Badan Geologi Sebut Mitigasi Banjir Jabodetabek-Punjur Harus Diperhatikan Aspek Geologi dan Hidrogeologi

Badan Geologi telah memberikan masukan pada kebijakan tata ruang di wilayah Jabodetabek-Punjur sejak tahun 1995.

oleh Arie Nugraha Diperbarui 13 Mar 2025, 22:46 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2025, 22:43 WIB
Bekasi Lumpuh, Banjir Rendam Perkumiman hingga Perkantoran
Foto selebaran yang diambil dan dirilis pada Selasa 4 Maret 2025 oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini menunjukkan gedung-gedung yang terendam banjir di Bekasi, Jawa Barat. (Foto oleh Handout/Badan Nasional Penanggulangan Bencana/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan mitigasi banjir yang menerjang wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) haru memerhatikan aspek geologi dan hidrogeologi.

Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, hal itu bertujuan untuk memperkuat pengelolaan cekungan air tanah (CAT) dan kawasan resapan guna mengurangi risiko banjir di masa mendatang.

"Mitigasi banjir bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek geologi dan hidrogeologi. Pengelolaan sumber daya air dan kawasan resapan merupakan kunci dalam menjaga keseimbangan lingkungan, terutama di wilayah perkotaan yang padat penduduk,” ujar Wafid dalam keterangannya ditulis Rabu (12/3/2025).

Wafid mengatakan Badan Geologi telah memberikan masukan pada kebijakan tata ruang di wilayah Jabodetabek-Punjur sejak tahun 1995.

Beberapa kontribusi penting yang telah dilakukan antara lain Penyusunan Peta Fungsi Konservasi Air Tanah dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Kawasan Puncak Jawa Barat pada 1995, sebagai dasar penyusunan Keppres Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor – Puncak – Cianjur.

"Kajian Geologi Lingkungan Kawasan Jabodetabek-Punjur yang menjadi dasar dalam penyusunan Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur," kata Wafid.

Selain itu, Wafid menambahkan kontribusi Badan Geologi lainnya adalah penyediaan data penyelidikan Geologi Terpadu 2019 untuk mendukung Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaaan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.

Ditambah pola ruang pada Perpres Nomor 60 Tahun 2020, diantaranya Kawasan Lindung Geologi berupa Kawasan Cagar Alam Geologi dan Kawasan Bentang Alam Karst, lokasi tapak TPPST Nambo di kabupaten Bogor; dan Cekungan Air Tanah (CAT) yang berada di Kawasan Jabodetabek-Punjur.

"Kami telah lama terlibat dalam penyusunan kebijakan tata ruang Jabodetabek-Punjur. Data dan kajian geologi yang kami sediakan menjadi dasar dalam menentukan kawasan lindung geologi dan kawasan imbuhan air tanah. Hal ini sangat penting untuk memastikan keseimbangan ekosistem air tanah serta mengurangi risiko banjir akibat alih fungsi lahan yang tidak sesuai,” tambah Wafid.

Wafid menekankan perlunya penguatan regulasi dan implementasi kebijakan pengelolaan air tanah untuk mendukung mitigasi banjir.

Langkah strategis yang menjadi fokus antara lain meminta peninjauan ulang Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaaan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur dengan aspek geologi antara lain meliputi litologi, geomorfologi, hidrogeologi, struktur geologi, dan kebencanaan geologi.

"Memulihkan daya resap air dilakukan melalui evaluasi Kawasan Resapan dan penerapan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) di Kawasan Puncak Bogor-Cianjur sebagaimana telah dilakukan pada tahun 1995 dalam rangka mendukung Keppres Nomor 114 Tahun 1999," jelas Wafid.

Ditambah meningkatkan kemampuan imbuhan air tanah sesuai amanat PP Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, antara lain melalui penerapan Zero Delta Q Policy dan pembuatan sumur resapan/imbuhan.

Wafid menuturkan langkah srategis lainnya yakni engawasan dan pengendalian pengambilan air tanah sesuai dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan aturan pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

"Mitigasi secara integratif dengan rangka pemulihan neraca air dan pengendalian banjir (limpasan air permukaan) yang memperhatikan kondisi geologi, perlu dilaksanakan oleh berbagai pihak sesuai kewenangannya, melalui pengendalian aliran permukaan, revitalisasi setu/waduk, sumur resapan dan konservasi mekanika lahan," ungkap Wafid.

Wafid menegaskan perlu adanya mitigasi penurunan muka tanah yang merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya intensitas bencana banjir.

Wafid menyebut perlunya peninjauan ulang terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur dengan memperhatikan aspek geologi, termasuk litologi, geomorfologi, hidrogeologi, serta potensi bencana geologi.

“Mitigasi bencana banjir harus dilakukan secara ilmiah dan terintegrasi, melibatkan berbagai pihak dengan dasar data geologi yang akurat. Kami siap menyediakan kajian dan analisis geologi untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis risiko, guna menciptakan kebijakan pembangunan yang lebih berkelanjutan," tandas Wafid.

Wafid optimistis bahwa pengelolaan air tanah yang lebih baik serta penerapan kebijakan tata ruang berbasis geologi dapat menjadi solusi jangka panjang dalam mengatasi permasalahan banjir di Jabodetabek-Punjur jika langkah-langkah strategis yang telah disusun dilaksanakan.

Promosi 1

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya