Soehendro, Penerima Bintang Jasa Nararya Asal Surabaya Dikenal Irit Bicara Banyak Kerja

Joko mengaku, keluarga besar BBTKLPP sangat kehilangan dengan sosok yang sedikit bicara dan banyak bekerja.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 13 Agu 2021, 08:39 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2021, 20:26 WIB
Piagam penghargaan Bintang Jasa Nararya untuk Soehendro. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Piagam penghargaan Bintang Jasa Nararya untuk Soehendro. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Soehendro, mantan Kepala Bidang Surveillan Epidemiolog, dan Pengendalian Penyakit Kota Surabaya, mendapat anugerah Bintang Jasa Nararya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kabag Tata Usaha Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit  (BBTKLPP), Joko Kasihono mengungkapkan, Soehendro merupakan asli Surabaya. Almarhum meninggalkan istri dan dua putranya yang tinggal di Jalan Achmad Jais, gang Plampitan Surabaya.

"Beliau meninggalkan dua putra, satu SMA dan satunya kuliah. Kalau tidak salah yang satunya ini sudah mau kuliah. Jadi kelas tiga SMA dan sebentar lagi masuk perguruan tinggi. Yang satunya sudah masuk perguruan tinggi tapi masih belum lulus," ujarnya kepada Liputan6.com melalui telepon seluler, Kamis (12/8/2021).

Joko mengaku, keluarga besar BBTKLPP sangat kehilangan dengan sosok yang sedikit bicara dan banyak bekerja.

"Beliau orangnya juga tenang dan kalau kerja selalu tepat waktu, itu yang sangat kita rasakan," ucapnya.

Joko mengatakan, pada 2016, dia bersama Soehendro duduk bareng di satu kantor di BBTKLPP. "Dari situ saya tahu persis setelah duduk bareng satu kantor di BBTKLPP," ujarnya.

Sebelum meninggal, lanjut Joko, Soehendro bertugas menjadi Kepala Bidang Surveillan Epidemiolog, atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah tracing.

"Kalau di keilmuan kami disebut penyelidikan epidomologi. Sehingga kalau ada kasus atau rumor, entah tentang Covid-19 atau penyakit lainnya maka itu tugasnya Pak Soehendro untuk mengecek kebenaran kasus itu," ucapnya.

Joko melanjutkan, Surveillan Epidomologi itu kalau dalam bahasa militer TNI Polri biasa disebut dengan intelijen.

"Kalau namanya intelijen itu tidak duduk di meja tapi harus terjun ke lapangan untuk memeriksa kenenaran kasus. Seberapa besar kasusnya, permasalahannya bagaimana, itu tugasnya Pak Soehendro, almarhum juga sering turun lapangan," ujarnya.

Selepas pulang kerja, lanjut Joko, Soehendro awalnya merasakan badannya dingin saat berada di ruang AC. "Sehingga teman-teman berinisiatif untuk memeriksakan baliau dengan tes swab, biar tahu," ucapnya.

Joko menyampaikan, kondisi tahun lalu itu seperti yang terjadi saat ini yaitu puncak-puncaknya kasus.

"Karena sama-sama intelejen, kami merasa apa yang dirasakan beliau jangan-jangan Covid-19. Dan setelah diperiksa ternyata benar, beliau positif Covid-19," ujarnya.

Setelah diswab dan gejalanya mengarah ke Covid-19, lanjut Joko, pihaknya langsung cepat-cepat mencarikan rumah sakit, walaupun pada saat itu kindisi rumah sakit di mana-mana penuh.

"Cuma karena kita punya koneksi dengan rumah sakit akhirnya waktu itu dapat rumah sakit di RSI Jemursari Surabaya. Dan akhirnya tuhan berkehendak lain, beliau gugur di sana, walaupun kami sudah berusaha mencarikan darah plasma konvalesen," ucapnya.

Pada tahun lalu, lanjut Joko, mencari plasma konvalesen tidak semudah sekarang, pihaknya harus mencari dengan cara membayar supaya mendapatkan plasma.

"Kalau sekarang semuanya sudah difasilitasi oleh pemerintah, tinggal minta di PMI, dan PMI mencarikan pendonor." ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Ikut Bangga

Presiden Jokowi Anugerahkan Tanda Kehormatan
Presiden Joko Widodo (kanan) memimpin upacara pemberian tanda kehormatan kepada tokoh nasional di Istana Negara, Kamis (15/8/2019). Sebanyak 29 orang mendapat gelar tanda kehormatan Bintang Mahaputra Utama dan Bintang Jasa Utama dalam rangka peringatan HUT ke-74 RI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Joko melanjutkan, pihaknya sudah mendapatkan dua kantong plasma yang harus di masukan namun baru satu kali dimasukan, kondisi beliau sudah membaik.

"Tapi dalam beberapa hari, kondisinya drop lagi. Pada saat drop itu, dokter tidak berani memberikan plasma yang kedua namum hanya diberikan pertolongan pengobatan dan sebagainya. Kalau tidak salah mulai masuk rumah sakit sampai tidak ada itu, beliau cuma sekitar dua minggu," ucapnya.

Joko menyatakan, kondisi Soehendro punya komorbid penyakit lambung, dan kalau tidak salah juga sempat pendarahan di lambung.

"Itu yang menyebabkan daya tahan tubuh beliau terlalu lunak bagi Covid-19 untuk masuk," ujarnya.

Joko menegaskan, siapapun yang punya komorbid apalagi penyakit berat tertentu itu sangat mudah sekali diserang oleh virus kecil yang metakil. "Kalau orang Surabaya bilang, virus cilik tapi mbuetik," ucapnya.

Dengan adanya penganugerahan Bintang Jasa Narariya dan berkaca pada Soehendro, Joko berharap tidak ada lagi pegawai BBTKLPP yang terkena Covid-19 dengan gejala yang lebih parah, separah almarhum Soehendro.

"Dengan adanya penghargaan Narariya ini bukan hanya menjadi penghargaan yang membanggakan bagi keluarga maupun BBTKLPP, tapi juga menjadi cerminan bagi kami," ujarnya.

Soehendro menegaskan, mudah-mudahan setelah almarhum Soehendro tidak ada lagi yang sakitnya sampai parah. Dan kalaupun ada cukup isoman dan tidak sampai masuk rumah sakit hingga berbulan-bulan.

"Kalau pun ada yang masuk rumah sakit, kami berharap sebentar saja dan bisa keluar. Harapan kita seperti itu. Dan kami juga rutin dua minggu sekali melakukan pemeriksaan tes swab serta tetap menjaga kesehatan," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya