Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau disebut BTN akan menambah modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). BTN akan menerbitkan saham sebanyak-banyaknya 4,6 miliar saham seri B dengan nilai nominal Rp 500 per saham.
Rencana rights issue tersebut telah mendapatkan persetujuan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Selasa, 18 Oktober 2022. Adapun harga pelaksanaan (exercise price) dan rasio rights akan disampaikan di dalam prospektus final, setelah mendapatkan pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga
"RUPSLB juga menyetujui pemberian kewenangan kepada Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Perseroan untuk melaksanakan segala tindakan yang diperlukan berkaitan dengan rights issue," ujar Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).
Advertisement
Haru mengatakan, dari penerbitan saham baru ini, BTN menargetkan dana Rp4,13 triliun dengan rincian sebanyak Rp2,48 triliun merupakan penyertaan modal negara (PMN) dan sisanya sekitar Rp1,65 triliun dari pemegang saham publik. Setelah rights issue, persentase saham pemerintah tidak mengalami perubahan dan tetap menjadi pemegang saham pengendali.
"Standby buyer 60 persen pemerintah dan 40 persen publik, publik itu dari asing dan lokal. Dan cukup tersebar, tentu kami akan nanti melakukan marketing, road show baik dalam dan luar negeri. Putusan RUPS dan prospek ke depan, pemegang saham yang ada mudah-mudahan jadi standby buyer dengan story bagus BTN," tutur Haru saat konferensi pers RUPSLB BTN.
Dana Rights Issue
Haru menuturkan, dana rights issue setelah dikurangi biaya-biaya akan dipakai untuk penyaluran kredit perseroan dalam rangka mendukung program perumahan nasional, terutama program pemerintah sejuta rumah.
"Masalah ekuitas ini kita naikkan. CAR BTN di bawah rata-rata 11 bank terbesar. Jadi kita harapkan tambahan ini, kemampuan untuk bisa berikan kredit ke depan jadi lebih besar," ujar dia saat konferensi pers RUPSLB BTN.
Ia menuturkan, untuk penyaluran pembiayaan melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk 200 ribu unit pada 2022. Jumlah FLPP itu bertambah menjadi 220 ribu unit pada 2023. “BTN fokus diperumahan, dan meningkat dalam lima tahun terakhir dari 860 ribu unit menjadi 1,32 juta unit. Itu adalah daya dorong penambahan modal tersebut,” Haru menambahkan.
Haru optimistis dengan rights issue ini juga sebagai upaya mempermudah akses pembiayaan perumahan untuk masyarakat. Terutama pada 2023 yang cukup menantang.
"Kondisi 2023 cukup challenging situasi makro ekonomi tidak pasti, peningkatan suku bunga, perang dagang, kenaikan harga komoditas, inflasi, hitung akurat 2023, upayakan berkinerja maksimal, apalagi disetujui rights issue ini kita makin yakin dan upaya untuk permudah akses masyarakat ke BTN,” tutur dia.
Advertisement
Alasan Rights Issue
Selain itu, Haru memaparkan sejumlah faktor yang melatarbelakangi rights issue yang dilakukan perseroan. Pertama, kebutuhan perumahan Nasional masih sangat tinggi. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, backlog kepemilikan rumah pada tahun 2021 adalah sebesar 12,7 juta rumah tangga.
"Perseroan memiliki peran strategis dalam mempercepat penyelesaian backlog kepemilikan rumah melalui pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), khususnya kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” ujar dia.
Kedua, dalam rangka mempercepat penyelesaian backlog perumahan tersebut, perseroan menargetkan pembiayaan perumahan sebanyak 1,32 juta unit hingga 2025. Selain menyediakan akses pembiayaan perumahan, perseroan juga akan bekerjasama dengan pengembang untuk mengembangkan hunian yang terjangkau bagi generasi milenial.
Ketiga, perseroan terus mengembangkan bisnis dalam ekosistem perumahan, salah satunya melalui ekspansi bisnis di sepanjang rantai pasok perumahan dan mengembangkan ekosistem perumahan digital sebagai sumber pertumbuhan baru ke depannya.
Untuk mewujudkan rencana bisnis tersebut, lanjut dia, perseroan membutuhkan peningkatan kapasitas dalam penyaluran kredit. Dengan rencana rights issue ini, perseroan dapat memperkuat posisinya sebagai bank terbesar ke-5 di Indonesia dari sisi aset.
Adapun proyeksi bisnis Perseroan pada 2025 di antaranya aset di atas Rp550 triliun, kredit tumbuh di atas 14 persen dalam lima tahun, ROE di atas 16 persen dan rasio kecukupan modal (CAR) terjaga pada tingkat yang optimal untuk mendukung bisnis.
Berdayakan UMKM
"Rights issue ini juga akan memperkuat peran perseroan sebagai agent of development, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Rencana penerbitan saham baru ini, diharapkan akan meningkatkan kemampuan perseroan dalam rangka mendukung Program Perumahan Nasional, khususnya Program Pemerintah Sejuta Rumah,” papar Haru.
Ada pembangunan konstruksi perumahan, lanjut dia, akan memberdayakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini seiring 90 persen bahan konstruksi perumahan adalah produk lokal.
Selain itu, rights issue ini juga akan memperluas lapangan pekerjaan di sektor perumahan dan juga mengoptimalkan 174 sub sektor industri terkait perumahan yang akan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.
"Rights issue akan mampu meningkatkan value creation Perseroan. Dengan bisnis yang bertumbuh, Perseroan dapat meningkatkan dividen dan pajak,” ujar dia.
Terkait tanggal pelaksanaan rights issue, seperti cum date, ex date dan periode perdagangan rights akan disampaikan setelah mendapatkan persetujuan dewan komisaris dan pernyataan efektif dari OJK.
"Kami optimistis rights issue akan optimal karena seluruh dana yang diperoleh akan kami pergunakan untuk menyalurkan kredit. Ini menjadi ikhtiar bersama untuk meningkatkan jumlah MBR dan milenial yang memiliki hunian layak,” ujar Haru.
Advertisement