilan, kepercayaan, dan kasih sayang dalam kehidupan.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya