Riset: Sektor Energi Indonesia Diprediksi Jadi Target Serangan Siber

Laporan tersebut memperkirakan, sektor energi adalah salah satu industri yang paling rentan serangan siber di Indonesia

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 21 Sep 2022, 06:30 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2022, 06:30 WIB
4 Tips Menjaga Keamanan Siber di Masa Pandemi untuk UMKM
Ilustrasi serangan siber. (Foto: Unsplash.com/Fly).

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah riset memperkirakan bahwa sektor energi Indonesia bakal menjadi target dari serangan siber selama setahun ke depan.

Riset ini dilakukan oleh CyberRes, lini bisnis Micro Focus. Laporan tahunan pertama mereka ini berisi tentang kondisi ancaman siber saat ini, dan tinjauan umum peristiwa dunia maya pada 2021 secara global.

Laporan ini merupakan yang pertama dari seri yang berisi perspektif tentang kondisi ancaman geopolitik, regional, dan industri, serta apa yang mungkin akan terjadi sepanjang satu tahun ke depan.

Dalam risetnya, CyberRes menyebutkan, Asia Pasifik menjadi perhatian karena menjadi salah satu wilayah yang paling terkena dampak pada tahun 2021, dengan 23,5 persen dari total ancaman siber dilaporkan.

Wilayah ini berada di tempat kedua setelah Amerika Utara, dengan 33,5 persen dari total yang telah dilaporkan.

Mengutip siaran persnya, Selasa (21/9/2022), laporan ini juga memberikan pandangan ke depan mengenai potensi ancaman di kawasan ini pada tahun 2022 berdasarkan temuan utama dari tahun sebelumnya.

Di 2022, sektor publik kemungkinan menjadi sektor paling terdampak di masa depan. Hal ini mengacu pada tahun 2021, di mana sektor publik (27,4 persen) jadi sektor yang paling terdampak serangan siber.

Menurut laporan ini, meningkatnya ketegangan geopolitik telah menempatkan sektor publik sebagai sasaran dari serangan siber.

Tren 2022

Antisipasi Kebocoran Data Pribadi, Ini Saran dari Pakar Siber
Ilustrasi serangan siber. (unsplash/towfiqu barbhuiya).

Tren di 2022 lainnya adalah, spionase kemungkinan bakal menjadi motivasi terbesar bagi kelompok pelaku ancaman.

Hal ini karena di 2021 ditemukan, sekitar sepertiga dari total serangan siber yang dilakukan di waktu ini, bertujuan untuk kepentingan spionase siber, dan berikutnya diikuti oleh keuntungan finansial.

Kemudian tren berikutnya adalah, eksfiltrasi data akan menjadi metode serangan siber yang paling sering digunakan.

Tren ini dicatat karena menurut temuan 2021, pada lebih dari 24 persen serangan siber di 2021, pelaku ancaman siber memilih untuk mengekstrak data sensitif dari jaringan korban mereka.

Namun lanskap dunia siber, dampak industri dan prospek untuk tahun 2022, bervariasi di berbagai lokasi. Sebagai contoh, Indonesia yang terkena dampak beberapa insiden global terbesar di tahun 2021.

 

Sektor Energi Paling Rentan di Indonesia

Ilustrasi malware, scam, ancaman siber terkait Covid-19
Ilustrasi malware, scam, ancaman siber terkait Covid-19. Kredit: Engin Akyurt from Pixabay

Menurut CyberRes, Indonesia termasuk salah satu negara yang terkena dampak dari kampanye spionase siber APT41, yang menargetkan institusi publik dan swasta di beberapa negara.

Selain itu, Indonesia juga menjadi sasaran mayoritas kelompok pelaku pengancam besar, termasuk Lazarus APT, APT 10, Conti, dan Winnti Group.

Laporan tersebut juga memperkirakan, sektor energi adalah salah satu industri yang paling rentan di Indonesia. Hal ini karena Indonesia, menjadi target utama serangan di sektor energi pada tahun 2021.

CyberRes pun menambahkan, saat ini kawasan ASEAN sedang dalam kondisi terus melaju.

Negara-negara ASEAN memimpin dalam hal keamanan siber global dengan mengadopsi Rencana Aksi Regional ASEAN (2021-2025), yang berupaya memperkuat keamanan siber regional di berbagai bidang seperti kolaborasi penelitian, berbagi pengetahuan dan pelatihan.

 

Peluang Besar Membalikkan Situasi

Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware
Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware. Kredit: Elchinator via Pixabay

Selanjutnya, ASEAN-Singapore Cybersecurity Center of Excellence berencana untuk meningkatkan pengembangan strategi keamanan siber, legislasi, dan kemampuan penelitian seluruh negara anggota

Hal ini dinilai menempatkan negara-negara seperti Indonesia pada jalur siber yang lebih kuat.

Jeffrey Neo, Managing Director, Asia Tenggara & Korea, Micro Focus mengatakan, negara-negara Asia Tenggara masih belum pulih dari dampak serangan siber tahun lalu, yang menyebabkan efek jangka panjang pada semua organisasi dan individu.

"Sementara tren ini masih berlanjut hingga 2022, kawasan ini memiliki peluang besar untuk membalikkan situasi, karena telah dilengkapi dengan pemahaman yang mumpuni mengenai lanskap terkini, penerapan taktik, hingga ancaman yang dapat muncul," pungkas Neo.

(Dio/Isk)

Infografis Jurus Pemerintah Atasi Serangan Siber dan Poin Penting RUU PDP. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Jurus Pemerintah Atasi Serangan Siber dan Poin Penting RUU PDP. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya