Wall Street Betah di Zona Merah Setelah Imbal Hasil Obligasi Melonjak

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 90,22 poin atau 0,30 persen menjadi 30.333,59.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Okt 2022, 07:12 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2022, 07:12 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot dalam perdagangan yang bergejolak pada Kamis, 20 Oktober 2022. Wall street tertekan seiring investor menimbang beberapa laporan laba dan mengawasi pasar obligasi seiring imbal hasil obligasi AS terus menguat.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 90,22 poin atau 0,30 persen menjadi 30.333,59. Indeks S&P 500 terpangkas 0,80 persen menjadi 3.665,78. Indeks Nasdaq turun 0,61 persen menjadi 10.614,84. Indeks Dow Jones sempat naik hampir 400 poin pada sesi perdagangan yang tinggi tetapi koreksi seiring imbal hasil obligasi AS menguat.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mencapai level tertinggi 4,239 persen pada Kamis, 20 Oktober 2022.

Imbal hasil obligasi ini diperdagangkan pada level yang tidak terlihat sejak 2008. Kenaikan suku bunga telah menjadi hambatan bagi saham sepanjang 2022 karena bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) mencoba dan meredam tekanan inflasi yang tidak terlihat dalam dekade.

“Selama kebijakan resmi adalah untuk membuat pasar saham turun sehingga orang kurang kaya, jadi mereka membeli lebih sedikit barang sehingga harga berhenti naik, semua tanpa melakukan apa-apa tentang kebijakan fiskal, kami percaya postur yang benar adalah menjadi bearish pada saham dan bullish pada inflasi,” ujar David Einhorn dari Greenlight Capital, seperti dikutip dari CNBC, Jumat (21/10/2022).

Saham telah menurun selama dua hari berturut-turut, tetapi rata-rata indeks acuan masih naik lebih dari dua persen pada pekan ini.

Beberapa laporan laba yang kuat membatasi koreksi pasar. Saham AT&T dan IBM masing-masing naik 7,7 persen dan 4,7 persen setelah mengalahkan perkiraan kinerja untuk kuartal terbaru.

Saham Tesla Merosot

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Di sisi lain, saham Tesla turun lebih dari 6 persen setelah produsen kendaraan listrik itu memperkirakan kehilangan target pengiriman 2022. Perseroan juga membukukan pendapatan kuartalan yang meleset dari harapan analis.

Imbal hasil treasury yang meningkat adalah salah satu alasan mengapa banyak analis skeptis pasar dapat  mempertahankan reli dalam waktu dekat, meski musim laporan laba kuartal III 2022 sejauh ini lebih baik dari yang diharapkan.

“Dugaan kami adalah laba akan cukup baik untuk menjaga pasar dalam kisaran perdagangan, tetapi tidak cukup untuk mengirimnya kembali ke pertengahan musim panas yang tinggi dan mengingat sifat kebijakan moneter yang tertinggal, dalam waktu tidak tepat di pasar,” ujar Michael Shaoul dari Marketfield Asset Management dalam catatannya.

Ia menambahkan, suku bunga AS akan terus ke posisi tertinggi sehingga membantu dolar AS mengalahkan mata uang lainnya.

Imbal Hasil Obligasi AS

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mencapai 4,22 persen pada perdagangan Kamis pekan ini setelah melonjak lebih dari 20 basis poin dalam dua sesi. Ahli obligasi mengatakan, langkah itu terlalu cepat dan tenor 10 tahun harus mulai menemukan titik henti.

"Saya pikir 4 persen masuk akal. 4,22 persen telah menjadi tidak terikat, kami tidak membutuhkan 10 tahun untuk bertindak seperti saham meme. Itu tidak sehat,” ujar Michael Schumacher dari Wells Fargo.

Imbal hasil yang bergerak berlawanan dengan harga telah bergerak lebih tinggi di tengah kekhawatiran the Federal Reserve akan lebih agresif. Bank sentral akan tetap dalam kebijakan memperketat kebijakan moneternya.

Head of BlackRock iShares Investment Strategy, Gargi Chaudhuri menuturkan, selama imbal hasil terus bergerak lebih tinggi, saham akan terpukul. “Bisakah kita melihat 25 basis poin lagi? Saya pikir mungkin. Kami mencapai level di mana kami bisa mencapai puncaknya tetapi pasar bisa meluas,” ujar dia.

Ia menambahkan, pasar terlalu berlebihan tetapi hal menjadi berlebihan di kedua sisi, terutama saat memasuki sisa tahun ini dan pengetatan kuantatif terus terjadi.

Penutupan Wall Street pada 19 Oktober 2022

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS)  atau wall street melemah pada perdagangan saham Rabu, 19 Oktober 2022. Wall street berjuang untuk memperpanjang reli di tengah kenaikan tajam imbal hasil obligasi AS atau treasury.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Nasdaq melemah 0,85 persen ke posisi 10.680,51. Indeks S&P 500 turun 0,67 persen ke posisi 3.695,16. Indeks Dow Jones tergelincir 99,99 poin atau 0,33 persen ke posisi 30.423,81. Koreksi wall street ini mengakhiri penguatan beruntun selama dua hari meski pun rata-rata indeks acuan menguat pada pekan ini.

Musim laporan laba dimulai dengan awal yang solid, tetapi imbal hasil obligasi AS tetap tinggi pada Rabu pekan ini menunjukkan kekhawatiran resesi masih ada. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun tetap tinggi sekitar 4,136 persen, level tertinggi sejak 23 Juli 2008.

“Jika Anda menjaga hal-hal sederhana dan mengatakan treasury 10 tahun bebas risiko yang pada dasarnya sebagian besar kelas aset lain di dunia diberi harga. Itu akan menyebabkan pasar berombak di seluruh papan,” ujar co-CIO dan Chief Market Strategist Truist Advisory Services, Keith Lerner, seperti dikutip dari CNBC, Kamis (20/10/2022).

Ia menambahkan, pasar secara keseluruhan agak tergantung di sana. “Saya tidak ingin mengatakannya dengan baik, tetapi tidak seburuk yang dapat diberikan bahwa 4 persen adalah garis demarkasi yang benar-benar menekan saham,” ujar Lerner.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya