Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di posisi 6.700 pada penutupan sesi pertama perdagangan Senin, (17/2/2025). Penguatan IHSG ditopang mayoritas sektor saham yang menghijau dan rilis neraca perdagangan.
Mengutip data RTI, IHSG ditutup pada sesi pertama melonjak 2,12 persen ke posisi 6.779,13. Indeks LQ45 mendaki 2,49 persen ke posisi 791,61. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau.
Baca Juga
Pada sesi pertama perdagangan saham, IHSG berada di level tertinggi 6.785,34 dan level terendah 6.658,22. Sebanyak 398 saham menguat dan 193 saham melemah. 185 saham diam di tempat.
Advertisement
Total frekuensi perdagangan 751.452 kali dengan volume perdagangan 8,8 miliar saham. Nilai transaksi Rp 5,5 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.194.
Mayoritas sektor saham menghijau kecuali sektor saham siklikal turun 0,04 persen dan sektor saham kesehatan merosot 0,12 persen.
Sementara itu, sektor saham basic anjlok 2,84 persen, dan catat penurunan terbesar. Sektor saham energi menguat 2,6 persen, sektor saham industri melesat 1,43 persen, sektor saham consumer nonsiklikal mendaki 0,15 persen.
Lalu sektor saham keuangan menguat 1,63 persen, sektor saham properti bertambah 1,75 persen, sektor saham teknologi naik 0,29 persen, sektor saham infrastruktur menguat 1,47 persen, sektor saham transportasi mendaki 1,35 persen dan sektor saham transportasi mendaki 1,35 persen.
Pada sesi pertama perdagangan, saham BBNI naik 3,43 persen ke posisi Rp 4.520 per saham. Harga saham BBNI dibuka stagnan di posisi Rp 4.370 per saham. Saham BBNI berada di level tertinggi Rp 4.530 dan level terendah Rp 4.350 per saham. Total frekuensi perdagangan 6.308 kali dengan volume perdagangan 233.236 saham. Nilai transaksi Rp 104,2 miliar.
Saham TLKM menguat 3,56 persen ke posisi Rp 2.620 per saham pada sesi pertama perdagangan. Harga saham TLKM dibuka naik 40 poin ke posisi Rp 2.570 per saham. Harga saham TLKM berada di level tertinggi Rp 2.640 dan level terendah Rp 2.530. Total frekuensi perdagangan 10.064 kali dengan volume perdagangan 672.160 saham. Nilai transaksi Rp 174,4 miliar.
Top Gainers-Losers
Saham-saham yang masuk top gainers antara lain:
- Saham SMIL melambung 34,56 persen
- Saham ENAK melambung 23,30 persen
- Saham PMMP melambung 20 persen
- Saham BTEK melambung 20 persen
- Saham RATU melambung 19,87 persen
Â
Saham-saham yang masuk top losers antara lain:
- Saham MTFN merosot 16,67 persen
- Saham KOTA merosot 12,50 persen
- Saham MDRN merosot 11,11 persen
- Saham PACK merosot 9,88 persen
- Saham NAYZ merosot 9,84 persen
Â
Saham-saham teraktif berdasarkan nilai antara lain:
- Saham BMRI senilai Rp 662 miliar
- Saham BBRI senilai Rp 517,1 miliar
- Saham BBCA senilai Rp 337,9 miliar
- Saham CUAN senilai Rp 209,5 miliar
- Saham PTRO senilai Rp 208,9 miliar
Â
Saham-saham teraktif berdasarkan frekuensi antara lain:
- Saham AWAN tercatat 95.903 kali
- Saham BBRI tercatat 28.091 kali
- Saham PSAB tercatat 22.907 kali
- Saham WIFI tercatat 21.314 kali
- Saham ASCL tercatat 21.161 kali
Advertisement
Rilis Neraca Perdagangan
Adapun penguatan IHSG ini terjadi di tengah rilis neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia surplus USD3,45 miliar di Januari 2025. Raihan neraca perdagangan ini naik sebesar USD1,21 miliar secara bulanan.
"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 57 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (17/2/2025).
Surplus neraca perdagangan Januari 2025 lebih ditopang surplus pada komoditas non migas. Di mana komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan nabati (HS15), besi dan baja (HS72).
Kata Amalaia, pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit sebesar USD1,43 miliar, dimana penyumbang defisitnya minyak mentah dan hasil minyak.
Adapun pada Januari 2025, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara dan tiga terbesar diantaranya Amerika Serikat USD1,58 miliar, India USD0,772 miliar, Filipina USD0,729 miliar.
Lebih lanjut, Amalia menyampaikan, dengan Amerika Serikat surplus perdagangan didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesorisnya (rajutan), dan alas kaki.
Untuk India, komoditas penyumbang surplus berasal dari komoditas bahan bakar mineral, bahan kimia anorganik, dan lemah dan minyak hewan nabati.
Sedangkan, suprlus perdagangan dengan Filipina disumbang oleh komoditas kendaraan dan bagiannya, bahan bakar minera, lemk dan minyak hewan nabati.
Defisit Neraca Perdagangan
Sementara, defisit perdagangan dialami dengan Tiongkok sebesar USD1,77 miliar, Australia USD0,19 miliar, dan Ekuador USD0,13 miliar.
"Untuk defisit dengan Tiongkok terutama disumbang Mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, plastik dan barang dari plastik," ujarnya.
Selanjutnya, untuk Australia defisitnya disumbang oleh komoditas Serealia, logam mulia dan perhiasan permata, bahan bakar mineral. Sementara, penyumbang defisit neraca perdagangan dengan Ekuador disumbang oleh komoditas Kakao dan olahannya, tembakau dan rokok, bijih logam, terak dan abu.
Â
Advertisement
