Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, likuiditas perbankan nasional masih sangat ketat. Hal itu dikarenakan banyak dana masuk ke perbankan asing dari pada ke perbankan nasional.
"Karena kekayaan Indonesia tidak masuk ke sistem perbankan Indonesia, tapi asing," kata dia, di Jakarta, Senin (18/8/2014).
Ia menambahkan, masyarakat Indonesia yang sedikit belum memiliki rekening di bank sehingga mempengaruhi likuiditas bank.
"Dari 240 juta penduduk, hanya 50 juta yang punya rekening. Akhirnya likuiditas di luar bank sekitar Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun," tambah dia.
Tak hanya itu, yang menyebabkan ketatnya likuiditas karena ketergantungan serta tak sanggup menyaingi modal dari bank asing. Dia mencontohkan, apabila PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) meminta pinjaman sebanyak Rp 90 triliun, maka Mandiri sebagai bank terbesar hanya mampu menyediakan Rp 30 triliun.
"Dari reguler global, jadi masih sangat besar ketergantungan kita pada asing. Rp 90 triliun, PLN support butuh untuk investasi. Saya katakan saya bank terbesar bisa kasih ke bapak maksimal Rp 30 triliun. Dia bilang, nanti cari ke BRI dan BNI, saya bilang kalau saya saja cuma bisa kasih 30 triliun. Jadi mau nggak mau asing," ungkapnya.
Untuk mengatasi ketatnya likuiditas dia mengatakan mesti menyiapkan sebuah sistem nenyerupai sistem yang digunakan pada era Presiden Soeharto yakni Tabanas supaya banyak uang masuk.
Salah satu alternatif untuk menambah modal dengan cara konsolidasi. "Makanya konsolidasi bisa jadi alat untuk akumulasi modal. Jangan dijadikan alat politik," ujar Budi. (Amd/Ahm)