Isu Politik Tak Pengaruhi Minat Investor Asing Buat Belanja Saham

Industri pasar modal Indonesia cukup stabil dalam beberapa bulan terakhir, meskipun terdapat beberapa gejolak politik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 16 Feb 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2017, 17:00 WIB
Industri pasar modal Indonesia cukup stabil dalam beberapa bulan terakhir, meskipun terdapat beberapa gejolak politik.
Industri pasar modal Indonesia cukup stabil dalam beberapa bulan terakhir, meskipun terdapat beberapa gejolak politik.

Liputan6.com, Jakarta Industri pasar modal Indonesia cukup stabil dalam beberapa bulan terakhir, meskipun terdapat beberapa gejolak politik. Hal tersebut tercermin dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus berada di kisaran 5.300-5.400.

Kepala Riset dan Strategis PT Bahana Sekuritas Harry Su mengatakan, kondisi ini mencerminkan jika investor asing tak terlalu menaruh perhatian khusus pada kondisi politik dalam negeri.

"Dengan indeks 5.300-5.400 saat ini kelihatannya ini asing belum begitu mengikuti politik kita. Mereka posisinya, tidak aware mereka berharap oke-oke saja. Jadi Ahok menang dan juga mungkin tidak bersalah untuk forecase-nya," kata dia di Graha CIMB Niaga Jakarta, Kamis (16/2/2017).

Pemilihan kepala daerah (Pilkdada) Jakarta berlangsung sengit. Perhitungan cepat atau quick count calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 2 dan 3 memiliki selisih tipis. Hal memungkinkan terjadi pemilihan babak dua.

"Result berdasarakan quick count rata-rata kalau dari seluruh yang kita dapatkan average 17 persen kandidat satu, 43 persen kandidat dua, 40 persen kandidat tiga. Cukup ketat untuk di babak kedua ini. Tentunya memperebutkan 17 persen," kata dia.

Pilkada Jakarta tahun ini tak jauh beda dengan Pilkada periode sebelumnya di tahun 2012. Di mana, hasil perhitungan memiliki selisih tipis. Namun, dia mengakui, calon Gubernur Basuki Tjahaja Purnama memiliki prestasi yang lumayan baik kendati diterpa isu agama.

"Apa yang terjadi 2012 waktu itu ada Pak Jokowi dan Ahok. Mereka 42,6 persen. Sebetulnya menurut Saya, prestasi Ahok lumayan meski ada isu keagamaan penistaan dan lain-lain, masih 43 persen cukup bagus. Karena tahun 2012 pun cuma sekitar 43 persen. Babak dua itu 53,8 persen," jelas dia.

Harry mengatakan, pada bulan November 2016 terjadi penjualan saham besar-besaran. Dia menuturkan, hal ini merupakan kombinasi dari dua sentimen yakni terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) dan kondisi politik dalam negeri yakni aksi demontrasi di Jakarta.

"Memang keluarnya asing ini lebih dikarenakan kejadian pemilihan Presiden Trump. Kalau lokal jualan November karena politik domestik. Mereka jualan bareng dengan alasan yang beda," pungkas dia. (Amd/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya