Liputan6.com, Jakarta - Indonesia mesti belajar dari permasalahan gagal bayar (default) utang yang dialami oleh Argertina. Analis PT Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menyarankan agar pemerintah terus memperhatikan indikator rasio utang.
"Indikator utang harus diperhatikan dengan baik, jangan disepelekan," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis di Jakarta, Sabtu (9/8/2014).
Sebenarnya, setiap negara sah sah saja meminjam dana dari luar negeri sebanyak- banyaknya. Asalkan memperhatikan indikator yang menjadi early warning seperti debt service rasio (DSR), DGNP (Debt to GNP Ratio), dan DER (Debt export ratio).Â
Lebih lanjut, dirinya menekankan agar Indonesia mesti menjaga DSR jangan sampai menembus angka 60 persen. "Kalau devisa buat utang sampai 60 persen, dalam negeri dapat apa?," kata dia.
Untuk itu , Lana mengingatkan agar Indonesia mesti berhati-hati. Pasalnya DSR Indonesia terhitung cukup tinggi. "Harus diperhatikan, sekarang DSR kita sudah tinggi yaitu sekitar 42 persen," tukasnya.
Untuk diketahui, kasus gagal bayar ini terjadi setelah Argentina tak berhasil mencapai kesepakatan dengan kalangan investor di NML Capital dan Aurelius Capital terkait pembayaran atas bunga utang senilai US$ 530 miliar. Namun demikian, hingga saat pemerintah Argentina bertahan bahwa pihaknya belum masuk dalam kategori gagal bayar. (Amd/Ndw)