Dosen Unair: Musik Hip Hop Jawa Berkontribusi Lestarikan Budaya

Dosen Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga, Edi Dwi Riyanto meneliti, terhadap nilai adiluhung kebudayaan Jawa di era saat ini.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 13 Nov 2019, 23:00 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2019, 23:00 WIB
Kampus Unair
Kantor Pusat Manajemen Universitas Airlangga di Kampus C Unair, Jalan Ir Soekarno, Mulyorejo, Surabaya, Jatim. (www.unair.ac.id)

Liputan6.com, Surabaya - Kebudayaan Jawa sering dianggap sebagai kebudayaan adiluhung. Terutama dapat ditemukan dalam penggunaan bahasa Jawa yang terkenal atas tingkatannya yang terdiri dari bahasa Jawa halus (kromo), menengah, dan kasar (ngoko).

Dosen Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Edi Dwi Riyanto meneliti, terhadap nilai adiluhung kebudayaan Jawa di era saat ini. Music Hip Hop yang mengidentifikasi kebudayaan modern dapat menjadi batasan dalam kebudayaan Jawa.

Edi memberikan contoh lagu Kulonuwun yang merupakan salah satu lagu hip hop ciptaan Rotra dari Yogyakarta pada 2007. Lagu itu mencampuradukkan bahasa Jawa kromo dan ngoko dalam satu lagu. Lagu itu juga diawali dengan sangat sopan menggunakan bahasa Jawa tinggi (kromo).

"Dalam musik hip hop Jawa, adi luhung dan non-adiluhung telah bercampur menjadi satu serta sekat pembatas telah dicairkan," ungkapnya, Rabu (13/11/2019). 

Dengan cara demikian, Edi menambahkan lagu hip hop Jawa turut memberi sumbangan terhadap pelestarian budaya Jawa dengan caranya sendiri. Lagu hip hop dengan lirik bahasa Jawa menurutnya adalah cara melestarikan budaya di era yang sudah semakin modern.

Edi juga mencontohkan lagu hip hop Jawa lainnya yang berjudul Jagal Pabu (Jagal Anjing). Lagu  itu menggunakan teknik walikan untuk memberi ruang bagi hal-hal yang tabu dibicarakan agar bisa disampaikan ke publik. Teknik walikan itu biasa dipakai oleh pemuda Yogyakarta dengan merujuk pada posisi huruf Jawa dan diatur ulang atau dibalik.

Edi dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan batas adiluhung dan non-adiluhung telah diseberangi oleh para pemusik hip hop Jawa. Ia juga menyampaikan dua teknik penyeberangan dalam lagu hip hop Jawa.

Teknik pertama adalah dengan cara pencampuran berbagai tingkatan bahasa dalam satu lagu. Teknik kedua adalah dengan cara menggunakan bahasa walikan untuk memungkinkan hal-hal tabu untuk bisa diungkap dan disampaikan di depan umum.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Dua Teknik

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Dosen Universitas Airlangga Edi Riyanto (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Tidak hanya dua teknik kebahasaan, para pemusik hip hop Jawa juga menggunakan teknik remix. Jogja Hip Hop Foundation (JHF)  mampu menggabungkan daftar tinggi dan rendah dalam satu produk budaya seperti dalam lagu Kulonuwun.

JHF menggunakan strategi pengubahan nada yang dikombinasikan dengan penggunaan bahasa terbalik. Teknik remix ini telah terbukti berhasil dalam memproduksi lagu-lagu Jawa Hip Hop yang populer.

"Dampak dari remixing ini adalah dekonstruksi pemisahan antara yang adil dan yang tidak adil membuat stratifikasi sosial yang tercermin dalam bahasa menjadi lebih cair,” ujarnya.

Edi mengaku, secara sosial budaya, orang Jawa sedang berubah. Berkebalikan dengan pemisahan kebudayaan yang sedang populer. Dampak utama dari remix dalam lirik-lirik tersebut adalah meratakan unsur-unsur adiluhung dan non-adiluhung dari budaya Jawa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya