Seskab Bantah RI Sudah Kalah Hadapi Gugatan Churchill Mining

Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam membantah Indonesia telah kalah dalam menghadapi gugatan Churchill Mining Plc.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 28 Feb 2014, 18:26 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2014, 18:26 WIB
dipo-alam130325b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam membantah Indonesia telah kalah dalam menghadapi gugatan Churchill Mining Plc dan pemerintah berkewajiban  membayar ganti rugi US$ 2 miliar.

“Indonesia tidak kalah dalam arbitrase itu,"  kata Seskab Dipo Alam, seperti yang dikutip dalam situs resmi Seskab, Jumat (28/2/2014).

Dipo menjelaskan, Arbitrer hanya menolak keberatan Pemerintah Indonesia yang berpendapat, tribunal arbitrase hanya dapat dibentuk dengan persetujuan tertulis Pemerintah Indonesia. Dipo menegaskan, berdasarkan hukum Indonesia akuisisi diam-diam yang dilakukan Churchill Mining terhadap Ridlatama tersebut dilarang.

“Sangat mungkin Churchill berusaha mendapatkan kekayaan bumi Indonesia secara gratis dengan menghindari kewajiban-kewajiban yang ada termasuk pajak dan royalty,” ujar Dipo.

Namun ia menilai,  putusan arbitrase ICSID itu merupakan hal yang lazim pada awal persidangan, para pihak keberatan atas kewenangan pengadilan dalam mengadili sengketa mereka.

“Atas keberatan itu hakim memutuskan bahwa pengadilan yang bersangkutan berwenang memeriksa atau tidak atas masalah yang disengketakan,” ungkap Dipo.

Menurut Dipo, pemerintah akan mempersiapkan pembelaan sebaik-baiknya untuk membuktikan bahwa Indonesia di pihak yang benar, sekaligus berupaya memenangkan sengketa tersebut
.
“Indonesia meyakini bahwa Churchill Mining telah melakukan cara-cara berbisnis yang tidak taat hukum dan taat etis,” pungkasnya.
 
Sebagaimana diketahui ICSID telah menolak keberatan atau juridictional challenges Indonesia dalam sengketa izin tambang dengan Churchill Minings Plc. Keputusan tersebut dikeluarkan oleh tribunal yang terdiri dari Gabrielle Kaufmann-Kohler sebagai president, Michael Hwang S.C dan Albert Jan van den Berg sebagai arbitor.

Kasus ini bermula dari terjadinya tumpang tindih izin pertambangan batubara di Indonesia. Pemerintah menilai Churchill Mining berupaya melakukan penambangan di Indonesia secara tidak sah dengan mengakuisisi perusahaan lokal (Ridlatama Group) secara diam-diam.


Atas keputusan pemerintah itu, Churchill Mining Plc mengajukan gugatan ke ICSID pada 22 Mei 2012.  Lalu, pada 30 Mei 2012 silam, ICSID telah mengirim pemberitahuan kepada pihak pihak tergugat, yaitu Presiden Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Menteri Kehutanan.


Lalu surat pemberitahuan itu juga diberikan kepada Menteri Luar Negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bupati Kutai Timur. Dalam gugatannya, Churchill menuntut ganti rugi sebesar US$ 2 miliar kepada pemerintah Indonesia. (Pew/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya