Putin: Sanksi Konflik Ukraina Cuma Luka Kecil Buat Ekonomi Rusia

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, sanksi itu memang akan melukai ekonomi negaranya, tapi tidak merusaknya hingga kritis

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 25 Apr 2014, 10:31 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2014, 10:31 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin
(Foto: RT.com)

Liputan6.com, Moskow - Serangan Rusia ke Ukraina beberapa waktu lalu membuat konflik keduanya semakin memanas dan menyebabkan Amerika Serikat (AS) serta Eropa mempertimbangkan sanksi lanjutan pada negara pecahan Uni Soviet tersebut.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, sanksi itu memang akan melukai ekonomi negaranya, tapi tidak merusaknya hingga kritis.

"Secara keseluruhan, sanksi-sanksi itu akan menyebabkan gangguan ekonomi, karena rating kredit juga tengah dipantau dan pinjaman menjadi semakin mahal. Tapi ini bukan karakter gangguan ekonomi yang penting," ungkap Putin mengenai sanksi-sanksi yang dijatuhkan pada Rusia terkait perebutan Criema dari Ukraina seperti dikutip dari Reuters, Jumat (25/4/2014).

Putin mengutuk penggunaan sanksi sebagai instrumen kebijakan antar negara. Dia mengatakan, sanksi-sanksi itu tidak hanya akan mengganggu perekonomian Rusia semata.

"Secara keseluruhan, sanksi tersebut berbahaya bagi semua pihak. Seluruh sanksi itu berpotensi menghancurkan ekonomi global dan pihak manapun yang memanfaatkan sanksi tersebut memenuhi segala kepentingan pribadinya," tegasnya.

Bahkan Putin mengatakan, sanksi-sanksi ekonomi yang dijatuhkan padanya dapat menguntungkan bisnis di dalam negaranya. Sanksi tersebut membuat para pengusaha fokus menjalankan bisnisnya secara domestik dan mengembangkan ekonomi negara.

Selain itu, Putin Yakin, pihak berwenang di Rusia menghadapi banyak tugas penting untuk menciptakan iklim bisnis yang lebih baik di dalam negeri. Artinya, sistem pajak, stabilitas, bunga dan urusan birokrasi serta pengurangan tingkat korupsi harus dibenahi.

"Karena sanksi tersebut, pemerintah Rusia kini menghadapi banyak tugas penting untuk menggodok bisnis di negeri sendiri," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya