Kisah Permaisuri Sultan HB V yang Dibuang dari Istana

Bersama permaisuri Sultan HB V, turut dibuang pula putra mahkota.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 05 Jul 2017, 03:02 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2017, 03:02 WIB
Cerita Tentang Permaisuri Sultan HB V yang Dibuang dari Istana
Bersama permaisuri Sultan HB V, turut dibuang pula putra mahkota ke Manado, Sulawesi Utara.

Liputan6.com, Liputan6.com, Manado - Haji Mohammad Albuchari (80) punya cerita tentang keberadaan makam dua anggota keluarga Kesultanan Yogyakarta di Manado, Sulawesi Utara. Kedua makam itu, yakni Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang merupakan permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) V dan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga.    

Tak heran memang karena ternyata laki-laki keturunan Kiai Modjo dari Kampung Jawa Tondano (Jaton), Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulut, ini selama lebih 20 tahun sudah menjadi juru kunci makam tersebut.

"Sejak dibuang ke Manado oleh pemerintah kolonial Belanda dan dikucilkan dari Kesultanan Yogyakarta, Kanjeng Ratu dan Putra Mahkota tinggal di Kampung Pondol," ujar Ustaz, sapaan akrab Albuchari saat ditemui di kediamannya, Kampung Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan Wenang, Manado, Senin, 3 Juli 2017.

Kampung Pondol dulunya terletak tepat di tepi Pantai Manado. Namun setelah pengembangan pantai melalui reklamasi di akhir 1990-an, lokasi itu berubah menjadi pusat perbelanjaan megah.

"Kampung Pondol ini dulunya terbagi dua. Yang pertama Pondol Keraton sebagai tempat tinggal Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan yang kedua Pondol Raden Mas," tutur Ustaz.

Di Kampung Pondol Raden Mas itu, berdiri salah satu masjid tertua di Kota Manado. Tepat di belakang masjid, sebuah rumah sederhana ditempati Albuchari bersama keluarganya.

"Ayah saya KH Abdurahman Albuchari adalah keturunan salah satu pengikut Kiai Modjo, yakni Kiai Guzali. Namun karena mewarisi garis keturunan dari nenek, maka marga Guzali hilang, dan kami menggunakan Albuchari," tutur sulung dari lima bersaudara ini.

Saat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton masih hidup, KH Abdurahman Albuchari yang pindah dan berdomisili di Manado adalah orang yang menarik iuran dari para penghuni di Kampung Pondol Keraton dan Pondol Raden Mas.

"Ada semacam keraton kecil di Pondol ini karena di sana ada para bangsawan. Selain Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga, ada juga kaum bangsawan dari keraton Surakarta dan kerajaan di Palembang," ungkap Albuchari.

Kompleks permukiman Pondol Keraton dan Pondok Raden Mas sempat hancur ketika pihak sekutu mengebom markas pertahanan Jepang di Manado.

Bekas perang yang tersisa adalah bom yang kini tertimbun proyek reklamasi. Sementara, di kompleks permukiman Pondol Keraton dan Pondok Raden Mas tersisa sejumlah rumah tua peninggalan keluarga bangsawan.

Albuchari menyebutkan, keturunan Putra Mahkota Kesultanan Yogyakarta itu kemudian mendiami kawasan kampung Pondol. "Tetapi kemudian dari mereka ada yang kembali ke Jawa," ujar laki-laki yang masih tetap enerjik di usia senja ini.

Saat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga dibuang ke Manado, turut serta sejumlah pengawal dan keluarga dekat mereka. Termasuk di dalamnya adalah Kyai Modjo, penasehat agama sekaligus panglima perang Pangeran Diponegoro.

Pembuangan keluarga inti kerajaan Yogyakarta itu dilatarbelakangi masalah politik internal akibat intervensi penjajah Belanda saat itu. Namun, tak ada penjelasan kapan permaisuri dan putra mahkota Sultan HB V dibuang ke Manado.

"Putra Mahkota meninggal terlebih dahulu di tahun 1901, sementara permaisuri Kanjeng Ratu Sekar Kedaton menyusul di tahun 1918," ujar dia.

Tak Pernah Dikunjungi Keluarga Keraton Yogya

Cerita Tentang Permaisuri Sultan HB V yang Dibuang dari Istana
Haji Mohammad Albuchari (80), juru kunci makam permaisuri dan putra mahkota Sultan HB V. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Kompleks pemakaman keluarga Sri Sultan HB V yang terletak di Kelurahan Mahakeret Barat, Kecamatan Wenang, hanya berjarak sektar 400-an meter dari rumah Albuchari. Hingga sekarang, ia sudah menjadi juru kunci yang merawat kompleks pekuburan itu selama 20-an tahun.

Dia mengisahkan, dalam kurun waktu itu ada banyak keluarga keturunan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga yang datang berziarah. "Mereka juga memberikan bantuan untuk perawatan kompleks pemakaman. Banyak dari mereka yang sukses bekerja di Jawa," ujar Albuchari.

Awalnya kompleks pemakaman itu terbagi menjadi tiga, yakni untuk etnis Borgo (blasteran Minahasa, Belanda, Spanyol), Cina, dan Jawa. Kemudian, pekuburan Cina dibongkar dan dibangun Persekolahan Kristen, di bagian tengah.

"Kompleks Pemakaman Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putra mahkota Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga tetap dibiarkan berdiri karena dianggap merupakan keturunan keraton," kata Albuchari.

Sejak beberapa tahun terakhir ini, Albuchari tidak lagi memegang kunci kompleks pemakaman. Kunci itu sidah diserahkan ke salah satu mantan abdi dalem Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, yakni Sukardi Soepredjo.

Sukardi adalah ayah dari mantan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Yastie Soepredjo, yang kini menjabat Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara.

"Beberapa waktu lalu ada keluarga keturunan Sri Sultan HB V yang datang. Namun mereka tidak bisa ke makam karena kuncinya ada pada Sukardi, yang saat itu lagi di Bolaang Mongondow mengikuti pelantikan anaknya sebagai bupati," tutur Albuchari.

Albuchari mengaku selama menjadi juru kunci belum ada pihak keraton Yogyakarta yang datang berkunjung ke kompleks pemakaman itu. Begitu pula saat Sultan HB X dan istri berkunjung ke Sulawesi Utara pada 30 Juni - 2 Juli 2017 lalu untuk mengikuti Gebyar Ketupat dan Munas Keluarga Jaton di Minahasa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya