Liputan6.com, New York - Aksi jual saham pada 2022 meningkat pada perdagangan Senin, 13 Juni 2022. Hal itu juga membuat indeks S&P 500 jatuh ke level terendah baru pada 2022, dan ditutup di wilayah bearish. Koreksi di wall street terjadi karena kekhawatiran resesi tumbuh menjelang pertemuan kunci the Federal Reserve pada pekan ini.
Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 turun 3,8 persen menjadi 3.749,63, dan menandai level terendah sejak Maret 2021.
Baca Juga
Penurunan indeks acuan itu mendorong kerugian dari rekor Januari menjadi lebih dari 21 persen. Indeks saham acuan ditutup di wilayah pasar bearish atau turun lebih dari 20 persen dari level tertingginya. Terakhir kali saham berada di pasar bearish pada Maret 2020 saat awal pandemi COVID-19.
Advertisement
Indeks acuan Dow Jones pun turun 876,05 poin atau 2,79 persen ke posisi 30.516,74 atau sekitar 17 persen dari rekor tertinggi. Indeks Nasdaq susut 4,68 persen ke posisi 10.809,23 sehingga membawa koreksi lebih dari 33 persen.
Rata-rata indeks acuan mencapai sesi terendah dalam 30 menit terakhir setelah laporan Wall Street Journal menyarankan the Federal Reserve atau the Fed akan mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga 0,75 persen pada Rabu,15 Juni 2022, lebih dari kenaikan 50 basis poin yang saat ini diharapkan.
Di sisi lain, harga treasury atau surat utang pemerintah AS turun mendorong imbal hasil bertenor 10 tahun mencatat pergerakan kenaikan terbesar sejak Maret 2020. Selain itu, bitcoin ambles 15 persen.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kekhawatiran Resesi
Dalam satu titik, setiap saham di indeks S&P 500 bergerak melemah. Hanya lima saham yang ditutup di zona hijau.
Pergerakan itu terjadi karena investor terus mencerna laporan inflasi yang lebih panas dari perkiraan pada Jumat pekan ini. The Fed juga bersiap menaikkan suku bunga pada akhir pekan ini.
“Siapa pun yang ingin menjadi bullish tidak dapat menemukan apa pun untuk dijadikan pegangan,” ujar Founding Partner Cresset Capital Jack Ablik dikutip dari laman CNBC, Selasa (14/6/2022).
Ia menambahkan, dengan suku bunga naik, arah ekonomi tidak pasti. “Tidak ada apa pun di luar sana saat ini dengan valuasi yang dipertanyakan,” kata dia.
Kekhawatiran Resesi Tumbuh
Saham Boeing, Salesforce dan American Express masing-masing turun 8,7 persen, 6,9 persen dan 5,2 persen menyeret Dow Jones tertekan. Hal ini karena kekhawatiran resesi meningkat. Saham teknologi juga terpukul. Saham Netflix, Tesla dan Nvidia melemah lebih dari 7 persen. Hal ini karena indeks Nasdaq sentuh level terendah baru dalam 52 minggu dan level terendah sejak November 2020.
Saham perjalanan juga tergelincir pada awal pekan ini karena Carnival Corporation dan Norwegian Cruise Line masing-masing anjlok sekitar 10 persen dan 12 persen. Saham Delta Air Lines turun lebih dari 8 persen. Sementara itu, saham United jatuh sekitar 10 persen.
Advertisement
Sektor Saham Tertekan
Semua sektor utama di indeks S&P 500 merosot ke zona merah yang dipimpin oleh energi. Sektor saham energi susut lebih dari 5 persen. Saham konsumsi, layanan komunikasi, teknologi informasi dan utilitas semuanya turun lebih dari 4 persen.
Pergerakan dramatis yang lebih rendah dapat menunjukkan investor mengambil untung dan memposisikan ulang portofolionya. “Dan mungkin menandakan bahwa pasar berada dalam “tahap kapitulasi,” ujar Chief Investment Officer Sanctuary Wealth Jeff Kilburg.
Adapun hal itu karena aksi jual di pasar saham, dan suku bunga jangka pendek melonjak pada awal pekan ini. Imbal hasil surat utang atau obligasi bertenor 10 tahun naik lebih dari 20 basis poin lebih tinggi ke atas 3,3 persen karena investor terus bertaruh the Fed mungkin harus lebih agresif untuk menekan inflasi.
Harga berbanding terbalik dengan imbal hasil dan satu basis poin sama dengan 0,01 persen. Imbal hasil treasury dua tahun naik 30 basis poin menjadi sekitar 3,3 persen.
Kripto Anjlok
Pergerakan bursa saham pada awal pekan ini juga terjadi setelah indeks acuan pekan lalu mencatat penurunan mingguan terbesar sejak akhir Januari 2022. Hal ini karena investor semakin khawatir kenaikan inflasi akan mengarahkan ekonomi ke dalam resesi.
Biro Statistik Tenaga Kerja melaporkan, indeks hagra konsumen AS naik bulan lalu sebesar 8,6 persen dari tahun lalu. Kenaikan tercepat sejak Desember 1981. Kenaikan itu melampaui harapan ekonom.
Harga bensin juga mencapai di atas USD 5 per galon selama akhir pekan ini. Hal ini semakin meningkatkan kekhawatiran atas kenaikan inflasi dan penurunan kepercayaan konsumen.
Sementara itu, bitcoin jatuh di bawah USD 24.000 pada awal pekan ini dan mencapai level terendah sejak 2020 karena investor hindari aset berisiko termasuk kripto. Hal ini dilakukan karena kenaikan suku bunga. Kabar itu mendorong saham perusahaan terkait kripto termasuk Coinbase dan Microstrategy masing-masing turun 11 persen dan 25 persen.
“Bitcoin telah menjadi pengukur yang bagus dari ambang risiko investor untuk saham,” ujar Chief Market Technician MKM Partners, JC O’Hara.
Ia menuturkan, banyak aksi beli tahun lalu yang masih terjebak sehingga dengan mudah dapat melihat 19.500. “Itu akan menjadi pembacaan bearish untuk saham,” kata dia.
Advertisement
Menanti Rapat The Fed
Investor telah melihat ke depan hingga Rabu, ketika the Fed akan mengumumkan setidaknya kenaikan suku bunga 50 basis poin.
Bank sentral telah menaikkan suku bunga dua kali pada 2022, termasuk kenaikan 50 basis poin pada Mei dalam upaya cegah lonjakan inflasi baru-baru ini. Sejumlah ekonom percata the Fed bahkan dapat menaikkan suku bunga 0,75 persen pada pekan ini setelah laporan inflasi Jumat pekan lalu.
Jika sejarah adalah panduan apa pun, aksi jual ini akan berlanjut. Data dari Bespoke Investment Group menunjukkan sejak Perang Dunia II ada 14 pasar bearish pada penutupan dan rata-rata. Indeks S&P 500 telah turun rata-rata 30 persen dengan penutupan yang berlangsung 359 hari.
Di tengah aksi jual pada Senin pekan ini, investor harus mempertahankan “postur defensif” di bidang seperti kebutuhan pokok konsumen, dan perawatan kesehatan. “Saham-saham ini mungkin tidak membukukan keuntungan besar tetapi dapat mengungguli relatif terhadap sektor lain,” ujar dia.
Ia melihat emas sebagai tempat berlindung yang aman bahkan saat harga jatuh pada hari itu, bersama dengan perusahaan yang membayar dividen secara keseluruhan.