Wow, Startup Pertanian ini Beromzet Puluhan Miliar

Banyaknya lahan terbengkalai dan petani gurem di Indonesia mendorong Andreas Senjaya untuk mengembangkan aplikasi pertanian, iGrow.

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 10 Agu 2016, 08:15 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2016, 08:15 WIB
iGrow
(Doc: iGrow)

Liputan6.com, Bandung - Siapa sangka iGrow, perusahaan rintisan (startup) di sektor pertanian yang dibangun Andreas Senjaya dan koleganya, kini meraup pendapatan jumbo.

Andreas Senjaya, co-Founder sekaligus CEO iGrow berbagi cerita bagaimana ia menggeluti startup selama lima tahun terakhir sebelum akhirnya mantap menjalankan bisnis iGrow.

Semula, Andrea merilis Yukitatani, sebuah marketplace yang mempertemukan masyarakat urban dengan petani. 

"Ternyata tak mudah mengubah kultur petani, terutama soal inventori dan transaksi digital. Akhirnya kami shut down," katanya kepada Tekno Liputan6.com di acara The NextDev di Bandung, Selasa (9/8/2016).

Selepas itu, mereka merilis iGrow pada 2014 setelah melihat fakta banyaknya lahan terbengkalai dan petani gurem di Indonesia.

Belum lagi, kredit perbankan ke sektor pertanian hanya 3 persen dari total nominal. Itupun hanya masuk ke korporasi pertanian komoditas seperti kelapa sawit.

Melalui iGrow, investor bisa menanamkan uangnya pada lahan kosong tadi dengan jaminan hasil karena iGrow menggandeng gapoktan (gabungan kelompok tani) atau usaha kecil menengah yang teruji.

"Misalnya di Bali, kami kerja sama dengan Gapoktan Garuda yang menekuni agribisnis. Di Garut, kami kerjasama dengan PT Teresia yang ahli di akar wangi, sehingga kepastian bisnisnya terjaga. Jika sudah panen, investor dapat 40 persen, petani 40 persen, dan kami 20 persen," jelas pria lulusan Universitas Indonesia ini. 

Selanjutnya

Guna menjaga gagal panen atau force majeur lainnya, iGrow kemudian menyisihkan dari tiap investasi/pendapatan dana sebesar 7,5-12,5 persen sebagai endowment fund untuk menjaga hal yang tak diinginkan.

Setelah jalan tahun ketiga, melalui proyeksi return 10 persen, lahan terbengkalai yang diolah iGrow atas kepercayaan investor dan petani sudah mencapai 1.300 hektar di berbagai provinsi di Indonesia.

Tanaman yang ditawarkan sudah bervariasi, dari yang cepat panen seperti kacang tanah dan pisang hingga yang berbuah setelah tiga tahunan macam duriang, lengkeng, dan jambu.

Andreas Senjaya, CEO iGrow, di sela-sela acara The NextDev di Bandung, Selasa (9/8/2016). (Liputan6.com/Muhammad Sufyan A)
"Kami seleksi betul sponsor, karena ada misi sosial sekaligus profit. Misi sosialnya optimalisasi lahan tidur. Saat ini, kami bermitra dengan 2.200 petani dan ratusan sponsor. Total perputaran pendapatan, dari hasil panen maupun proses hasil panen, mencapai Rp 10 miliar per tahun," katanya.

Mereka juga memastikan sponsor hanya akan menanam pada lahan yang hasilnya pasti dipanen, baik oleh pemasok dalam atau luar negeri.

Contohnya kacang tanah yang sudah empat kali panen dengan hasil 2.000 ton diserap pasar lokal. Atau ekstrak akar wangi garut yang sudah diekspor antara lain ke perusahan parfum di Perancis.

"iGrow masih milik saya dan kawan secara mayoritas. Sudah ada investor lain masuk, tapi minoritas. Kami juga senang karena startup pertanian itu masih langka di Indonesia dan di dunia pada umumnya," pungkas Jey, sapaan karibnya.

Keunikan ini membuat iGrow meraih juara satu Tech in Asia 2014 dan ikut kompetisi serupa di Turki baru-baru ini.

(Msu/Cas)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya