Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) menilai pandemi COVID-19 telah menekan kinerja Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM) di Jawa Timur.
Hal ini berbeda ketika terjadi krisis ekonomi pada 1998. UMKM masih dapat Berjaya dan tidak mengalami perlambatan. Demikian disampaikan Ketua Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto.
"Krisis akibat COVID-19 ini justru telah menghempas kinerja UMKM di Jatim. Padahal selama ini UMKM menjadi nadi perekonomian Indonesia, termasuk Jatim karena besarnya penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi Jatim," ujar Adik di Surabaya, Senin, (18/5/2020).
Advertisement
Baca Juga
Adik, dalam diskusi virtual bertema "Kadin Jatim Talk, Berbagi Untuk Solusi" menuturkan, jumlah UMKM di seluruh Indonesia mencapai 63 juta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), sekitar 9,7 juta berada di Jatim dan telah menyerap 97 persen tenaga kerja.
Sementara itu, dia menuturkan, kontribusinya terhadap ekonomi Jatim sangat mendominasi, yaitu sebesar 90 persen.
"Keberadaan UMKM di Indonesia ini sangat strategis. Oleh karena itu dibutuhkan solusi, dan tetap semangat, optimistis dan jangan mengeluh karena ini harus dihadapi," kata Adik.
Wakil Ketua Umum Perdagangan Internasional & Promosi Luar Negeri Kadin Jatim, Tommy Kaihatu mengakui hal yang sama, kondisi UMKM akibat COVID-19 memang jauh berbeda dengan saat krisis 1998.
Berdasarkan data Bank Indonesia, 96 persen UMKM selamat dari krisis 1998. Tetapi di era pandemi COVID-19, beda ceritanya.
"Kalau menurut perkiraan saya, kondisi UMKM terbakar sampai akar rumput. Jangan hanya berpikir kapan COVID-19 ini akan hilang karena di balik ini semua ada gelombang krisis ekonomi yang besar," kata Tommy. Â
Sementara itu, Owner Coffee Toffee dan Wakil Ketua Komite Tetap Promosi Produk UKM Kadin Jatim, Odi Anindito mengakui, pandemi COVID-19 tak hanya menyebabkan krisis kesehatan tetapi juga krisis sosial dan ekonomi.
"Masyarakat tak lagi bisa bersosialisasi dengan leluasa, semuanya harus dibatasi. Padahal Coffee Toffee adalah bisnis sosial yang menyediakan tempat untuk masyarakat berinteraksi dan bersosialisasi," katanya.
Ia mencatat, hingga pertengahan Maret 2020 penjualan dan omzet Coffee Toffee drop hingga 90 persen, hal tidak pernah dirasakan sejak Coffee Toffee berdiri 13 tahun silam.
"Dan ini tidak hanya terjadi kepada kami tetapi hampir seluruh gerai kafe, bahkan ada yang penjualannya 0 persen. Untuk mengatasinya kami melakukan efisiensi, melakukan cara dan ide baru yang belum kami gali. Melakukan adaptasi beberapa hal," kata dia. Â
Saksikan Video di Bawah Ini
Perlu Inovasi Produk dan Layanan
Oleh karena itu, saran Odi, perlu inovasi produk dan layanan yang diselaraskan dengan kata kunci yang ditetapkan pemerintah, di antaranya adalah "stay at home" dan "protokol kesehatan".
"Di Coffee Toffee, produk yang dijual akhirnya dimodifikasi, ada yang kemasan satu liter agar bisa diminum bersama sekeluarga. Selain itu, varian produk juga lebih mengedepankan protokol kesehatan karena konsumen saat pandemi sangat sensitif terhadap isu kesehatan," kata dia.
Di sisi lain, Owner Handmadeshoesby, Delvation store, Tom Liwafa yang sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Tetap Pengendalian Impor Kadin Jatim mengatakan, di masa pandemi, UMKM dituntut lebih peka terhadap potensi pasar yang bakal booming.
"UMKM harus bisa membaca tren yang bakal digemari konsumen. Karena pandemi ini memiliki dua sisi yang tidak sama, sisi negatif dan sisi positif," kata dia.
Solusi yang dilakukan, kata dia, adalah pemasaran yang dilakukan melalui platform sosial media, karena saat ini hampir semua orang mengaksesnya. "Inilah saatnya UMKM go digital,"Â ujar dia.
Hal ini mengacu pada segmen pasar dilihat berdasarkan umur, 60 persen hingga 70 persen adalah kaum milenial yang selalu akses internet.
Di sisi lain, mereka juga lebih produktif dibanding yang lahir tahun 1944-1964, sehingga penghasilan kaum milenial ini jauh lebih besar, bisa mencapai 2 hingga 3 kali lipat.
Â
Advertisement