Usai Tertekan Dalam, Wall Street Mampu Berbalik Arah

Sektor teknologi dan barang konsumsi menjadi sektor yang memiliki kinerja sangat baik pada perdagangan selasa.

oleh Arthur Gideon diperbarui 07 Feb 2018, 05:11 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2018, 05:11 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Wall Street mampu menguat kembali pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) usai mengalami tekanan yang cukup dalam pada perdagangan sebelumnya.

Mengutip Reuters, Rabu (7/2/2018), Dow Jones Industrial Average naik 567,02 poin atau 2,33 persen menjadi 24.912,77. Untuk indeks acuan S&P 500 naik 46,2 poin atau 1,74 persen menjadi 2.695,14.

Sedangkan Nasdaq Composite bertambah 148,36 poin atau 2,13 persen menjadi 7.115,88.

Sektor teknologi dan barang konsumsi menjadi sektor yang memiliki kinerja sangat baik pada perdagangan selasa. Sedangkan properti menjadi sektor yang tertekan dan satu-satunya sektor yang berada di zona merah dalam indeks S&P 500.

"Wall Street mampu kembali menguat meskipun mengalami tekanan yang cukup dalam dalam beberapa hari terakhir karena adanya sentimen dari ekonomi global," jelas analis BNY Mellon Investment Management, New York, Alicia Levine.

Pelemahan yang cukup tajam pada perdagangan sebelumnya memang sudah cukup lama dinanti oleh investor karena bursa saham Amerika Serikat (AS) ini terus mencetak rekor tertinggi.

Kenaikan Wall Street ini diharapkan bisa berlangsung dengan tenang atau lebih stabil melihat kenaikan sebelumnya yang volatilitasnya cukup tinggi.

Penurunan Terbesar sejak 2011

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Pada perdagangan sebelumnya, wall street alami koreksi tajam dalam dua hari. Bahkan indeks saham Dow Jones catatkan penurunan terbesar sejak Agustus 2011.

Indeks saham Dow Jones melemah lebih dari 1.800 poin sejak Jumat pekan lalu. Wall street tergelincir 4,6 persen pada Senin waktu setempat. Indeks saham Dow Jones alami penurunan besar sejak Agustus 2011, selama krisis utang Eropa.

Tekanan terjadi di bursa saham Amerika Serikat (AS) berdampak ke bursa saham global. Sebagian besar indeks saham acuan antara lain di Jepang, Hong Kong, dan Australia turun tajam pada Selasa pagi.

Kekhawatiran investor terhadap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve  menjadi sentimen negatif. Investor khawatir bank sentral AS akan agresif untuk menaikkan suku bunga dan dilakukan lebih cepat.

"Saya tidak khawatir dengan langkah ini. Ini adalah langkah the Federal Reserve. Jika Anda tidak berpikir ada inflasi, Anda tidak berpikir the Federal Reserve akan bersikap agresif seperti yang diperkirakan, saat ini waktu beli," ujar Joe VaVorgna, Ekonom Natixis seperti dikutip dari laman CNBC.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya