Diet Plastik di Ponorogo Jadi Berkah bagi Perajin Besek

Ada aturan diet plastik yang dikeluarkan oleh kementerian menjadi berkah tersendiri bagi perajin sekaligus pengepul besek.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 17 Agu 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2019, 00:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Pengrajin besek di Ponorogo, Jawa Timur (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Ponorogo - Ada aturan diet plastik yang dikeluarkan oleh kementerian menjadi berkah tersendiri bagi perajin sekaligus pengepul besek. Lantaran, besek menjadi pilihan untuk mewadahi daging sapi dan kambing pada hari raya iduladha.

Peluang itu dimanfaatkan pengrajin sekaligus pengepul besek di Ponorogo, Rusmini. Di halaman rumahnya di Desa Gandu, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur berjejer besek ukuran jumbo hingga kecil.

Lalu tak lama, Rusmini ke belakang rumahnya. Di belakang rumah, ada menantu Rusmini bernama Umul Hidayah juga membuat besek. Keduanya lalu membuat besek yang terbuat dari bambu jenis apus itu.

Tangan keduanya terlihat telaten merajut pipihan bambu berukuran 20 cm itu. Keduanya menyambungkan sekitar 36 pipihan bambu. Lalu sekitar 30 menit jadi lah besek.

"Ini dulu(besek) laku nya dikit banget. Sekarang kaya primadona. Semua orang mencarinya," kata Rusmini, Rabu, 7 Agustus 2019.

Apalagi, lanjut dia, jelang iduladha. Ia menuturka, ada aturan dari pemerintah harus diet plastik. Sehingga, daging sapi atau kurban Iduladha diwadahi dengan besek.

"Sekarang yang cari bukan hanya pedagang di pasaran. Tetapi takmir-takmir masjid mulai ke rumahnya untuk memesannya," kata nenek dengan 5 cucu ini.

Tidak hanya dari masjid di Ponorogo. Namun, juga ada takmir masjid dari kota tetangga yang ke rumahnya untuk memesan besek. Namun sayang,  wanita berusia 67 tahun itu belum bisa memenuhi semua. Apalagi, besek yang dipesan jika dijumlahkan totalnya mencapai 100 ribu besek.

Dia menuturkan, dirinya tidak sanggup memenuhi. Walaupun selain membuat sendiri bersama menantunya, Rusmini juga mengumpulkan dari perajin yang lain di Ponorogo.

"Sudah tidak sanggup lagi. Ya tetap kami terima tapi kami batasi tiap orang pesannya," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Perjalanan Jual Besek

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Pengrajin besek di Ponorogo, Jawa Timur (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Rusmini lantas bercerita, pada 1982 mulai menjadi perajin besek. Saat itu, dirinya juga menjadi pengepul. Karena di Kecamatan Mlarak saat itu, bambu jenis apus sangat banyak. Warga memanfaatkan menjadikan besek.

Dia mengklaim, jika pada tahun 80-an itu besek menjadi primadona. Apalagi jelang Ramadhan ada tradisi megengan yang dikemas dengan selamatan. 

"Nah berkatnya itu diwadahi dengan besek. Makanya laku keras. Saya kewalahan akhirnya mengumpulkan besek-besek dari lingkungan," tegasnya.

Namun, seiring berjalannya waktu besek kemudian digantikan dengan bahan-bahan dari plastik. "Awal-awal besek bisa laku keras. Harganya pun tinggi bisa mencapai Rp 500 pada waktu itu. Tetapi kemudian turun karena kalah saing dengan plastik," terangnya.

Dirinya pun memutar otak. Lantaran, ketika pamor besek terjun, dirinya masih harus menjualkan hasil kerajinan besek lingkungannya.

"Kalau bukan saya yang jualkan siapa lagi. Kasihan kalau tidak ada yang beli. Tetap saya beli tapi saya cari cara lain," tambahnya.

Dia mengatakan kemudian memasarkan besek sampai ke Malang, Nganjuk dan Kertosono. Di sana, dirinya membaca peluang.

Seperti di Kertosono Nganjuk, kata dia, Ada pusat oleh-oleh tahu taqwa yang wadahnya besek. "Saya tawarkan ke sana. Dan alhamdulillah mau. Tiap bulan saya mengirimkan 10 ribu besek ke Kertosono," kata dia.

Tidak hanya itu, pusat oleh-oleh Ponorogo juga jadi sasarannya. Dia pun bekerjasama dengan pedagang satai di gang satai Ponorogo untuk menyetok besek. Pun di pusat oleh-oleh Jenang.

Dari situ, dirinya mengklaim bisa bertahan menjualkan dagangan tetangganya pada tahun 1990 an sampai 2018 an. Masalah keuntungan , dia mengatakan hanya mengambil sedikit.

"Ya paling 1 tangkap saya cuma mengambil untuk Rp 500 perak. Jika besek kecil gitu dari tetangganya dijual Rp 1000, dirinya menjual Rp 1.500," tambahnya

Dia menguraikan besek yang dijualnya paling kecil dijual Rp 1.500 sedangkan paling besar dibandrol Rp 30 ribu. Besek paling besar, biasanya untuk tempat jenang.

Saat ini, kejayaan besek kembali. Apalagi jelang iduladha. Dia pun berharap, tentang diet plastik terus digalakkan sehingga besek menjadi pilihan utama menjadi wadah.

"Ya kalau bisa kembali lagi seperti sediakala.  Jadi pengtajinnya juga makin semangat lagi," harapnya.

Diet Plastik

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Hasil perajin besek di Ponorogo, Jawa Timur (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sementara, Bupati Ponorogo mengatakan diet plastik di Ponorogo sudah mulai diberlakukan. Hal itu juga mulai berlaku saat iduladha nanti.

Dia menjelaskan, hal itu sesuai dengan Surat Edaran(SE) Kementrian Lingkungan Hidup  dan Kehutanan, Direktorat Jendral (Dirjend) Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Nomor SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016, Tanggal  31 Mei 2016 tentang pengurangan sampah plastik melalui kantong belanja plstik sekali pakai tidak gratis.

"Berdasarkan SE itu, akhirnya saya imbau juga menghindari kantong plastik untuk wadah saat idul adha. Sebisa mungkin pakai besek atau daun," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya