Hingga Akhir 2015, Gerak IHSG Bakal Terus Tertekan

Pada kuartal I 2015 kemarin, beberapa emiten besar atau yang tergolong blue chip memang membukukan kinerja yang tak terlalu baik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 28 Mei 2015, 17:52 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2015, 17:52 WIB
Sempat Pecahkan Rekor, IHSG Kini Anjlok
IHSG ditutup terkoreksi tajam 0,94% ke 5.197,12 pada perdagangan Selasa (9/9/14), setelah sempat ditutup di rekor tertinggi baru 5.246,48 pada Senin. (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Kinerja pasar modal Indonesia diperkirakan akan terus mengalami tekanan sampai akhir 2015 ini. Salah satu sentimen yang menjadi penekan kinerja pasar modal nasional adalah kinerja pertumbuhan ekonomi yang kemungkinan besar tidak akan mencapai target pemerintah.

Head of Equity PT Mandiri Sekuritas, John Rahmat menjelaskan, kinerja pasar modal yang tercermin dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak side way atau bahkan minus jika dibandingkan dengan penutupan tahun lalu yang ada di level 5.226,95.

"Jika dibandingkan pada tahun lalu akan minus. Mungkin sekarang side way terus turun," kata dia di Jakarta, Kamis (28/5/2015). Sayangnya John tidak mengungkapkan perkiraan level IHSG sampai akhir 2015.

Ia melanjutkan, ada sejumlah sentimen yang mewarnai kinerja IHSG sampai akhir tahun nanti. Di antaranya, proyeksi perekonomian dalam negeri yang diperkirakan tidak terlalu baik.

Pelemahan pertumbuhan ekonomi tersebut memang sudah terlihat. Berdasarkan data Badan Pusat Statisitik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen.

Pertumbuhan ekonomi mengalami tekanan karena dipengaruhi melemahnya perekonomian di China. Penyebab lainnya pelemahan harga minyak mentah dunia. Kemudian penurunan nilai ekspor dan impor di kuartal I dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

John mengatakan, laba yang dibukukan oleh emiten yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar juga bakal menjadi sentimen penekan IHSG. "Penampilan laba perusahaan tidak mendukung valuasi yang setinggi sekarang," ujar dia.

Pada kuartal I 2015 ini, beberapa emiten besar memang membukukan kinerja yang tak terlalu baik. Contohnya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang hanya mampu mencatatkan kenaikan laba 4,8 persen menjadi Rp 5,36 triliun.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatatkan pertumbuhan laba 3,5 persen menjadi Rp 6,14 triliun.

Sedangkan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) mencatatkan kenaikan laba 14 persen menjadi Rp 796,8 miliar.

Tak berhenti di situ, merebaknya isu bongkar pasang jabatan atau reshuffle juga mempengaruhi kinerja IHSG. Hal ini mengingat, jabatan pemerintah menentukan arah perekonomian ke depan.

John mengatakan, faktor terakhir ialah kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). John beranggapan kenaikan suku bunga The Fed tidak akan terjadi pada tahun ini.

Alasannya, inflasi Amerika Serikat (AS) tidak terlalu tinggi, lalu pertumbuhan ekonomi di kuartal I hanya 0,2 persen. John bilang, sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan minus sehingga The Fed menunda kenaikan suku bunga. "Faktor global meski Fed fund rate tidak akan naik sampai tahun depan, akan ada gelombang ketakutan lagi, akan berdampak besar pada rupiah," ujarnya.

Untuk saat ini, laju IHSG diperkirakan masih mendatar. Namun, geraknya akan berubah menimbang sentimen mana yang lebih cepat menghantam indeks saham. "Mungkin sekarang side way terus turun, kalau laba Juli keliatan, kalau katalisnya reshuffle lebih cepat, kalau Fed fund rate September," tandas dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya