Menebak Harga Bitcoin pada 2022 Usai Alami Tekanan

Sentimen China dan the Federal Reserve menekan harga bitcoin hingga sentuh USD 30.000. Lalu bagaimana ke depan?

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 01 Jul 2021, 13:54 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2021, 13:53 WIB
Bitcoin - Image by VIN JD from Pixabay
Bitcoin - Image by VIN JD from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Harga Bitcoin sempat turun signifikan pada kuartal kedua 2021. Hal ini tak terlepas dari tindakan keras China, kekhawatiran Federal Reserve Amerika Serikat yang mulai mengurangi program stimulus.

Dilansir Coindesk, Kamis (1/7/2021), mata uang kripto paling terkenal itu diperdagangkan mendekati USD 34.824, Rabu 29 Junin2021. Angka tersebut turun hampir 41 persen untuk periode April hingga Juni.

Penurunan yang terjadi pada Bitcoin menghentikan kemenangan beruntun empat kuartal yang membuat grafik harga naik enam kali lipat menjadi hampir USD 60.000.

Kuartal yang kuat secara historis dimulai dengan catatan positif, dengan harga bitcoin reli ke rekor USD 64.801 menjelang debut Nasdaq dari pertukaran kripto Coinbase pada 14 April 2021.

Namun, momentum itu terhenti pada minggu berikutnya. Sejak saat itu pasar tampak lemah dan terpukul, terlebih di pertengahan Mei CEO Tesla menghapus bitcoin sebagai alternatif pembayaran.

Tak hanya itu, China juga memberikan larangan penambangan kripto dan kekhawatiran akan pelonggaran stimulus oleh Fed memperkuat langkah penurunan. Hal ini membuat harga turun ke level terendah selama empat bulan yakni USD 30.000.

Sejak itu, bitcoin diperdagangkan di kisaran USD 30.000 hingga USD 40.000, kecuali penurunan singkat ke USD 28.600 pada 22 Juni. Sentimen telah berubah cukup bearish, sebagaimana dibuktikan oleh perdagangan tanpa arah setelah keputusan El Salvador untuk mengadopsi cryptocurrency sebagai alat pembayaran.

CEO Delta Exchange, Pankaj Balani memperkirakan kenaikan bisa saja kembali dalam waktu dekat.

"Bitcoin sedang dalam fase konsolidasi, dan kami pikir ini dapat berlangsung hingga September. Sejak puncaknya pada bulan April, minat institusional telah berkurang, dan ada kekurangan likuiditas baik dari korporasi maupun pembeli ritel," katanya.

Balani juga menyebut, kripto tetap rentan terhadap kelemahan apa pun di sisi makro dan bisa turun ke rintangan sebelumnya dan berubah menjadi support USD 19.666 jika terjadi penghindaran risiko berbasis luas.

Meski demikian, saat ini pasar tradisional tidak menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Terlepas dari pembicaraan hawkish Fed baru-baru ini, S&P 500, indeks ekuitas acuan Wall Street berada di jalur dan diprediksi naik 8 persen di kuartal kedua.

Sementara itu, emas dinilai sebagai investasi aman, meski kenaikan yang didapat hanya 2 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Kondisi Pasar Berbeda

Bitcoin - Image by Benjamin Nelan from Pixabay
Bitcoin - Image by Benjamin Nelan from Pixabay

Bagaimanapun, situasi bisa saja berubah jika ekonomi AS terus berakselerasi, menghidupkan kembali kekhawatiran pengetatan awal Fed.

Beberapa pengamat tetap optimistis dan menggambarkan paralel dengan aksi jual beli pada 2013. Saat itu bitcoin jatuh dari USD 250 menjadi USD 45 pada April. Setelah kenaikannya terhenti, harga melonjak menjadi empat angka pada November.

"Meskipun saya tidak berpikir bagian bawahnya ada, pasar terlihat seperti 2013, dan bitcoin dapat melihat pompa besar,” kata John Lilic, alumni ConsenSys, penasihat Polygon dan paus Dfinity.

Chief operating officer dan salah satu pendiri Stack Funds, Matthew Dibb tidak menyetujui skenario 2013, dengan mengatakan struktur pasar saat ini sama sekali berbeda.

"Dari perspektif analisis teknis, penurunan kuartal kedua adalah kemunduran. Bitcoin masih dalam tahap kemajuan parabola," ujarnya.

Dibb menuturkan, penembusan kisaran saat ini dapat membawa reli menuju USD 85.000 pada Maret 2022.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya