Liputan6.com, Jakarta - Wacana konsolidasi operator masih menjadi isu yang dinanti-nanti sampai sekarang. Pasalnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara sudah menyampaikan rencana agar hanya ada tiga atau empat operator di Indonesia.
Pada sesi tanya jawab dengan Rudiantara pada LTE Conference di Jakarta (14/3/2018), perwakilan dari Indosat yaitu Fajar Aji Suryawan menyampaikan kebutuhan framework perihal masalah konsolidasi operator.
Advertisement
Baca Juga
"Mengenai konsolidasi barangkali yang perlu dibantu adalah framework (kerangka kerja). Jadi apa yang akan terjadi ketika provider itu saling (melakukan) business-to-business, terutama terkait dengan stakeholder," ucap pria yang menjabat sebagai Group Head Regulatory & Government Relations di Indosat Ooredo ini.
"(Tujuannya) agar dari awal sudah tahu apa yang akan terjadi dengan stakeholder masing-masing yang sekarang dipegang," lanjutnya.
Fajar juga membandingkan dengan contoh situasi di luar negeri di mana memiliki kejelasan tentang penguasaan frekuensi maksimum. Operator di luar negeri, dalam hal ini, boleh menguasai hasil merger atau akusisi.
Lebih lanjut tentang framework, Fajar mengatakan framework diperlukan untuk kenyamanan operator agar bisa saling berkomunikasi.
"Framework ini kita perlukan untuk memberikan comfortability bagi para operator buat ngobrol. Kalau sekarang belum ada aturannya, sehingga kita belum tahu apa yang terjadi," ucapnya.
Merespons pertanyaan tentang konsolidasi, Rudiantara meminta agar hal ini bisa dibicarakan dengan para pemegang saham.
"Konsolidasi itu bukan urusan manajemen, itu urusan pemegang saham. Jadi, nanti silakan bicara pada pemegang saham," jawabnya.
Pria yang karib disapa Chief RA ini lanjut meyakinkan bahwa konsolidasi akan memberikan ketersediaan jaringan.
"Saya memberikan jaminan, frekuensi akan available whenever you need it, pada saat Anda membutuhkan. Jangan enggak butuh Anda juga mau ambil. Rugi, lho," kata Rudiantara kepada tamu-tamu perwakilan dari perusahaan operator dan audiens yang hadir.
Jumlah Operator Terlalu Banyak
Pada tahun lalu, Rudiantara sempat mengatakan jumlah operator telekomunikasi di Indonesia idealnya hanya tiga sampai empat pemain saja. Dengan empat pemain, industri telekomunikasi akan lebih efisien dan tidak terus-terusan merugi.
"Sebetulnya tidak ada riset soal itu, tapi menurut saya idealnya tiga sampai empat operator saja," ungkap Rudiantara.
Saat ini Indonesia tercatat memiliki lebih dari lima operator telekomunikasi, antara lain Telkom, Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Tri, Smartfren, Bolt, hingga Sampoerna Telekomunikasi.
Namun, sejumlah operator sudah ada yang berkonsolidasi. Sebut saja Axis-XL dan Smart-Mobile-8 (Fren) yang merger beberapa tahun lalu. Kemudian, konsolidasi XL-Indosat yang membentuk perusahaan patungan untuk membangun jaringan.
Demi efisiensi industri, lanjut Rudiantara, ia meminta para pemain telekomunikasi untuk saling berkonsolidasi. Metodenya bisa dalam bentuk merger, akuisisi, atau kerja sama jaringan.
"Mereka ingin cut loss. Saya sudah bilang kalau ingin kurangi cut loss, caranya konsolidasi. Kita bisa tingkatkan skala ekonomi. Artinya, operator punya bargaining power kepada vendor (jaringan), jadi beli barangnya murah," tutur pria yang karib disapa Chief RA ini.
Bahkan, ia menegaskan tidak akan ragu untuk mencabut izin penyelenggaraan jaringan operator apabila mereka tidak mau berkonsolidasi. Izin pencabutan ini tidak akan pandang bulu, baik operator seluler maupun Broadband Wireless Access (BWA).
"Mau seluler atau BWA, sama saja, toh nanti arahnya ke teknologi netral," tutupnya.Â
Advertisement
Dalam Lima Tahun Ingin Dua Operator Tersisa
Rudiantara mengharapkan pada 2019 hanya ada sekitar tiga sampai empat operator saja, sedangkan lima tahun dari sekarang kemungkinan hanya tinggal dua operator tersisa. Menkominfo sendiri dalam hal ini sedang mengupayakan agar terjadi konsolidasi.
Kendati demikian, ia tak menampik bahwa hal ini merupakan masalah bisnis. Pemerintah tak bisa memaksa operator pada untuk melakukan hal tersebut. Dalam hal ini, kemungkinan yang dapat dilakukan pemerintah adalah memberikan payung hukum.
"Ini kan business-to-business (B2B), pemerintah tak bisa memaksa. Saya bisa wadahi dengan regulasi. Kalau merger, bisa dibuatkan aturan untuk keputusan. Kalau mau akuisisi, modelnya saya wadahi juga," ujarnya pada 2017 lalu. Terkait model yang dipilih, ia menuturkan menyerahkan keputusan tersebut di masing-masing perusahaan.Â
Wacana konsolidasi ini sebenarnya sudah didengungkan sejak 2015 lalu, tapi sampai saat ini belum mendapat titik temu.
(Tom/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: