Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI menyambut baik dan mendukung rencana Pemerintah mengenai penerbitan kebijakan hapus tagih kredit UMKM.
Sekretaris Perusahaan BRI Agustya Hendy Bernadi menuturkan, kebijakan tersebut selaras dengan komitmen Perseroan dalam berkontribusi terhadap pertumbuhan segmen UMKM dan perluasan akses pembiayaan dalam rangka percepatan inklusi keuangan.
"Rencana hapus tagih kredit UMKM ini dinilai tidak berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan serta kelangsungan usaha Perseroan,” kata Agustya dalam keterbukaan informasi, ditulis Senin (14/8/2023).
Advertisement
BRI sebagai perusahaan terbuka, dalam menjalankan aktivitas bisnis dan operasional akan senantiasa menerapkan prinsip good corporate governance, serta berpedoman pada ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Diberitakan sebelumnya, bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus tahu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan sinyal persetujuan terkait rencana penghapusan kredit macet UMKM di perbankan nasional.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengaku kredit macet UMKM yang dihapus nilainya bisa sampai Rp 5 miliar. Meski di tahap pertama batasan kredit macet UMKM dihapuskan maksimal kredit Rp 500 juta.
"Pekan lalu, saya bertemu Presiden Jokowi dan Presiden setuju rencana menghapus kredit UMKM yang macet di perbankan," kata Teten Masduki dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 9 Agustus 2023.
Namun, dia menegaskan penghapusan kredit macet UMKM di bank ini tidak begitu saja diberikan. Ada persyaratan harus dipenuhi. Seperti diberikan khususnya bagi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Tidak semua kredit UMKM yang macet akan dihapus. Akan ada penilaian mendalam, macetnya itu seperti apa dan karena apa. Tentunya, hal itu tidak berlaku bila mengandung unsur pidana atau moral hazard," ujar MenKopUKM.
Langkah Strategis
Bahkan, langkah strategis tersebut kini terus bergulir dengan menggodok peraturan yang akan memayunginya.
Di sisi lain MenkopUKM menegaskan, perlunya segera melaksanakan amanat UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yaitu penghapus tagih kredit macet bagi UMKM agar UMKM dapat segera bangkit dari dampak pandemi dan mencapai porsi kredit perbankan sebesar 30 persen bagi UMKM di tahun 2024.
"Prediksi Bappenas tahun 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24 persen, salah satunya disebabkan tidak lolos SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Presiden ingin porsi kredit perbankan mencapai 30 persen di tahun 2024," ujar Menteri Teten.
UU P2SK Pasal 250 dan Pasal 251 mengatur penghapus bukuan kredit macet kepada UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM.
"Pasal ini memberi payung hukum bagi bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN untuk penghapusbukuan dan penghapustagihan kredit macet UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM," ujar MenKopUKM.
Adapun pada rapat koordinasi pembahasan penghapusan piutang macet UMKM pada Mei 2023 dengan bank Himbara, Pegadaian, PNM dan lembaga penjamin/asuransi sudah tersusun format data kredit UMKM eksisting dan kriteria kredit yang diusulkan untuk dihapuskan. "Sudah tersusun data KUR dan non KUR, yang tercut off per 2015," pungkasnya.
Advertisement
Kebutuhan Kredit UMKM Diproyeksi Tembus Rp 4.300 Triliun pada 2026
Sebelumnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bekerja sama dengan EY Parthenon Indonesia meluncurkan riset berjudul Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia.
Riset tersebut mengelompokkan UMKM di Indonesia menjadi empat segmentasi yang lebih rinci untuk mendukung pengambilan kebijakan bagi pemangku kepentingan demi memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui peranan UMKM.
Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko mengatakan, dari riset tersebut diperoleh beberapa temuan yang menarik, salah satunya mengenai kredit gap.
"Dari riset ini ada beberapa temuan menarik terkait segmentasi UMKM yang dapat mendukung pengambilan kebijakan berdasarkan tingkat literasi agar penyaluran pendanaan dapat tepat sasaran," kata Sunu dalam peluncuran riset, Jumat (14/7/2023).
Sunu mengungkapkan, berdasarkan hasil riset EY, total kebutuhan pembiayaan UMKM pada 2026 diproyeksikan mencapai Rp 4.300 triliun dengan kemampuan suplai saat ini sebesar Rp 1.900 triliun.
Artinya, masih terdapat selisih Rp 2.400 triliun total pembiayaan sektor UMKM. Sehingga pda sektor ini diprediksi memiliki pertumbuhan kurang lebih 7 persen dari periode 2022 hingga 2026. Hal ini menyebabkan kredit gap akan terus bertambah.
"Jadi, selama ini sebelum ada riset ini, AFPI pelaku usaha menilai kredit gap yang diterbitkan bank dunia itu semakin mengecil, karena kita beranggapan telah membantu memberikan pinjaman ke unbankable, ternyata hasil dari riset ini menyatakan sebaliknya gap itu semakin besar," ujarnya.
Kemudian riset ini juga menemukan kontribusi pembiayaan industri Fintech lending pada 2026 diprediksi hanya sebesar 1 persen dari total suplai dan tumbuh dengan laju 0,1 persen.
UMKM Indonesia Kalah Jauh dari Vietnam
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta lebih banyak UMKM yang terlibat dalam rantai pasok industri. Dengan begitu, bisa membuka peluang pembiayaan bagi UMKM sehingga bisa turut naik kelas.
Menteri Teten mengatakan, dengan terlibat kerja sama dengan perusahaan besar hingga BUMN, UMKM bisa mendapat kepastian pembelian produk. Alhasil, ada keyakinan yang didapat untuk mengakses pembiayaan dari berbagai lini.
"Penting untuk UMKM masuk ke rantai pasokan industri. Kenapa penting? Ini juga akan membantu para UMKM 2 hal. Satu untuk akses pembiayaan, kalau ada kepastian produknya dibeli, jasanya diapakai, ini bank atau modal ventura atau lainnya akan semakin yakin tidak ragu untuk berikan pinjaman," ujarnya dalam pembukaan Inabuyer B2B2G Expo 2023 di Smesco Indonesia, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Dia mengatakan, jika UMKM tak didukung melalui sistem pembiayaan, bisa berpengaruh pada macetnya produksi yang dijalankan. Ini juga yang dikhawatirkan turut menghambat perluasan pasar yang bisa menjadi peluang.
Maka, Teten meminta upaya penyerapan produk UMKM lewat rantai pasok industri perlu ditingkatkan. Mengingat lagi, porsi UMKM Indonesia cukup rendah yang masuk rantai pasok industri.
"Sayangnya UMKM yang masuk rantai pasok industri itu masih kecil, kalau enggak salah angkanya 7 persen, kalah dengan Vietnam yang sudah 24 persen," jelasnya.
Informasi, Inabuyer B2B2G Expo 2023 kali ini mempertemukan antara suplier dan buyer dari berbagai pengusaha. Mulai dari usaha besar, BUMN, hingga UMKM sebagai penyedia produk. Harapannya, bisa terjadi satu kerja sama berkelanjutan diantara setiap pelaku usaha.
Advertisement