Liputan6.com, Jakarta Salah satu film horor yang bakal menjadi pembuka awal tahun 2020 adalah ’Surat dari Kematian’. Film yang diangkat dari novel karya Adham T. Fusaka ini disutradarai oleh Hestu Saputra.
Hestu Saputra menceritakan kalau ‘Surat dari Kematian’ berbeda dengan kebanyakan film horor lainnya. Menurut Hestu, film 'Surat Dari Kematian' ini mengedepankan cerita investigasi dari tokoh utama.
“Dalam film ini mengenalkan dunia gaib dan manusia. Basic-nya logic dan unlogic. Itu yang paling kuat dan menarik. Dengan beda pemikiran itu hasilkan kasus. Percampuran formulasi horor dan hal yang logis," ujar Hestu Saputra saat ditemui di kantor Max Pictures, Gondangdia, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Advertisement
Baca Juga
Debut
Film 'Surat dari Kematian' dibintangi oleh Jerome Kurnia, Carissa Perusset, Dania Salsabila, hingga Endy Arfian. Film ini bakal tayang serentak di bioskop pada 9 Januari mendatang.
Meski begitu, Hestu mengatakan kalau film ini merupakan debutnya dengan genre horor. Selama proses syuting, Hestu pun sudah pasti menemui kendala.
Advertisement
Masalah
Salah satu masalah yang dihadapinya adalah ketika dirinya ingin menggunakan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Satu bulan lebih, izin itu belum muncul, karena birokrasi. Setelah lolos ternyata gampang, dan murah. Kita diberi keleluasaan mau pakai mana aja, kecuali yang bagian depan, seperti Balairung jangan buat syuting. Balairung itu (ciri khas) UGM banget," ujarnya.
Kejadian Mistis
Selama syuting, tak jarang Hestu juga mengalami kejadian mistis yang sebelumnya tak pernah ia rasakan.
"Saya awalnya enggak percaya, saya pikir, tiap ada cerita mistis itu gimmick buat naikin filmnya. Tapi akhirnya saya merasakan," ucapnya.
Advertisement
Kecewa
Selain itu, Hestu juga sempat kecewa ketika film yang disutradarainya ini diberi label klasifikasi 17 tahun ke atas. Dirinya menginkan filmnya dapat dinikmati penonton yang berusia 13 tahun ke atas.
"Dapat rating 17+, saya protes. Ini bukan karena uang atau biar ditonton banyak orang, tapi punya message tentang bullying, bukan soal pembunuhan atau apapun," ujar Hestu Saputra.
"Film ini sudah dibuat untuk konsumsi 13+, tapi ternyata mereka (LSF) ngasih 17+. Belum ada balasan dari mereka mengenai alasan 17+, setelah ada kita akan argue," lanjutnya.