Jangan Gunakan VR Headset Terlalu Lama

Saat mengenakan VR headset, mata terus bergerak pada objek yang tampil di VR headset. Karena itu, jangan terlalu mengenakan VR headset.

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 19 Agu 2016, 16:10 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2016, 16:10 WIB
Virtual Reality Headset (VR Headset)
Virtual Reality Headset (VR Headset). (Liputan6.com/M Wahyu Hidayat)

Liputan6.com, Bandung - Tren gim saat ini dan masa depan yang kemungkinan berbasis virtual reality (VR) sebaiknya tetap harus disikapi secara bijak. Terutama penggunaan VR headset, sebaiknya tidak terlalu lama digunakan karena selain menimbulkan rasa pusing, juga dikhawatirkan membahayakan kesehatan pengguna bila terlalu lama.

Demikian diungkapkan Adityo Pratomo, Chief Technical Officer (CTO) sekaligus Co-Founder Labtek Indie, salah seorang pengembang dan peminat VR di Bandung, ketika mempresentasikan perkembangan teknologi VR kepada Tekno Liputan6.com di Bandung, belum lama ini.

"Coba kita bandingkan, menggunakan VR headset itu 15 menit sudah pusing. Tapi main gim di komputer, apalagi online, kita sanggup lama. Malah bisa sampai berpuluh-puluh jam bagi yang maniak," kata Didit, sapaan karib Adityo.

Menurut Didit, jika diumpamakan, orang cenderung cepat pusing saat membaca koran di mobil karena mata fokus pada objek diam di saat kendaraan bergerak. Sebaliknya, saat mengenakan VR headset, mata terus bergerak pada sebuah objek yang tampil di VR headset.

Pemilik Certified Unity Developer--piranti lunak terkait VR--ini menyarankan jangan terlalu lama menggunakan VR headset ketika mengakses gim/musik/film berbasis VR. Kalaupun mau, harus ada jeda, sehingga keseimbangan diri dan kesehatan mata tetap terjaga.

Didit berujar, para pengembang terus mencari titik keseimbangan kenyamanan penggunaan VR headset, baik dari sisi gameplay maupun tampilan di layar.

Adityo Pratomo, CTO Labtek Indie. Liputan6.com/Muhammad Sufyan
"Contohnya gim VR Inmind, itu alur pergerakan pemain sudah ditentukan dari awal sehingga pemain tak perlu banyak lihat ke sana ke sini. Atau banyak juga pengembang gim yang di layarnya adalah sudut pandang orang ketiga, bukan orang kesatu, sehingga lebih enak dimainkan," tutur Didit melanjutkan.

Didit memaparkan, strategi lain adalah menyisipkan bentuk hidung dan kaki pada layar, sehingga pemain seolah-olah memiliki rujukan ketika bergerak dari satu scene ke scene lainnya.

"Ada pula yang terapkan teknik bake lighting, cahaya saat dimainkan tak terlalu tajam dengan mengurangi detail objek saat pemrograman. Atau tampilan hanya fokus pada objek yang disorot kamera," pungkas Didit. 

(Msu/Why)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya