Twitter Digugat Gara-Gara Pecat Pegawai Tak Sesuai Aturan

Twitter menghadapi gugatan karena diklaim melakukan pemecatan karyawan di Inggris secara ilegal dan tidak sesuai undang-undang.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 13 Jan 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2023, 16:00 WIB
Ilustrasi Twitter
Ilustrasi Twitter. Kredit: Photo Mix via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Laporan terbaru menyebut Twitter digugat karena memecat pegawai yang ada di Inggris secara sembarangan dan ilegal. Menurut The Financial Times, para karyawan Inggris yang dipecat oleh Twitter setelah perusahaan itu diambi alih Elon Musk menyebut, pemecatannya tidak sesuai dengan hukum.

Mereka pun tidak menerima ketentuan pesangon yang ditawarkan Elon Musk karena menyebut pemecatannya ilegal. Ini merupakan tantangan masalah ketenagakerjaan yang harus dihadapi oleh Elon Musk dan Twitter.

Sebelumnya, sebagaimana dikutip Gizchina, Jumat (13/1/2023), firma hukum Winckwort Sherwood yang berbasis di London, menulis ke Twitter, 10 Januari lalu.

Firma tersebut menuding Twitter menerapkan praktik ilegal, tidak adil, dan sama sekali tidak bisa diterima oleh mantan karyawan Twitter di Inggris melalui proses pemecatan ilegal itu.

Firma hukum ini juga mengklaim, mereka yang dipecat Twitter diperlakukan dengan buruk. Akibatnya, firma hukum Winckworth mengajukan tuntutan terhadap Twitter atas nama 43 karyawan yang di-PHK.

Sekadar informasi, pada awal November 2022, Elon Musk memberhentikan ribuan karyawan Twitter di seluruh dunia. Dari ribuan staf Twitter yang di-PHK, ada sekitar 180 staf di Inggris yang terdampak.

PHK Karyawan Twitter besar-besaran ini terjadi hanya beberapa hari setelah Elon Musk mengambil alih Twitter senilai USD 44 miliar.

Firma hukum tersebut telah memperingatkan bahwa sudah rencana untuk membawa perusahaan media sosial tersebut ke pengadilan ketenagakerjaan jika keluhan mereka tidak diselesaikan.

Kini, Twitter pun memiliki daftar panjang kasus hukum yang harus ditangani. Selain itu dalam beberapa bulan mendatang, perusahaan mungkin harus berurusan dengan lebih banyak kasus hukum lainnya.

PHK Twitter Langgar Hukum?

Pengacara hak tenaga kerja, Shannon Liss-Riordan, mengatakan Twitter menghadapi setidaknya 200 pengaduan hukum di Amerika Serikat.

Sebagian di antaranya adalah tuntutan arbitrase. Selain itu, perusahaan juga akan menghadapi empat gugatan class action dari mereka yang terdampak PHK.

Keluhan bukum ini datang saat Elon Musk meningkatkan upaya pemangkasan biaya di Twitter. Elon Musk berpandangan, perusahaan bisa rugi USD 3 miliar atau bahkan kebangkrutan jika dirinya gagal membuat keuangan Twitter sehat lagi.

Bagaimana pun, langkah pengetatan telah menimbulkan kekhawatiran mengenai kepatuhan Twitter terhadap undang-undang setempat di seluruh dunia.

Hal inilah yang mendorong tindakan hukum oleh beberapa mantan staf yang dinilai bisa merugikan perusahaan lebih besar, jika mereka berhasil dengan tuntutannya.

Pemangkasan Karyawan Twitter Berlanjut

Elon Musk. (Patrick Pleul/Pool via AP, File)
Elon Musk. (Patrick Pleul/Pool via AP, File)

Sebelumnya, Twitter dikabarkan memangkas karyawannya pada pekan lalu. Laporan menyebut, "setidaknya selusin" pekerja di kantor Dublin dan Singapura terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dilaporkan Bloomberg, seperti dikutip dari Engadget (9/1/2023), salah satu yang terkena PHK adalah Analuisa Dominguez, mantan Senior Director of Revenue Policy.

Mengutip Mint, Bloomberg juga melaporkan Head of Site Integrity untuk wilayah Asia Pasifik, Nur Azhar Bin Ayob, ikut terkena dampak PHK karyawan Twitter tersebut.

Selain itu dikabarkan Twitter memangkas karyawan yang bertanggung jawab menangani kebijakan misinformasi, di samping mereka yang terlibat dalam proses banding global platform dan program media pemerintah.

 

Benar Lakukan PHK

Twitter App Logo
Twitter App Logo (Photo by Jeremy Bezanger on Usplash)

Ella Irwin, Head of Trust and Safety Twitter, mengonfirmasi Twitter telah melakukan pemangkasan jumlah karyawan baru-baru ini. Namun dia membantah mengenai tim yang terkena dampak PHK tersebut.

"Lebih masuk akal untuk mengonsolidasikan tim di bawah satu pemimpin (bukan dua) sebagai contohnya," katanya kepada Bloomberg.

Irwin menambahkan, Twitter menghilangkan peran di area di mana perusahaan tidak melihat "volume" yang cukup untuk membenarkan pengeluaran talenta.

Selain itu, ia menyebut, Twitter menambah staf di departemen banding dan akan terus memiliki kepala kebijakan pendapatan (Revenue Policy), serta kepala untuk Trust and Safety di Asia Pasifik.

(Tin/Isk)

 

Infografis Tekno Google Twitter
Infografis Tekno Google Twitter (liputan6/desi)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya