Brexit Bikin Marks&Spencer Putar Otak Jalani Bisnis di Eropa

Brexit menyebabkan terhambatnya rantai pasokan toko. Kualitas produk tidak lagi sama.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2021, 22:01 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2021, 22:00 WIB
Peretail Inggris Marks & Spencer akan Pangkas 7.000 Pekerja
Orang-orang berjalan melewati cabang Marks and Spencer di London, Selasa (18/8/2020). Peretail Inggris, Marks & Spencer pada Selasa (18/8) mengumumkan rencananya untuk memangkas 7.000 pekerja dalam tiga bulan ke depan di tengah pandemi COVID-19. (AP Photo/Kirsty Wigglesworth)

Liputan6.com, Jakarta - Marks&Spencer (MAKSY), perusahaan ritel yang menjual pakaian, produk rumah tangga, dan produk makanan menutup 11 tokonya di Prancis akibat Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Brexit menyebabkan terhambatnya rantai pasokan toko. Kualitas produk tidak lagi sama. Pada Kamis, 16 September 2021, ritel di Inggris mengatakan setelah peristiwa Brexit, proses ekspor menjadi terlalu panjang dan kompleks sehingga mempersulit untuk mendapatkan produk sayuran segar. Misalnya untuk keperluan bahan sandwich dan salad.

Produk tersebut berasal dari Inggris dan dibawa ke Eropa. Ia pun menyarankan agar Marks&Spencer menutup tokonya di akhir tahun ini, terutama yang berada di pusat kota Paris dan toko yang dijalankan bersama mitra waralaba.

"Kompleksitas rantai pasokan yang terjadi setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa membuat hampir mustahil bagi kami untuk menyajikan produk segar dan dingin kepada pelanggan dengan standar tinggi seperti yang mereka harapkan, sehingga berdampak berkelanjutan pada kinerja bisnis kami," kata Managing Director M&S internasional Paul Friston, dikutip dari laman CNN, Jumat (17/9/2021).

Perusahaan yang berpusat di London, Inggris ini baru membuka tokonya di Paris pada 2011 setelah keluar dari Prancis pada 2001. Sembilan toko Marks & Spencer yang ada di Prancis dijalankan dengan sistem kerja sama (waralaba) dengan Lagardere sebagai mitra.

Toko-toko tersebut berlokasi di bandara dan stasiun kereta api dan masih terus beroperasi. M&S mengatakan sedang berdiskusi dengan Legardere mengenai masa depan toko makanannya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Brexit Tambah Tekanan

Peretail Inggris Marks & Spencer akan Pangkas 7.000 Pekerja
Sebuah bus melewati cabang toko Marks and Spencer di London, Selasa (18/8/2020). Peretail Inggris, Marks & Spencer pada Selasa (18/8) mengumumkan rencananya untuk memangkas 7.000 pekerja dalam tiga bulan ke depan di tengah pandemi COVID-19. (AP Photo/Kirsty Wigglesworth)

Brexit telah menambah tekanan pada rantai logistik perusahaan M&S. Yang mana sudah terhimpit dan kekurangan akibat pandemi berbading terbalik dengan permintaan konsumen yang mulai bangkit.

Pemerintah Inggris mengumumkan mereka akan menunda pengenalan pemeriksaan impor makanan dari Uni Eropa selama enam bulan hingga Juli 2022. Hal ini didasari karena supermarket yang masih berjuang untuk menjaga rak agar tetap penuh.

Dengan begitu masyarakat Inggris tidak kehabisan persediaan makanan. Produsen makanan dan perusahaan transportasi di Inggir juga merasakan dan menyalahkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Kekurangan pekerja memaksa mereka untuk memangkas produksi dan sulitnya pengiriman barang agar sampai tepat waktu.

Asosiasi Pengangkutan Jalan mengatakan Inggris kekurangan sekitar 100.000 pengemudi truk, 20.000 di antaranya adalah warga negara Uni Eropa yang meninggalkan negara itu setelah Brexit.

Keluarnya Inggris dari Uni Eropa membuat M&S harus memutar otak untuk mengubah struktur bisnisnya di Eropa. Pada April, Marks&Spencer berhenti menjual semua produk segar dan dingin di Republik Ceko. Ini menyebabkan harga produk menjadi dua kali lipat dan produk juga tidak tahan lama.

 

Reporter: Ayesha Puri

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya