lPO Bren Incar Dana Segar Rp 3,13 Triliun, Begini Prospeknya

Saham tersebut ditawarkan kepada masyarakat dengan harga penawaran dipatok Rp780 per saham

oleh Elga Nurmutia diperbarui 05 Okt 2023, 22:34 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2023, 19:07 WIB
Ilustrasi IPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
IPO.

Liputan6.com, Jakarta Calon emiten milik Prajogo Pangestu, PT Barito Renewables Energy Tbk bakal segera melantai di pasar modal melalui skema penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Lantas, bagaimana prospek BREN ke depannya?

Mengutip prospektus perusahaan, Perseroan bakal melepas saham ke publik maksimal 4,01 miliar saham dengan nominal Rp 150 per saham. Jumlah tersebut mewakili sebanyak-banyaknya 3 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam Perseroan usai IPO.

Saham tersebut ditawarkan kepada masyarakat dengan harga penawaran dipatok Rp780 per saham. Dengan demikian, Perseroan bakal meraup dana segar maksimal Rp 3,13 triliun.

Tim Riset InvestasiKu menjelaskan terdapat sejumlah sentimen positif yang akan membayangi prospek kinerja BREN ke depan. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang mendorong permintaan listrik.Kedua, kapasitas PLTP Indonesia diproyeksikan tumbuh pesat. 

Ketiga, dukungan Pemerintah untuk energi terbarukan. Perseroan memperoleh manfaat yang signifikan dari tujuan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mendukung pengembangan sektor tenaga panas bumi. Keempat, target EBT pada 2025 minimum 23 persen.

Kelima, insentif fiskal. Manfaat fiskal mencakup tunjangan pajak untuk investasi dalam bidang atau wilayah kerja tertentu, dan pemberian skema insentif untuk eksplorasi tenaga panas bumi, termasuk kredit pajak investasi sebesar 30 persen, tunjangan percepatan depresiasi dan amortisasi, dan kompensasi kerugian yang terjadi selama jangka waktu lima tahun. 

"Selain itu, operasi pembangkitan listrik tenaga panas bumi dikecualikan dari berbagai bea impor, termasuk bea impor terkait mesin, barang, dan material penting yang akan digunakan selama proses pengembangan," tulis Tim Riset InvestasiKu, dikutip Liputan6.com pada Kamis (5/10/2023). 

Keenam, bursa karbon, Perseroan dapat mendapat keuntungan atas penerapan bursa karbon karena kredit karbon yang dimiliki perseroan kemudian dapat diperdagangkan kepada berbagai pihak yang melewati batas emisi karbon yang diberikan. Perseroan pun sudah mencatatkan pendapatan dari kredit karbon sejak 2020.

 

 

Risiko

Ilustrasi IPO. Foto: graystudiopro1
Ilustrasi IPO. Foto: graystudiopro1

Di sisi lain, tetap saja ada risiko bisnis yang dihadapi oleh BREN, seperti risiko ketidakpastian geologis yang dapat mempengaruhi produksi sumber energi panas bumi, risiko ketergantungan pada kemampuan PLN dan PGE atas kewajiban pembayarannya dan risiko ketergantungan pada dua jenis perjanjian utama untuk PLTP Wayang windu, Darajat dan Salak.

Selain itu, risiko penurunan kinerja keuangan yang disebabkan penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya panas bumi, risiko memburuknya hubungan antara perseroan dan masyarakat sekitar PLTP serta risiko perubahan hukum dan peraturan pemerintah dan undang undang.

Kemudian, ada juga risiko ketidakpastian penafsiran hukum pajak Indonesia, risiko kegagalan ekspansi, dan risiko volatilitas nilai tukar.

Valuasi

Sementara itu, Tim Riset InvestasiKu mencermati valuasi saham BREN ini lebih tinggi daripada emiten yang tercatat di BE. Adapun P/E BREN sebesar 51,1 kali-59,4 kali, sedangkan P/E dari PT Pertamina Geothermal Tbk (PGEO) sebanyak 22,2 kali. 

Sejalan dengan itu, Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan, valuasi saham BREN lebih mahal dibandingkan dengan pendahulunya PGEO.

Padahal pemain utama di bisnis geothermal di Indonesia itu PGEO, sedangkan BREN hanya salah satu kontraktornya.

"Jika Anda membeli sahamnya maka itu lebih dekat ke spekulasi berisiko tinggi ketimbang investasi, karena Anda membayar pada harga yang super duper premium," kata Teguh. 

Dia bilang, BREN ini bukan kompetitor dari PGEO, yang benar adalah PGEO memproduksi panas bumi, dan BREN kemudian mengolah sebagian panas bumi tersebut menjadi energi listrik (sebagian, karena ada juga panas bumi yang dihasilkan PGEO yang diubah menjadi energi listrik oleh PGEO sendiri), lalu baru dijual ke PLN. 

Jadi, BREN ini merupakan kontraktornya PGEO, dan memang ketiga lokasi PLTP milik BREN semuanya berdiri di atas wilayah kerja panas bumi (WKP) milik PGEO.

"Sehingga secara prospek, BREN ini kurang lebih sama seperti PGEO. Sejatinya kurang cerah karena PLTP itu mahal dan tidak ekonomis dibanding misalnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara, dan memang PLN sendiri sebagai satu-satunya pelanggan kedua perusahaan selama ini lebih banyak beli listrik dari PLTU ketimbang PLTP," kata dia.

Kemudian, karena ketiga PLTP milik BREN semuanya berlokasi di Jawa Barat, yang ketersediaan pasokan listriknya sudah lebih dari cukup, maka terdapat risiko oversupply listrik di mana PLN bisa saja berhenti membeli listrik dari perusahaan jika itu dianggap sebagai pemborosan.

 

Insentif

Di sisi lain, karena Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengejar target 23 persen energi listrik di Indonesia dihasilkan oleh EBT termasuk geothermal pada 2025, meningkat dari hanya 12 persen pada 2021, maka perusahaan-perusahaan di sektor ini baik BUMN maupun swasta dimanjakan dengan banyak insentif. 

"Salah satunya, baru saja kemarin Bursa Efek Indonesia (BEI) meresmikan Carbon Exchange dimana perusahaan EBT seperti PGEO dan BREN akan otomatis memperoleh carbon credit (CC) yang kemudian bisa dijual ke perusahaan-perusahaan energi fosil terutama batubara, di mana perusahaan batubara ini bisa menggunakan CC tersebut untuk tetap memperoleh izin beroperasi dari pemerintah, meskipun mereka menghasilkan emisi gas karbondioksida yang mencemari udara," imbuhnya. 

Menurut ia, dalam jangka panjangnya, kebijakan ini diharapkan memaksa perusahaan-perusahaan batubara untuk juga mengembangkan EBT, atau mereka akan terus menerus ‘dipalak’ dalam bentuk karcis CC itu tadi. 

Sedangkan dalam jangka pendeknya maka akan terjadi transfer keuntungan dari perusahaan batubara ke perusahaan EBT terutama PGEO dan BREN. 

Sehingga, jika kedepannya PLN akan tetap lebih memilih batubara karena lebih murah, akan tetapi PGEO dan BREN juga akan kebagian cuan, yang berasal dari setoran perusahaan-perusahaan batu bara tersebut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya