Ini Alasan Kapal Asing Pencuri Ikan Menjamur di Perairan RI

Ketua PPATK, Muhammad Yusuf mengharapkan, pemerintahan baru dapat bertindak tegas soal kasus kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Jan 2015, 19:25 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2015, 19:25 WIB
TNI Hancurkan Kapal Asing Pencuri Ikan
TNI bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Bakorkamla menenggelamkan tiga kapal asing pencuri ikan di wilayah laut Indonesia, Kepulauan Riau, Jumat (5/12/2014). (Dokumentasi Puspen TNI)

Liputan6.com, Jakarta - Kapal-kapal asing pencuri ikan yang mencuri ikan di sekitar perairan Indonesia makin menjamur ternyata bukan tanpa sebab. Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf menyatakan, selama ini kapal asing tersebut mendapat perlindungan dari pejabat tinggi di Jakarta.

"Praktik ini sudah terjadi dari 1993 semenjak saya masih jadi jaksa. Jadi ada pejabat Jakarta backing dan bertengger. Tapi saya tidak mau sebut namanya," ujar Yusuf di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Senin (5/1/2015).

Dia bercerita, dalam penangkapan kapal asing ilegal yang ditanganinya di Makasar, setelah dilakukan penyelidikan ternyata kapal tersebut mendapat backing dari seorang pejabat di Jakarta. Jika melihat kenyataan ini, Yusuf menyadari pantas jika kasus tersebut tidak pernah tuntas.

"Kapal cukup besar ternyata backingannya adalah oknum. Wajar praktik ini tidak pernah beres," lanjut dia.

Kasus serupa juga terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Yusuf juga menangani langsung kasus tersebut. Bahkan lebih parahnya lagi, dia diancam akan dimutasi karena adanya oknum yang bermain.

"Saya diancam akan dimutasi dan sebagainya dan sampai sekarang berlanjut. Padahal ini tahun 1993 dan 1995," kata dia.

Yusuf berharap kasus-kasus semacam ini tidak ada lagi di Indonesia ke depan apalagi dengan pemerintahan baru. "Presiden kita baru, menteri kita baru dan Kasal kita juga baru. Media bantu monitor dan kita akan baik ke depannya," tandasnya. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya