Liputan6.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan di sektor jasa keuangan.
Sebagai gambaran, Jokowi menyinggung skandal yang belum lama ini melibatkan perusahaan milik orang terkaya India, Gautam Adani.
Diketahui, kejatuhan Adani dipicu hasil temuan Hindenburg Research yang menuding perusahaan melakukan manipulasi pasar dan skandal penipuan akuntansi.
Advertisement
"Hati-hati ada peristiwa besar minggu kemarin, Adani, di India. Makronya negara bagus, mikronya ada masalah, hanya satu perusahaan, Adani kehilangan USD 120 mililiar. Pengawasan jangan sampai ada yang lolos seperti itu karena goreng-gorengan Rp 1.800 triliun. itu seperempatnya PDB India hilang," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023).
Kasus ini berimbas pada pasar modal setempat, di mana banyak dana asing yang kabur atau terjadi capital outflow. Lantaran, investor juga mengalami kekhawatiran untuk berinvestasi di negara tersebut. Selain kasus Adani, Jokowi juga menyinggung beberapa entitas dalam negeri yang juga menimbulkan masalah serupa agar dapat diberantas ke depannya melalui pengawasan yang lebih ketat.
"Menggoreng-goreng pas dapat ya enak. Tapi sekali kepleset seperti Adani India hati-hati. Jadi saya minta betul urusan asuransi utamanya, pinjaman online, investasi, itu dilihat betul jangan sampai kejadian seperti yang sudah-sudah, seperti Asabri, Jiwasraya. (Kerugiannya) Rp 17 triliun, 23 triliun. Ada lagi Indosurya, Wanaartha, sampai Unit Link,” ujar Jokowi.
Perusahaan Investasi di Wall Street Berisiko Terdampak Tekanan Saham Adani
Sebelumnya, saham perusahaan Grup Adani India ambles selama seminggu terakhir, usai publikasi laporan kritis ekstensif dari perusahaan short-seller Hindenburg Research AS.
Melansir CNBC, Minggu, 5 Februari 2023, saham perusahaan di seluruh perusahaan Grup Adani telah mengalami aksi jual besar-besaran yang membuat total kerugian grup Adani melewati USD 110 miliar atau setara dengan Rp 1.637 triliun (asumsi kurs Rp 14.889 per dolar AS) pada penutupan Jumat.
Setelah laporan Hindenburg menuduh konglomerat tersebut melakukan manipulasi saham yang kurang ajar dan skema penipuan akuntansi selama beberapa dekade. Meski begitu, Gautam Adani, dengan keras membantah telah melakukan kesalahan.
Adani Enterprises telah menderita kerugian terbesar di antara banyak perusahaan yang terdaftar di grup yang lebih luas, kehilangan lebih dari 60 persen kapitalisasi pasarnya atau lebih dari USD 30 miliar antara publikasi laporan pada 24 Januari dan penutupan perdagangan Kamis.
Grup Adani dengan tegas menyangkal tuduhan tersebut, menyebut mereka tidak lain hanyalah kebohongan dari "Madoffs of Manhattan" dalam balasan setebal 413 halaman yang gagal menenangkan sentimen investor yang gelisah dan mengendalikan aksi jual yang cepat.
Adani memiliki 64 persen saham Adani Enterprises Keluarga Adani SB memegang 55,27 persen, sedangkan 8,73 persen dimiliki oleh Adani Tradeline Pvt Ltd, di mana Gautam dan saudaranya Rajesh Adani menjadi direktur pengendali.
Pemegang saham terbesar ketiga, sebesar 4,02 persen, adalah Perusahaan Asuransi Jiwa India milik negara. Menteri Urusan Parlemen India Pralhad Joshi mengatakan pemerintah tidak ada hubungannya dengan masalah Adani.
"Tidak ada hubungannya dengan masalah Adani," kata Pralhad, dikutip dari CNBC, Minggu (5/2/2023).
Advertisement
Daftar 20 Pemegang Saham Teratas
Daftar 20 pemegang saham teratas Adani Enterprises juga mencakup dua nama terbesar di wall street, antara lain Vanguard memiliki 0,75 persen saham, sementara BlackRock Fund Advisors memegang 0,57 persen dan BlackRock Advisors (U.K.) Ltd memiliki 0,17 persen saham.
Meski demikian, juru bicara Vanguard dan BlackRock tidak segera menanggapi permintaan komentar dari CNBC. Elara Capital, yang saat ini memiliki 1,7 persen saham Adani Enterprises, merupakan pemegang saham institusional terbesar hingga Februari 2022.
Hindenburg menuduh dana Elara yang berbasis di Mauritius sebagai bagian dari rencana untuk memanipulasi harga saham perusahaan milik Grup Adani dan menyembunyikan berapa banyak yang dimiliki keluarga. Elara sejak itu melepas 72 persen saham yang dipegangnya di perusahaan, menurut data FactSet.
Jo Johnson, saudara laki-laki mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, mengundurkan diri pada Rabu dari perannya sebagai direktur Elara, menurut Companies House. Elara Capital dan Johnson tidak segera menanggapi permintaan komentar dari CNBC.