Liputan6.com, Jakarta - Isu dugaan kebocoran 50 juta data pengguna Facebook langsung merebak luas. Bisa dibilang, skandal ini menjadi salah satu yang terbesar--bahkan terparah--yang dialami oleh raksasa media sosial tersebut.
Sang pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg pun langsung dicari setelah kasus tersebut menyeruak.
Tagar #WheresZuck dan #WhereisZuck ramai berseliweran di linimasa. Banyak yang mencarinya untuk mempertanyakan kebenaran kasus ini.
Advertisement
Baca Juga
Lantas, jika memang benar puluhan juta data pengguna Facebook bocor, akankah posisi Zuck--begitu karib disapa--sebagai CEO bisa terancam?
Menurut pakar manajemen dari Universitas Yale, Jeffrey Sonnenfield, hal tersebut tentu tidak akan terjadi dengan mudah.
Menurutnya, posisi Zuck sangat kuat di Facebook. Sebagai orang nomor satu yang menakhodai Facebook, sangatlah sulit membuatnya lengser.
"Tidak mungkin, sangat sulit. Tak mungkin dia secara sukarela bakal mengundurkan diri," ujar Jeffrey sebagaimana dikutip CNBC, Rabu (21/3/2018).
Jeffrey bahkan menyindir Zuckerberg dan Chief Operating Officer (COO) Facebook, Sheryl Sandberg, karena tidak menanggapi kasus ini. Bahkan, hingga berita ini tayang, belum ada pernyataan resmi dari keduanya.
"Mereka sedang bersembunyi, mereka bahkan mengandalkan pengacara. Harusnya mereka bertanggung jawab berbicara ke depan publik," tambahnya.
Bagaimana Jika Zuckerberg Benar-Benar Lengser?
Sekarang, coba kita ambil kemungkinan terburuk, bagaimana jika Zuckerberg benar-benar lengser sebagai CEO?
Jeffrey melanjutkan, jika memang ia lengser, kemungkinan ada dua sosok yang akan menggantikannya. Keduanya adalah Dewan Direksi Facebook, mantan CEO American Express Kenneth Chennault dan mantan Direktur Morgan Stanley Erskine Bowles.
Namun, investor Jason Calacanis malah menilai Sheryl Sandberg cocok menjadi CEO Facebook. "Ia adalah orang yang jago berkomunikasi, dan lebih paham bagaimana mengontrol keadaan dan masalah," kata Jasson.
Advertisement
Dugaan Kebocoran Data di Facebook
Seperti diketahui, perusahaan analisis data, Cambridge Analytica (CA), dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data puluhan juta pengguna Facebook.
Perusahaan yang pernah bekerja dengan tim kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump itu dituding menggunakan jutaan data untuk membuat sebuah program software yang hebat, sehingga bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara.
Dilansir The Guardian, Selasa (20/3/2018), seorang whistleblower bernama Christopher Wylie, mengungkapkan kepada Observer The Guardian, bagaimana CA menggunakan informasi personal diambil tanpa izin pada awal 2014 untuk membangun sebuah sistem yang dapat menghasilkan profil pemilih individual AS.
Hal ini dilakukan untuk menargetkan mereka dengan iklan politik yang telah dipersonalisasi. CA sendiri merupakan perusahaan yang dimiliki oleh miliarder Robert Mercer dan pada saat itu dimpimpin oleh penasihat utama Trump, Steve Bannon.
"Kami mengekspolitasi Facebook dan 'memanen' jutaan profil orang-orang. Kami membuat berbagai model untuk mengeksploitasi apa yang kami tahu tentang mereka dan menargetkan 'isi hati' mereka. Itulah dasar keseluruhan perusahaan dibangun," ungkap Wylie.
Disebut Berpengaruh pada Kondisi Politik
Dokumen yang dilihat Observer dan dikonfirmasi oleh pernyataan Facebook menunjukkan perusahaan pada akhir 2015 mengetahui ada kebocoran data yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, Facebook saat itu gagal memperingatkan para pengguna, kemudian hanya melakukan sedikit upaya untuk memulihkan dan mengamankan informasi lebih dari 50 juta penggunanya.
Menurut laporan New York Times, salinan pengambilan data untuk CA masih bisa ditemukan di internet. Tim media tersebut juga dilaporkan melihat beberapa data mentah.
Seluruh data dikumpulkan melalui sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife, yang dibuat oleh akademisi Aleksandr Kogan, terpisah dari pekerjaannya di Cambridge University.
Melalui perusahaannya, Global Science Research (GSR) berkolaborasi dengan CA, membuat ratusan ribu pengguna dibayar untuk menjalani pengujian kepribadian dan menyetujui data mereka diambil untuk kepentingan akademis.
Selain itu, aplikasi juga mengumpulkan informasi dari test-taker teman-teman di Facebook, yang menyebabkan akumulasi puluhan juta data.
Kebijakan platform Facebook hanya mengizinkan pengumpulan data teman-teman untuk meningkatkan pengalaman pengguna di aplikasinya, dan dilarang untuk dijual atau digunakan untuk iklan.
Selain dugaan keterlibatan skandal media sosial CA dalam Pilpres AS, perusahaan dan Facebook menjadi fokus penyelidikan terkait data dan politik oleh British Information Commissioner's Office.
Secara terpisah, Electoral Commision juga menyelidiki peran CA dalam referendum Uni Eropa.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement