Pengakuan Saksi Sidang Tragedi Kanjuruhan: Sejak 2004 Tidak Pernah Ada Brifing soal Evakuasi Kerusuhan

Sebanyak 17 orang bersaksi untuk dua terdakwa, Abdul Haris Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC, dan Suko Sutrisno Security Office pada sidang tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 20 Jan 2023, 13:04 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2023, 13:04 WIB
Suporter Suarakan Pengusutan Tuntas Tragedi Kanjuruhan
Pendukung timnas Indonesia membentang spanduk bertuliskan “Justice for Kanjuruhan” saat menyaksikan laga kualifikasi Grup A Piala AFF 2022 antara Indonesia melawan Kamboja di di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (23/12/2022). Mereka menyuarakan pengusutan tuntas kasus atas Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada awal Oktober 2022 lalu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Surabaya - Sebanyak 17 orang bersaksi untuk dua terdakwa, Abdul Haris Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC, dan Suko Sutrisno Security Office pada sidang tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

"Sebanyak 17 orang saksi itu, terdiri dari enam saksi korban, tujuh Steward, dua dari Dispora Kabupaten Malang, dan tiga saksi dari unsur kepolisian," ujar salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang, Kamis (19/1/2023).

Hingga pukul 14.20 WIB, ada enam saksi yang sedang diperiksa. Mereka terdiri dari anggota kepolisian, saksi korban, dan lainnya. Hingga saat ini, proses persidangan pemeriksaan saksi masih berlangsung.

Satu dari enam saksi yang sedang diperiksa itu adalah anggota Polsek Pakis, Malang, Eka Narafiah. Dalam kesaksiannya, Eka mengaku bertugas berjaga di pintu 12 Stadion Kanjuruhan saat pertandingan Arema FC Vs Persebaya pada 1 Oktober 2022 lalu.

"Ada 12 polisi yang berjaga saat itu, ditemani beberapa match steward, dua personel TNI dari Batalyon Zeni Tempur (Zipur) dan dua pegawai Dinas Pendapatan Daerah Malang," kata Eka.

Sebelum bertugas di Kanjuruhan, lanjut Eka, semua personel dari kepolisian terlebih dahulu ikut apel pengarahan yang dipimpin langsung oleh Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat. Beberapa arahan dan intruksi Kapolres saat itu, di antaranya wajib merazia barang berbahaya saat penonton atau suporter yang masuk membawa miras dan flare ke stadion.

Eka mengaku dirinya sempat melihat personel membawa senjata gas saat mengikuti apel. Kata dia, tidak ada larangan membawa senjata gas, terkecuali larangan membawa senjata api.

"Kemudian Kapolres memberi arahan agar petugas di lapangan memperhatikan suporter yang masuk tanpa atribut wajib diperiksa. Khawatir ada suporter dari Surabaya dalam hal ini Bonek menyusup ke stadion," ucapnya.

Tidak Ada Pengarahan Evakuasi

Yang menarik dalam kesaksiannya, Eka menegaskan bahwa dirinya selama 19 tahun sejak bertugas tahun 2004 mengamankan pertandingan Arema di Stadion Gajayana Malang, tidak pernah mendapat pengarahan soal jalur evakuasi jika terjadi kericuhan di stadion. Hal itu juga terjadi saat pertandingan Arema FC Vs Persebaya di Kanjuruhan.

"Saat terjadi kericuhan saat itu, saya mengevakuasi korban dibantu para suporter. Para korban ini dibawa ke lobi stadion, kemudian dikeluarkan lewat pintu utama. Saya tidak tahu apakah korban itu sudah meninggal atau masih hidup, karena situasinya saat itu sudah kacau. Jadi, semua korban langsung dimasukan ke kendaraan truk TNI dan Dalmas Polres Malang," ujarnya.

Infografis Kisah Dramatis dan Kesaksian Pilu Tragedi Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Kisah Dramatis dan Kesaksian Pilu Tragedi Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya