Liputan6.com, Jember Sejumlah mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam Front Pelajar dan Mahasiswa Papua Jember (Forpemapje) menggelar aksi demonstrasi pada Sabtu (19/03/2022). Mereka menentang rencana pemerintah untuk memekarkan dan membentuk provinsi baru di Papua.
“Indonesia harus lebih dulu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di West Papua sejak tahun 1961 hingga sekarang,” tutur Yeris Karoba, salah satu koordinator aksi mahasiswa dan pelajar Papua di Jember
Aksi longmarch digelar sejak depan kampus Universitas Jember (Unej) hingga kemudian berorasi di depan gedung DPRD Jember. Seiring dengan berlakunya Otonomi Khusus (Otsus), pemerintah pusat sejak 1 dasawarsa lalu membentuk provinsi baru di daerah yang sebelumnya bernama Irian Jaya. Yakni Provinsi Papua dan Papua Barat. Dengan adanya provinsi baru, maka akan ada 3 provinsi di daerah tersebut.
Advertisement
“Hingga saat ini, pemerintah belum juga melaksanakan amanat UU Otonomi khusus (Otsus) seperti penghormatan, perlindungan serta pemberdayaan penduduk asli. Bahkan, kualitas pembangunan di kabupaten-kabupaten baru pun belum mengalami perbaikan. Jika pemerintahan Jokowi tetap bersikeras memekarkan daerah otonomi baru (DOB) maka bisa memperburuk keadaan,” lanjut Yeris Karoba.
Pembentukan provinsi atau daerah otonomi baru (DOB), dikhawatirkan mahasiswa bisa berdampak pada meningkatnya pengiriman militer organik dan non organik (TNI/POLRI), sampai perluasan kekuatan militer melalui pembangunan Kodam, Korem, Kodim, dan Koramil.
“Kami juga khawatir pembangunan perusahan-perusahan besar milik orang asing justru akan menjadi kencang dan menjadi target utama ketika di mekarkan,” tutur Yeris.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kasus Kekerasan
Para mahasiswa juga mengecam para elite politik Papua yang ikut mendukung rencana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) baru, dengan mengatasnamakan representasi rakyat Papua.
“Mereka mendengar dan mempertimbangkan suara dan tuntutan rakyat Papua dibawa 113 organisasi yang berfront dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) yang menolak dengan tegas keberlanjutan Otsus Papua,” tutur Yeris.
Para mahasiswa juga mengecam masih tingginya kasus kekerasan terhadap rakyat sipil di Papua. Termasuk yang terbaru adalah penembakan terhadap peserta aksi damai di Yahukimo pada akhir 2021 lalu.
“Kami menilai Otsus telah gagal di tanah Papua karena banyak dana yang dikorupsi oleh elite politik,” tegas Yeris.
Pantauan di lapangan aksi demo berjalan tertib dengan pengawalan ketat dari polisi
Advertisement