Liputan6.com, Jakarta - Di balik teknologi pendinginan luar ruangan untuk stadion (AC raksasa) Piala Dunia 2022 Qatar, rupanya ada sosok Dr. Saud Abdulaziz Abdul Ghani atau kerap dijuluki sebagai Dr. Cool.
Insinyur kelahiran Sudan ini, dalam sebuah wawancara di Desember 2019 yang lalu, mengungkapkan kepada wartawan bahwa dirinya terinspirasi oleh studi PhD-nya tentang AC untuk mobil.
Baca Juga
"Teknologi pendinginan ini menggunakan alat yang sama, namun dalam skala yang jauh lebih besar," katanya kepada sc.qa, seperti dikutip dari situs FIFA, Rabu (30/11/2022).
Advertisement
Dr. Saud bergabung dengan proyek Qatar 2022 di tahun 2009, ketika negara itu mengahukan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Saat itu, Supreme Committee for Delivery and Legacy (SC) menghubungi Qatar University, di mana ia adalah seorang profesor di College of Engineering, untuk mencari solusi menahan panas musim panas Qatar selama pertandingan.
Saud mengatakan, saat Qatar sedang mempersiapkan pengajuan untuk Piala Dunia 2022, mereka menginginkan tawaran unik yang menonjol di antara negara-negara penawar lainnya.
"Sebagian besar negara biasanya akan mempresentasikan stadion mereka sebagai ide desain dan bukan teknologi. Kami mempresentasikan kami stadion dengan cara baru, sebagai teknologi," ujarnya saat itu.
Dr. Cool lalu menggunakan kombinasi isolasi dan "targeted or spot cooling"--berarti pendinginan hanya terjadi di tempat orang berada--stadion bertindak sebagai penghalang yang berisi gelembung dingin di dalamnya.
Tak Hanya Mendinginkan Udara
Udara dingin masuk melalui grills di tribun dan nosel besar di lapangan. Dengan menggunakan teknik sirkulasi udara, udara yang didinginkan kemudian ditarik kembali, didinginkan kembali, disaring, dan didorong keluar.
"Kami tidak hanya mendinginkan udara, kami juga membersihkannya,” kata Dr. Saud.
"Kami memurnikan udara untuk penonton. Misalnya, orang yang memiliki alergi tidak akan memiliki masalah di dalam stadion kami. Kami memiliki udara yang paling bersih dan paling murni," imbuhnya.
Teknologi pendinginan Dr. Saudi juga diperkirakan 40 persen lebih berkelanjutan dibandingkan teknik yang sudah ada.
Metodenya berarti stadion hanya perlu didinginkan dua jam sebelum acara, yang secara signifikan mengurangi kosnumsi energi tempat dibandingkan metode yang ada.
Selain itu, teknologi ini bekerja dengan mempertimbangkan desain stadion, menjadikannya lebih efisien dan ramah lingkungan. Versi Dr. Saud bekerja keras untuk menjaga agar udara sejuk tetap masuk dan udara panas tetap keluar.
Advertisement
Tak Patenkan Teknologi
Merancang stadion Piala Dunia pertama yang didinginkan bukanlah tugas yang mudah. Menurutnya, hal terbesar yang merugikan saat mencoba mendinginkan stadion adalah pembukaan atap, karena udara panas eksternal masuk.
"Itu sebabnya mempelajari di mana udara bisa keluar dan bagaimana kita bisa mendorong dan menarik kembali udara berbeda dari stadion ke stadion karena tergantung pada bentuk, tinggi, dan lebarnya," kata Saud.
Dr. Saud berharap, teknologinya akan bisa diadopsi di negara lain yang memiliki iklim hangat. Ia sendiri memilih melayani komunitas ilmiah, dengan tidak mematenkan teknologi lini diffuser di bawah kursinya.
"Alasan saya bergabung dengan tim 2022 adalah untuk melayani wilayah Arab sehingga orang-orang di sini terlihat dengan cahaya yang berbeda di mata orang lain di seluruh dunia," katanya.
"Timur Tengah memiliki banyak hal untuk ditawarkan dan tidak ada yang lebih baik dari sepak bola untuk menunjukkan itu," pungkas Dr. Saud.
(Dio/Isk)