Liputan6.com, Jakarta - Saat ini portofolio makin beragam. Portofolio investasi itu ada saham, obligasi, properti, emas dan lainnya.Adapun saham dan obligasi termasuk dua jenis instrumen keuangan yang populer dan menjadi pilihan investor.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada Kamis 30 Januari 2025, jumlah investor pasar modal mencapai 15.161.166 SID. Jumlah ini naik dari Desember 2024 mencapai 14.871.639. Adapun untuk investor saham dan surat berharga lainnya tercatat 6.381.444 hingga Desember 2024.
Baca Juga
Baik saham dan obligasi memiliki peran penting dalam portofolio investasi, tetapi berbeda dalam hal struktur, risiko, dan potensi imbal hasil. Sebelum memahami perbedaan saham dan obligasi tersebut, berikut pengertian dari saham dan obligasi dikutip dari berbagai sumber, Senin (10/2/2025):
Advertisement
Saham merupakan surat berharga yang mewakili kepemilikan bagian dari sebuah perusahaan. Dengan membeli saham, investor menjadi pemilik sebagian dari perusahaan tersebut dan berhak atas bagian dari keuntungan perusahaan, yang biasanya dibagikan dalam bentuk dividen. Saham juga memungkinkan investor untuk mendapatkan keuntungan melalui apresiasi harga saham di pasar.
Obligasi, di sisi lain, adalah instrumen utang yang diterbitkan oleh perusahaan dan pemerintah untuk mengumpulkan dana. Ketika seorang investor membeli obligasi, mereka pada dasarnya meminjamkan uang kepada penerbit obligasi dengan imbalan pembayaran bunga secara periodik dan pengembalian pokok pinjaman pada saat jatuh tempo. Obligasi biasanya dianggap sebagai investasi berisiko lebih rendah dibandingkan saham.
Selain itu, mengutip laman cimbniaga.co.id, persamaan antara saham dan obligasi antara lain memiliki klaim atas laba dan aktiva dan memiliki hak tebus.
Perbedaan Saham dan Obligasi
Imbal Hasil
Saham umumnya menawarkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan obligasi, tetapi juga datang dengan risiko yang lebih besar. Nilai saham dapat berfluktuasi secara signifikan dalam waktu singkat, tergantung pada kinerja perusahaan dan kondisi pasar.
Obligasi, meskipun cenderung memberikan imbal hasil yang lebih rendah, menawarkan stabilitas yang lebih besar karena pembayaran bunga yang tetap dan pengembalian pokok pada saat jatuh tempo.
Risiko
Mengutip cimbniaga.co.id, berikut risiko obligasi:
Risiko Gagal Bayar, perputaran uang yang tidak bagus dapat mengakibatkan sebuah perusahaan gagal bayar surat obligasi yang sudah jatuh tempo. Risiko ini besar terjadi pada perusahaan swasta.
Risiko Capital Loss, capital loss merupakan momen, investor merugi karena harga obligasi lebih rendah dari harga saat membeli. Perubahan suku bunga, persoalan politik ekonomi, masalah global dan kerusuhan dalam negeri menyebabkan peristiwa capital loss.
Risiko Likuiditas, surat obligasi cukup sulit dijual kembali dalam tempo singkat. Investasi obligasi dinilai tidak cukup likuid. Jika terpaksa menjual kembali surat obligasi sebelum jatuh tempo. Maka investor akan mengalami kerugian.
Sedangkan saham berikut risikonya:
Tidak Menerima Dividen, dividen adalah bagi hasil perusahaan kepada investor. Akan tetapi, bila perusahaan mengalami kerugian, investor tidak akan menerima dividen.
Suspend, perusahaan diberhentikan baik untuk sementara maupun permanen oleh BEI dan OJK karena bermain curang seperti menaikan harga saham dengan cara yang fiktif. Hal tersebut dinilai tidak sportif dan menyalahi peraturan dalam pasar modal.
Delisting, seperti dengan suspend, namun risiko perusahaan yang delisting adalah tidak lagi diperbolehkan bermain dalam pasar modal. BEI tidak mau menjual saham perusahaan tersebut, karena selalu merugi dan memiliki banyak skandal negatif seputar perusahaan.
Perusahaan Pailit, Â jika perusahaan tempat anda berinvestasi mendadak bangkrut akan berimbas pada gagal bayar. Apabila terjadi gagal bayar maka bisa dipastikan dana investasi akan turut melayang.
Fluktuasi Pasar, harga saham sangat bergantung pada sentimen pasar. Sehingga harga saham terus berubah mengikuti situasi yang terjadi. Fakta ini bisa menjadi resiko namun dapat pula disebut sebagai peluang. Masih ingat penjelasan mengenai membeli saham saat kondisinya lemah.
Â
Advertisement
Hak dan Kewajiban
Pemilik saham memiliki hak suara dalam rapat pemegang saham perusahaan, yang memungkinkan mereka untuk mempengaruhi keputusan perusahaan.
Sebaliknya, pemegang obligasi tidak memiliki hak suara, tetapi mereka memiliki klaim yang lebih tinggi atas aset perusahaan dibandingkan pemegang saham jika perusahaan mengalami kebangkrutan. Ini menjadikan obligasi sebagai pilihan yang lebih aman dalam skenario tersebut.
Pengaruh Ekonomi dan Inflasi
Saham cenderung lebih sensitif terhadap perubahan kondisi ekonomi dan tingkat inflasi. Ketika ekonomi tumbuh, harga saham biasanya meningkat, sementara obligasi mungkin terpengaruh negatif oleh kenaikan suku bunga. Sebaliknya, dalam kondisi inflasi tinggi, nilai obligasi dapat tergerus karena daya beli pembayaran bunga yang menurun.
Kesimpulan
Memilih antara saham dan obligasi tergantung pada tujuan investasi, toleransi risiko, dan jangka waktu investasi. Investor yang mencari pertumbuhan jangka panjang dengan toleransi risiko tinggi mungkin lebih memilih saham, sedangkan mereka yang mengutamakan pendapatan tetap dan stabilitas mungkin lebih memilih obligasi.
Diversifikasi portofolio dengan menggabungkan kedua instrumen ini dapat membantu mencapai keseimbangan yang ideal antara risiko dan imbal hasil.
Â
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang dengan memakai artificial intelligence
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)