Guru Besar Unair Sebut Perlu Pemetaan RS untuk Penanganan COVID-19

Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Chairul Anwar Nidom menyatakan, dalam situasi pandemi COVID-19 sebaiknya tidak ada rumah sakit yang menolak pelayanan pada pasien pandemi COVID-19.

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Mei 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2020, 19:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ilustrasi rumah sakit di Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Chairul Anwar Nidom menilai perlu ada pemetaan rumah sakit dalam rangka penanganan Corona COVID-19. Hal ini seiring penutupan sementara layanan pasien baru COVID-19 di Rumah Sakit Universitas Airlangga karena keterbatasan tempat tidur.

"Dalam situasi wabah pandemi seperti COVID-19 ini, sebaiknya tidak ada rumah sakit yang menolak pelayanan pada penderita pandemi, baik secara tersirat apalagi terbuka,” ujar Nidom, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

Ia menuturkan, keberadaan suatu rumah sakit atau laboratorium terutama milik pemerintah/negara mewakili kehadiran negara di tengah pandemi terhadap warga negaranya.

"Demikian juga dalam situasi yang memprihatinkan seperti ini, tidak sepatutnya para pimpinan negeri ini mempertontonkan narasi komunikasi yang tidak lazim dan tidak perlu ke masyarakat, karena semua ini bisa menciderai hati dan perasaan masyarakat terutama membangun kebersamaan,” kata dia.

Ia mengatakan, seyogyanya semua itu dapat diselesaikan dalam pertemuan atau komunikasi intensif dalam bingkai membangun solidaritas nasional untuk menghadapi wabah yang tidak tahu kapan akan berakhir.

"Jadi jangan ada lagi RS, laboratorium atau bentuk Yayasan kesehatan yang lain menghentikan pelayanannya,” ujar dia.

Nidom menilai, bisa diusulkan agar pelayanan rumah sakit (RS) tidak sama antar RS sehingga lebih fokus dan efisien dalam pelayanan terutama penggunaan fasilitas dan keterbatasan tenaga medis.

"Rumah sakit bisa dikelompokkan berdasarkan usia kerentatanan dan atau penyakit bawaan penderita COVID-19. Sehingga akan ada RS yang melayani penderita COVID-19 dengan kelainan jantung, ginjal, dan bawaan diabetes dan lain-lain,” ujar dia.

Lebih lanjut ia menuturkan, mengingat fatalitas COVID-19 bukan hanya disebabkan oleh virus COVID saja, tetapi juga usia kerentanan dan penyakit bawaan yang lain.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pemetaan Rumah Sakit

Ilustrasi lorong rumah sakit
Ilustrasi lorong rumah sakit (iStock)

Oleh karena itu, ia menuturkan, pemetaan rumah sakit sangat diperlukan. Bila memang belum cukup, bisa digunakan fasilitas nonrumah sakit seperti di wisma atlet di Jakarta. Selain itu, menurut Nidom juga bisa menggunakan barak TNI dan Polri seperti saat isolasi di Natuna.

"Kuncinya jangan terlalu tergantung pada aspek teknis dan administratif tetapi merah putih. Virus dan korban COVID-19 tidak mengenal masalah teknis dan administratif, bisa dibicarakan dan diupayakan untuk membangun," kata dia.

Adapun langkah-langkahnya antara lain:

1.Lakukan pemetaan rs yang ada di suatu wilayah baik milik pemerintah, swasta dan Yayasan.

2.Pemetaan sekaligus mendata kemampuan teknis, fasilitas dan SDM untuk penyakit bawaan.

3. Prediksi berapa pasien COVID-19 yang nanti akan disesuaikan dengan kapasitas RS yang ada.

4. Jika kurang segera diatasi baik dengan pelebaran fasilitas RS atau penambahan ruang dari non RS. "Kita tentu masih ingat bagaimana pemerinta RS dengan kapasitas ribuan dalam waktu singkat meski akhirnya tidak semua ruangan dipakai,” ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya