Potensi Besar, BNI Buka Peluang Pembiayaan Hijau

BNI terus mengembangkan portofolio berkelanjutan sehingga membuka peluang pembiayaan hijau untuk danai proyek yang memiliki manfaat lingkungan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Jan 2023, 21:08 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2023, 21:05 WIB
Gedung BNI (Dok: BNI)
BNI berupaya menjadi bank dengan praktik ESG terbaik di Indonesia melalui sustainability linked loan (SLL). (Dok: BNI)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI atau BNI memiliki komitmen untuk mengembangkan praktik usaha berkelanjutan sejalan dengan agenda global. BNI mulai proaktif memperkenalkan Sustainability Linked Loan (SLL), di mana salah satu aspek utama SLL adalah pemberian insentif bagi nasabah untuk memperbaiki aspek ESG dalam bisnis.  

Sepanjang 2022, BNI telah menyalurkan SLL sebesar USD 355 juta atau ekuivalen Rp 5,3 triliun yang disalurkan kepada debitur top tier di sektor industri prioritas, seperti fast-moving consumer goods dan manufaktur. Direktur Risk Management BNI, David Pirzada mengatakan, langkah-langkah inovatif dalam mendorong SLL akan terus diperkuat, khususnya dalam rangka upaya BNI menjadi bank dengan praktik ESG terbaik di Indonesia.

"Tahun ini BNI juga terus mengembangkan sustainable portofolio yang saat ini berkembang dengan cukup baik. Potensi pengembangan sustainable portfolio khususnya pada pembiayaan hijau juga sangat besar terutama di kategori energi terbarukan. Hal ini juga seiring dengan kebijakan pemerintah RI untuk mengurangi operasional PLTU dan juga meningkatkan bauran energi dari energi baru terbarukan,” kata David dalam Public Expose Full Year 2022 BNI, Selasa (24/1/2023).

Peluang pengembangan green banking juga didukung oleh potensi perkembangan electric vehicle atau EV yang cukup menjanjikan di masa depan. Selanjutnya, pembiayaan hijau terkait transportasi ramah lingkungan dan gedung berwawasan lingkungan juga akan meningkat seiring dengan perluasan pembangunan infrastruktur transportasi umum dan juga proyek-proyek pembangunan green toll.

"Oleh karena itu, BNI membuka peluang pembiayaan hijau untuk mendanai proyek-proyek yang memiliki manfaat lingkungan,” imbuh David.

Selain penyaluran SLL, sepanjang 2022 BNI mencatat pembiayaan pada Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) mencapai Rp 182,9 triliun atau 28,5 persen dari total portofolio kredit BNI.   Sustainable portfolio ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat melalui pembiayaan segmen kecil sebesar Rp 123,2 triliun; pengelolaan bisnis ramah lingkungan dan sumber daya alam hayati sebesar Rp 19,7 triliun; energi baru dan terbarukan sebesar Rp 10,9 triliun; pembiayaan untuk pencegahan polusi sebesar Rp 4 triliun; serta Sustainable Portfolio lainnya sebesar Rp 25,1 triliun.

 

 

Komitmen BNI Pada Keuangan Berkelanjutan

Direktur BNI David Pirzada saat paparan publik kinerja keuangan 2022 PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Selasa (24/1/2023) (Foto: tangkapan layar/Pipit I.R)
Direktur BNI David Pirzada saat paparan publik kinerja keuangan 2022 PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Selasa (24/1/2023) (Foto: tangkapan layar/Pipit I.R)

Sebelumnya, Direktur Risk Management BNI, David Pirzada mengungkapkan, sebagai bank pionir Green Banking dan motor penggerak pelaksana Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) di Indonesia, perseroan berkomitmen menginternalisasi prinsip keuangan berkelanjutan pada nilai-nilai, budaya kerja, strategi perusahaan, kebijakan operasional, serta sistem dan prosedur operasional perseroan.

Komitmen ini salah satunya diwujudkan dalam Sustainable Portofolio yang BNI lakukan untuk sektor-sektor ramah lingkungan. Sepanjang 2022 pembiayaan pada Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) mencapai Rp 182,9 triliun atau 28,5 persen dari total portofolio kredit BNI.

Sustainable Portfolio ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat melalui pembiayaan segmen kecil sebesar Rp 123,2 triliun; pengelolaan bisnis ramah lingkungan dan sumber daya alam hayati sebesar Rp 19,7 triliun; energi baru dan terbarukan sebesar Rp 10,9 triliun; pembiayaan untuk pencegahan polusi sebesar Rp 4 triliun; serta Sustainable Portofolio lainnya sebesar Rp 25,1 triliun.

BNI juga memiliki komitmen untuk mengembangkan praktik usaha berkelanjutan sejalan dengan agenda global. BNI mulai proaktif memperkenalkan Sustainability Linked Loan (SLL), di mana salah satu aspek utama SLL adalah pemberian insentif bagi nasabah untuk memperbaiki aspek ESG dalam bisnis mereka. Sepanjang tahun 2022, BNI telah menyalurkan SLL sebesar USD 355 juta atau ekuivalen Rp 5,3 triliun yang disalurkan kepada debitur top tier di sektor industri prioritas, seperti Fast-Moving Consumer Goods dan manufaktur.

"Kami juga menawarkan pricing yang menarik sebagai insentif bagi debitur dalam rangka meningkatkan pencapaian aspek ESG dalam bisnis usaha mereka sesuai jangka waktu yang telah disepakati. Untuk jangka panjang, kami ingin terus meningkatkan inisiatif tersebut agar menjadi bank dengan praktik ESG terbaik di Indonesia,” kata David.

BNI Cetak Laba Tertinggi Sepanjang Sejarah pada 2022

Gedung PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. (Dok BNI)
Gedung PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. (Dok BNI)

Sebelumnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI berhasil menutup 2022 dengan mencetak kinerja impresif dan melampaui konsensus pasar. Hal ini tercermin dari laba bersih konsolidasi yang tercatat Rp 18,31 triliun, tumbuh signifikan 68 persen Year-on-Year (YoY), dan merupakan perolehan laba bersih tertinggi sepanjang sejarah BNI.

"Kinerja yang prima ini terwujud melalui kerja keras seluruh insan BNI dalam menjalankan kebijakan strategis yang ditetapkan, di tengah periode pemulihan ekonomi 2022 serta upaya memastikan agenda transformasi perusahaan terus berjalan sesuai dengan blueprint," kata Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar dalam Public Expose Full Year 2022 BNI, Selasa (24/1/2023).

Total kredit yang disalurkan pada 2022 telah mencapai Rp 646,19 triliun, tumbuh di atas target awal perusahaan yaitu mencapai 10,9 persen YoY, diikuti dengan Net Interest Margin (NIM) yang terjaga di posisi 4,8 persen. Pertumbuhan kredit yang sehat ditopang oleh ekspansi bisnis dari debitur top-tier dan bisnis turunannya yang berasal dari value chain debitur.

Dari sisi likuiditas, BNI berhasil mencatatkan pertumbuhan Current Account Saving Account (CASA) yang kuat sebesar 10,1 persen YoY, yang dihasilkan dari strategi perseroan untuk membangun transaction-based CASA, melalui penyediaan solusi keuangan dan transaksi yang komprehensif dan reliable.

Pertumbuhan fee-based income (FBI) pun tercatat sebesar 8,7 persen YoY menjadi Rp 14,8 triliun. Hal ini dicapai dengan melakukan pergeseran pola pertumbuhan FBI untuk mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan biaya transfer melalui program BI Fast sejalan dengan trend menurunnya transaksi transfer antar bank.

"BNI secara inovatif berhasil menumbuhkan pendapatan non bunga yang memberi value-added bagi nasabah. Contohnya di retail banking, fitur billpayment atau pembayaran tagihan saat ini berkontribusi lebih dari Rp 300 miliar ke pendapatan, atau tumbuh 18 persen YoY,” beber Royke.

 

 

 

BNI Tekan Rasio NPL

Gedung BNI
Gedung BNI (Dok: BNI)

Selain itu, di segmen Business Banking, BNI semakin aktif dalam memfasilitasi sindikasi dan mampu berkontribusi hampir Rp 1 triliun ke pendapatan non bunga, atau naik 100 persen dibandingkan tahun lalu.

Hasil kinerja yang positif ini berdampak pada Pre-provisioning Operating Profit (PPOP) yang dibukukan sebesar Rp 34,4 triliun atau tumbuh 10,8 persen YoY. Selain itu, upaya perbaikan kualitas kredit melalui kebijakan perkreditan yang efektif mampu menekan rasio NPL sebesar 90 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 2,8 persen.

Jumlah kredit yang direstrukturisasi dengan stimulus Covid juga terus menurun nilainya menjadi Rp 49,6 triliun atau setara dengan 7,8 persen dari total kredit. Penurunan di kuartal lalu terutama berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak pandemi seperti restoran, hotel, tekstil dan konstruksi, hal ini mengindikasikan bahwa bisnis debitur di sektor tersebut mulai kembali pulih.

Tren positif pada kualitas aset ini juga mendorong pembentukan beban CKPN menjadi lebih rendah sehingga Cost of Credit membaik dari 3,3 persen di tahun sebelumnya menjadi 1,9 persen.

"Pertumbuhan PPOP yang kuat dan diikuti dengan perbaikan kualitas aset ini membuat kami mampu menutup 2022 dengan capaian yang menggembirakan. Laba bersih ini adalah tertinggi sepanjang sejarah dan berada di atas ekspektasi pasar,' kata Royke.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya