Tanggapan Surya Paloh soal Wacana Masa Jabatan Presiden Tiga Periode

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh angkat bicara soal wacana amandemen UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 23 Nov 2019, 21:22 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2019, 21:22 WIB
Surya Paloh
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. (Nanda Perdana Putra/liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh angkat bicara soal wacana amandemen UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden.

Ia menilai, hal tersebut harus berdasarkan keinginan masyarakat dan sesuai kondisi politik. "Kalau kebutuhannya ke arah itu (amandemen masa jabatan presiden), kenapa nggak, kalau memang suasana tuntutan itu yang terbaik, pasti didukung," tutur dia, saat meluncurkan 157 unit mobil siaga di Surabaya, Sabtu (23/11/2019).

Surya Paloh pun meminta masyarakat untuk menyikapinya dengan wajar. Menurut dia, masyarakat harus bisa menjadikan wacana tersebut sebagai sebuah diskursus yang baik untuk demokrasi Indonesia.

Masyarakat, kata dia, harus terbuka terhadap semua usulan, lantaran sistem demokrasi di Indonesia, bukanlah sistem demokrasi tertutup dan tak bisa menerima masukan-masukan.

"Ini sebuah diskursus yang menarik, kita harus bisa melihatnya sebagai satu hal yang wajar sekali, sistem demokrasi kita ini sebenarnya bukan ortodok konservatif yang monolib. Dia begitu dinamis, begitu bebas, begitu terbuka. Orang diberikan kebebasan untuk melakukan pilihan," ujar Surya.

Lebih lanjut, Surya juga berharap agar masyarakat dan elemen lainnya tak terkejut-kejut jika nantinya terjadi perubahan yang signifikan terkait masa jabatan presiden. Ia juga meminta masyarakat tak takut untuk memberikan partisipasi publik. 

"Kalau memang ada perubahan, jangan kita terkejut-kejut. Wajar-wajar saja. Tapi syaratnya seperti yang saya katakan, libatkan seluruh elemen publik. Itu penting agar peran partisipatif publik tumbuh. Kalau peran partisipatif itu tumbuh, tidak perlu takut kita bikim perubahan itu," kata Surya Paloh. 

Belakangan, muncul wacana mengamandemen masa jabatan presiden, menjadi tiga periode atau maksimal 15 tahun. Selain itu, ada pula wacana lain yang yakni masa jabatan hanya satu periode atau dengan delapan tahun durasi kepemimpinan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Ketua MPR: Belum Ada Pembahasan soal Penambahan Masa Jabatan Presiden

Sebelumnya,  Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet angkat bicara soal wacana usulan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurut dia, sampai saat ini belum ada pembahasan usulan itu.

"Belum ada formal. Saya membahasnya yang formal saja. Tapi belum ada sampai ke saya dibahas di meja pimpinan. Maupun di dalam gedung ini yang mencanangkan itu," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 22 November 2019.

Bamsoet mengatakan pimpinan MPR belum pernah membahas soal usulan agar masa jabatan presiden menjadi tiga kali. Namun, dia menilai masa jabatan presiden dua kali sudah tepat.

"Saya pribadi menyampaikan dengan tegas bahwa apa yang ada saat ini jabatan presiden dua kali. Dan kemudian melalui pemilihan langsung itu sudah pas dan tepat," ujarnya.

Bamsoet menambahkan, sampai saat ini juga belum ada fraksi yang mengusulkan penambahan masa jabatan. Usulan itu baru disebutkan secara tidak resmi.

Kendati demikian, Bamsoet membiarkan hal itu menjadi aspirasi. Kata dia, aspirasi tidak boleh dibatasi.

"Biarkan saja itu berkembang kita melihat respons masyarakat bagaimana. Ini kan tergantung aspirasi masyarakat. Kalau rakyat menghendaki masa kita bendung," ucapnya.

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya