Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 7,05 persen selama sepekan pada 25-29 Januari 2021. IHSG ditutup ke posisi 5.862,35 pada penutupan perdagangan saham 29 Januari 2021.
Mengutip laporan Ashmore, penurunan IHSG terbesar sejak September 2020. Penutupan IHSG tersebut termasuk terendah pada awal 2021. Meski demikian, investor asing masih catat aksi beli mingguan sebanyak USD 39 juta atau sekitar Rp 547,24 miliar (asumsi kurs Rp 14.031 per dolar AS).
Pada pekan ini ada sejumlah sentimen pengaruhi bursa saham global termasuk Indonesia. Terkait COVID-19, perusahaan bioteknologi Novavax menyatakan telah menggelar uji coba vaksin tahap 3 dan memiliki efikasi 89,3 persen.
Advertisement
Baca Juga
Pengumuman itu disampaikan pada Kamis pekan ini, dan perseroan menyatakan kalau vaksin tersebut juga efektif untuk melawan varian baru COVID-19.
Uji coba tersebut juga dilakukan di Inggris. Vaksin tersebut dinyatakan efikasi 95,6 persen melawan COVID-19 dan varian baru yang ditemukan di Inggris dikenal dengan B.1.17 dengan efikasi 85,6 persen.
Sentimen lainnya dari the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang mempertahankan kebijakan suku bunga acuan dekati nol pada pertemuan pertama 2021. Selain itu, the Federal Reserve juga tetap mempertahankan kebijakan moneternya.
"Itu laju pemulihan aktivitas ekonomi dan pekerjaan telah berkurang belakangan ini, dengan kelemahan terkonsentrasi di sektor paling terpengaruh oleh pandemic,” dikutip dari pernyataan the Federal Open Market Committee.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kekhawatiran Investor
Dari internal, aliran dana investasi asing ke Indonesia meningkat 5,5 persen year on year menjadi Rp 111,1 triliun pada Desember 2020.
Lalu bagaimana dengan pasar saham yang terjadi akhir-akhir ini seiring tekanan terhadap IHSG?
Pada pekan ini, IHSG alami penurunan terpanjang untuk sementara. Mulai dari saham kapitalisasi kecil yang tertekan kemudian terjadi penurunan di saham unggulan terutama sektor perbankan. Hal ini terjadi ketika sejumlah emiten bank merilis kinerja keuangan kuartal IV 2021.
Ashmore melihat ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangkan oleh investor. Pertama, data COVID-19 dan potensi keterlambatan dalam distribusi vaksin dapat menawarkan risiko penurunan untuk estimasi pendapatan.
Kedua, kekhawatiran atas tapering atau pengurangan stimulus the Federal Reserve pada pekan ini menjadi tidak berdasar.
Advertisement
Investor Ritel Meningkat
Selain itu, pelaku pasar juga mengabaikan SWF. Ashmore melihat volatilitas meningkat pada Januari mungkin mencerminkan peningkatan kepemilikan investor ritel terutama pada kuartal IV 2020.
Berdasarkan data Ashmore, komposisi kepemilikan investor institusi dan domestik ritel 50:50 membuat pergerakan investor ritel terkoordinasi sehingga menghasilkan peningkatan volatilitas.
Ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga AS dan China. Begitu juga dengan kegelisahan di pasar menjadi normal. Investor ritel lebih didorong oleh berita ketimbang institusi. Investor ritel juga biasanya memiliki investasi jangka pendek. Setelah aksi jual, Ashmore melihat valuasi Indonesia kembali menarik.
“Belum ada perubahan mendasarkan apa pun harapan pasar dalam pandangan kami. Ssecara konservatif memperkirakan pertumbuhan earning per share (eps) 12 persen pada 2021. Hal ini didorong distribusi vaksin sesuai jalur. Kami lihat momen ini untuk masuk di pasar saham,” demikian dikutip dari laporan Ashmore.